Sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang `mempersulit’ keinginan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memiliki gedung baru membuat kecewa masyarakat yang rindu akan penumpasan korupsi negeri ini. Parlemen beralasan bahwa gedung baru belum diperlukan karena KPK hanyalah lembaga ad hoc. Sementara itu, menurut beberapa anggota DPR, KPK akan dibubarkan apa bila kejahatan korupsi berhasil ditum pas.
Korupsi adalah fenomena hidup berbirokrasi yang telah lama muncul sejak manusia hidup bermasyarakat, dan akan terus ada selama ia masih berada dalam lingkaran hidup bermasyarakat. Jadi, logika DPR yang akan membubarkan KPK apabila kejahatan korupsi berhasil ditumpas, terlalu dipaksakan.
Mari berkaca kepada Hong Kong.Siapa yang tak kenal dengan Independent Commission Against Cor ruption (ICAC), KPK-nya Hong Kong? Lembaga ini telah sukses mem bersihkan institusi di nega ra bekas jajahan Inggris itu. ICAC bahkan berhasil “membersihkan” virus korupsi yang men jangkiti kepolisian Hong Kong.
Namun, keberhasilan itu tak membuat ICAC dibubarkan. Lebih jauh lagi, ketika ICAC suk ses menekan tingkat korupsi Hong Kong ke titik terendah, lem baga an tisuap tersebut tetap di pertahankan. Tugas besar masih menanti: mencegah penyakit korupsi agar tak kembali kronis. Fungsi pencegahan itu juga merupa kan salah satu tugas utama KPK-RI.
Artinya, jika suatu masa KPK berhasil memukul mundur jeja ring ke jahatan korupsi, kebe ra daan KPK te tap saja masih di bu tuhkan. Yaitu, melakukan upaya pencegahan agar korupsi tak kembali merajalela. Keberadaan fungsi pence gahan membuktikan bahwa KPK memang diran cang untuk “abadi”.
Bukan sementara! Lalu, apa yang membuat DPR memaksa agar umur institusi KPK dibatasi? Ketakutan DPR Rasanya, sulit untuk tidak me ngaitkan opini DPR dengan ke takutan mereka terhadap k i nerja KPK. Lembaga antikorupsi itu kian hari kian mengganggu konsentrasi para koruptor dan para pendukungnya. Ter ma s uk keberanian KPK dalam me ngo bok-obok DPR. Mereka yang merasa telah memanipulasi uang negara pasti akan memusuhi lembaga yang bernama KPK.
Wajar jika publik menyim pulkan bahwa peno lakan DPR membangun gedung baru bagi ins titusi pembasmi “pengerat” uang rakyat tak lain meru- pakan tak tik menjegal KPK agar menjadi lemah. DPR jelas meng ha rap kan agar KPK tidak akan mak simal memberantas korupsi.
Kinerja maksimal KPK perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai, antara lain gedung. Oleh sebab itu, pembangunan gedung baru dianggap pen ting karena gedung KPK saat ini tak hanya sudah berumur 31 ta hun, ta pi juga sudah tak mam pu lagi menampung selu ruh personel KPK. Gedung tua itu di rancang untuk menam pung ku rang lebih 350 orang. Saat ini, per sonel KPK yang bernaung di da lamnya telah berjumlah kurang lebih dari 700 orang.
Bayangkan, betapa pengap nya “pasukan” KPK bekerja un tuk mengatasi korupsi di seluruh Ta nah Air. Untuk meletakkan data yang mahapenting saja mereka sudah kewalahan. Di ma na data- data sangat rahasia ha rus diletakkan agar tak ter jang kau oleh sembarang ka la ngan? Saat ini, data-data keja hatan korupsi itu telah berbagi ruang dengan para pegawainya. Bu kan tidak mungkin kondisi itulah yang diharapkan oleh pi- hak-pihak yang prokoruptor.
Kenyamanan KPK dalam men ja – lankan tugas akan mem buat para bandit koruptor resah hati. Apalagi, jika KPK ber hasil membangun gedung barunya.Gedung tersebut rencananya akan diran – cang dengan keleng ka pan modern agar KPK mam pu me ngendus setiap keja – hatan ko rup si yang mahacanggih sekalipun.
Kinerja KPK saat ini saja su d ah luar biasa mengoyak per ta ha nan para ko ruptor. Em pat bul an pertama berja – lan nya ke pe mimpinan baru di KPK sa ja, telah berhasil mengembalikan uang negara sebesar Rp 24 mi liar lebih kepada kas negara. Bu kan tak mungkin jika KPK me miliki gedung berfasilitas mum – puni untuk melacak keja hatan korupsi yang kian kencang “ber lari”, tentu ko- rupsi tak lagi ber dam pak kronis bagi negeri ini. Kondisi itulah yang mem- buat DPR kian surut. Takut.
Saweran Mungkinkah sejarah koin Prita sepertinya akan berulang? Dalam kasus terkini, bisakah publik bersatu untuk “mempritakan” KPK? Bukankah musuhnya masih sama, yaitu para penguasa yang lupa diri?
Para penguasa lupa diri itulah yang membuat KPK ter ku kung dalam gedung tua yang terancam akan runtuh itu.Kondisi itu tak bisa dibiarkan. Publik mesti kembali bersatu agar dominasi DPR tak lagi meru gikan rakyat. Jika DPR enggan mem bangun kan gedung baru un tuk KPK, publik pasti mampu ber satu membangunnya.
Gerakan saweran dana agar gedung baru dapat dibangun untuk KPK telah dimulai. Ham pir di setiap pe l osok negeri rak yat mulai me ngum pulkan percikan- percikan rezeki peng hasilan mere ka un- tuk pem berantasan korup si yang lebih baik lagi pada masa de pan.
Publik dapat berpartisipasi bersama gerakan ini dengan ikut menyum bang semampunya. Ingat setiap koin yang sa habatku sumbang kan, akan menjadi bagian untuk me ngikis keberadaan koruptor di negeri ini. Kini, saatnya publik bersa tu. Menyatukan diri membangun gedung baru untuk KPK. Siapa pun yang menginginkan pemberantasan korupsi patut mendukung jihad KPK agar Indonesia bebas korupsi.
ACEP HERMAWAN, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan STAI Alazhari Cianjur, Jawa Barat
Sumber, Republika 4 Juli 2012