UINSGD.AC.ID (Humas) — Upaya mewujudkan kampus unggul berbasis rahmatan lil alamin, UIN Sunan Gunung Djati menggelar Seminar Internasional bertajuk memperkuat kemitraan untuk pengembangan pendidikan di Indonesia dan Ethiopia yang berlangsung di Gedung O. Djauharuddin AR, Kamis (5/9/2024).
Dengan menghadirkan narasumber: Prof. Dr. H. Ahmad Ali Nurdin, PhD (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), H. Fakry Ramdani, PhD (Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan), Teshite Gudeta Guye (Vice President for Academic Affairs), Babiso Gemechu Herefa (Vice President for Student Affairs) yang dipandu oleh Kepala Pusat Internasional Office, Dr Munir, MA.
Dalam sambutannya, Rektor Prof Rosihon Anwar menyampaikan selamat datang kepada Abraham Dalu, President of Kuyera Adventist University, Dubale Gebeyahu Genbezo, Dilla University, para delegasi Kedubes Ethiopia di UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Selamat datang di Bandung, tempat Konferensi Asia Afrika, “Welcome to Pasundan, Kota Bandung diciptakan ketika tuhan sedang tersenyum, daerah lain tidak tahu?” paparnya.
Seminar ini sangat penting untuk memperkuat peran UIN Bandung sebagai internasionalisasi perguruan tinggi. Ini merupakan tantangan bagi Universitas untuk berdaya saing di tingkat global dan berkontribusi untuk pengembangan pengetahuan di dunia internasional
UIN Bandung memiliki visi Universitas “Menjadi Universitas Islam yang Unggul, Kompetitif, dan Inovatif berbasis Rahmatan lil Alamin di Asia Tenggara Tahun 2029”.
“Dengan rahmatan lil alamin itu bisa dimaknai bahwa kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung berkomitmen untuk menebarkan keberkahan dan kebaikan ke seluruh semesta,” terangnya.
Untuk kepemimpinan sekarang terdapat lima program unggulan; Pertama, internasionalisasi kelembagaan; Kedua, transformasi digital menuju kampus cerdas (smart campus); Ketiga, penguatan moderasi beragama dan gender; Keempat, peningkatan mutu SDM dan lulusan; Kelima, tata kelola kampus yang baik (good university governance).
Internasionalisasi merupakan cara Universitas untuk memperluas pengalaman akademik mahasiswa, dosen dan staf akademik secara global.
Dengan begitu dipandang perlu untuk memperkuat empat pilar kunci internasionalisasi: Pertama, kualitas pembelajaran (teaching quality); Kedua, kualitas penelitian (research quality); Ketiga, serapan lulusan (graduate employability); Keempat, daya saing internasional (international outlook).
Perguruan tinggi dituntut memainkan peran kunci untuk merespon perubahan dengan cepat dan dapat menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif dalam rangka menjalankan proses pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang berkarakter, cerdas, dan terampil memajukan ilmu dan teknologi.
Komponen utama konsep internasionalisasi adalah perekrutan mahasiswa internasional (luar negeri), program pertukaran civitas academica (mahasiswa, staf, dan dosen), internasionalisasi kurikulum dan pembelajaran, akreditasi internasional, program double degree, pengembangan kelas-kelas internasional, inisiasi terhadap asosiasi (dosen, mahasiswa, keilmuan, dan profesi) internasional, kegiatan-kegiatan ilmiah bereputasi internasional, serta kemitraan riset dengan institusi regional dan internasional.
Abraham Dalu, mengucapkan terimakasih atas sambutan hangatnya, untuk mengikuti seminar internasional ini, “Kita banyak belajar dari negara Indonesia, terutama Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan Spirit Bandung atau semangat momen Konferensi Asia Afrika 1955 jadi kompas dalam melakukan kerjasama, kebersamaan, dalam meningkatkan keberadaan suatu negara dan pendidikan jadi kunci dalam mencerdaskan kehidupan manusia,” paparnya.
Seminar menjadi salah satu bentuk kerja sama yang nyata dalam bidang pendidikan, “Melalui kerja sama ini diharapkan dapat mampu menghadapi situasi yang dihadapi. Pentingnya pendidikan dengan terus berkreasi, saling membantu, ikut andil dalam memecahkan persoalan jadi modal bersama untuk keluar dari segala krisis, konflik yang dihadapi. Kita banyak belajar dari Indonesia soal moderasi beragama, mengelola konflik,” jelasnya.
Dalam Pemaparannya, Dubale Gebeyehu Genbezo menjelaskan sejarah pendidikan Ethiopia dapat diklasifikasikan menjadi dua sebagai pendidikan tradisional dan modern.
“Sistem pendidikan tradisional negara itu, yang mencakup pendidikan pribumi dan gereja, berasal dari abad ke-4 M. Sistem ini terutama disediakan oleh Gereja Ortodoks Ethiopia dan merupakan bagian integral dari budaya dan praktik keagamaan Negara,” jelasnya.
Islam dan pendidikan misionaris Eropa memainkan peran penting sebelum diperkenalkannya pendidikan modern. Kehadiran Biara, dan Masjid dijadikan pusat pembelajaran.
“Lembaga pembelajaran tradisional dibagi menjadi dua sebagai ‘Kine-bet’ (perguruan tinggi sarjana) dan ‘meshaf-bet’ (sekolah pascasarjana). Mari kita sama-sama belajar karena Indonesia telah memberikan kontribusi nyata pada masyarakat Ethiopia, misalnya kita banyak memiliki kedelai dari Indonesia bisa belajar membuat tempel, berkat Indonesia banyaknya bambu dapat dimanfaatkan untuk anyaman, kerajinan. Semuanya dapat meningkatkan sumber daya manusia,” ujarnya.
Prof Ahmad Ali Nurdin menegaskan Ethiopia Adventist College, menjadi salah satu lembaga Kristen tertua di Afrika, kami berdedikasi untuk memberdayakan generasi mendatang tidak hanya untuk menjadi pemimpin terbaik di gereja, tetapi juga pemimpin integral di kantor-kantor pemerintah dan sektor swasta.
“Untuk konteks perguruan tinggi yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan melalui pembelajaran, pertukaran dosen dan mahasiswa, 3 konferensi bersama: Conference on Indonesian and African Culture (Indonesian-African Cultural Festival), Annual conference on Indonesian-African Public Administrations, Conference Religious Moderation in Islam and Christianity serta melakukan penelitian, publikasi,” ajaknya.
H. Fakry Ramdani, PhD menambahkan tentang pentingnya pendidikan kreatif dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kehadiran pendidikan kreatif yang selalu membahagiakan menjadi penting dan harus jadi perhatian bersama. Tentunya ini bisa dikerjasamakan antara kedua negara Indonesia dan Ethiopia, terutama kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan Kuyera Adventist University atau Dilla University,” tandasnya.