[www.uinsgd.ac.id] Tingginya angka perceraian di Indonesia, membuat Program Studi Ahwal Syakhsiyah menggelar Seminar Hukum Keluarga bertajuk “Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim di Indonesia” dengan menghadirkan narasumber: Direktur Pembinaan Administrasi Badan Peradilan Agama Mahkmah Agung Prof. Dr. H. Hasbi Hasan, SH., MH., Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat LP2M UIN SGD, Dr. H Ramdani Wahyu S, M.Si., Kabid Urais dan Binmas Kanwil Kemenag Jawa Barat, Dr. H. Aldin, M.Si., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN SGD., Dr. H. Ah. Fathonih, M.Ag yang dipandu oleh H. Burhanuddin, S.Ag, MH. di Aula FSH, Senin (30/4).
Menurut Prof. Hasbi, suami istri di Indonesia rupanya senang bertengkar ketika melihat minimnya angka keberhasilan proses mediasi yang dilakukan Pengadilan Agama dalam mengatasi konflik rumah tangga untuk mengantisipasi tingginya angka perceraian. “Hasil mediasi pada tahun 2013 hanya 17,01%, pada 2014 meningkat 24,7%, dan pada 2015 turun lagi 16,85%. Dari angka ini bisa menafsirkan, orang Indonesia itu senang pertengkaran,” tegasnya.
Bagi Prof. Hasbi, tren perceraian dari tahun ke tahun terus meningkat. “Pengajuan cerai didominasi (70%) oleh istri (gugat cerai). Oleh karenanya, perlu upaya mencegah perceraian dengan cara mempersulit proses cerai, mediasi, mempersulit izin poligami, dan mempersulit dispensasi nikah,” sambungnya.
Dr. Ramdani memandang negara ini sudah darurat cerai, sama seperti darurat narkoba dan darurat terorisme. Ia mendasarkannya pada data angka perceraian selama 2012-2016 yang meningkat sangat tajam. Akar persoalan rapuhnya ikatan perkawinan dalam keluarga muslim Indonesia, karena lemahnya pengetahuan dasar tentang ilmu berkeluarga, sehingga berdampak pada ketidakharmonisan, rendahnya ekonomi, dan tidak ada tanggung jawab.
“Cerai berainya ikatan keluarga tentu menjadikan kegoncangan dan kerapuhan, sehingga tidak diperoleh rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sepanjang 5 tahun peningkatannya sebanyak 6 persen. Setiap tahunnya rata-rata di atas 10.000 pasangan suami isteri, kecuali pada tahun 2015 sebanyak 8.000 pasangan,” katanya.
Ditemukan, faktor dominan penyebab terjadi perceraian tidak berubah urutannya, yaitu faktor ekonomi, tidak ada keharmonisan, dan tidak ada tanggung jawab. Di Jawa Barat, penyebab ekonomi sangat tinggi, mengungguli penyebab ketidakharmonisan dan tidak ada tanggung jawab. “Berarti, konflik keluarga dalam bidang ekonomi demikian berat, sehingga seorang informan mengatakan bahwa di Jawa Barat ini, kurang sedikit saja ekonomi bisa berakhir ke pengadilan,” jelasnya.
Dr. Aldin mengurai penyebab perceraian ada 13 faktor: ekonomi, komunikasi yang pasif, perbedaan, perselingkuhan, masalah nafkah batin, kesibukan kerja yang berlebihan, media sosial, kurangnya perhatian, saling curiga, sering bertengkar, intimidasi dan kekerasan, tidak ada ketergantungan satu sama lain, dan pernikahan dini.
Diakuinya, “Soal perceraian ini kondisinya sudah stadium empat. Kareranya ia mengajak masyarakat untuk menaati regulasi yang mengatur perkawinan,” tegasnya.
Dekan Dr Fathonih menjelaskan, soal darurat perceraian itu bukan hanya tanggung jawab Pengadilan Agama, tetapi semua, termasuk lembaga pendidikan. Dalam kaitan ini, Fakultas Syariah dan Hukum menyuguhkan 40 SKS mata kuliah untuk menopang ketahanan keluarga. “Kami berharap banyak masukan dari seminar ini, untuk pengayaan kurikulum di FSH,” harapnya.
Selain itu, pada semester akhir mahasiswa diterjunkan untuk melakukan pengabdian di Klinik Hukum yang sudah dibentuk di Pengadilan Agama di berbagai daerah. Mereka berlatih mengatasi berbagai masalah yang muncul di masyarakat, termasuk masalah/konflik keluarga. “Hasilnya cukup membanggakan, banyak alumni yang lulus menjadi hakim, jebolan dari Knilik Hukum ini,” pungkasnya.
Seminar Nasional Hukum Keluarga Darurat Percerain ini merupakan rangkaian acara Milad ke-24 Prodi Hukum Keluarga (AS) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN SGD Bandung yang diikuti oleh peserta para stakeholder dari Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Agama, Kantor Kemenang Kabupaten/Kota dan KUA se-Jawa Barat, para dosen serta mahasiswa.
Untuk acara talkshow “Nikah Muda, Apakah Seindah yang Dibayangkan?” Demo make up; Pameran Budaya Pernikahan Daerah; Karnaval; dan Live Music akan digelar pada hari Jumat tanggal 4 Mei 2018 di Aula Abdjan Soelaeman UIN SGD Bandung. [Humas Al-Jamiah]