Selain Amandemen UU No 21/2008, UUS Perlu Merger

(UINSGD.AC.ID)- Dr H Dadang Husen Sobana, M.Ag memberikan tiga opsi atas temuan penelitiannya: Pertama, perlu amandemen Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atau yudicial review terutama pasal 68; kedua, melakukan merger beberapa unit usaha syariah (UUS) yang berada pada pulau yang sama; dan ketiga,  penerapkan Sharia Corporate Government Banking System.

“Opsi yang saya sodorkan mengacu pada kaidah hukum ekonomi syariah bidang pengembangan regulasi perbankan syariah, yaitu Tidak ada jalan yang paling progresif untuk mengembangkan bank syariah kecuali dengan kebijakan spin-off,” ungkap Dr Dadang, saat mempertahankan disertasinya pada Sidang Terbuka Pascasarjana UIN SGD Bandung, Selasa (01/12/2020).

Sidang promosi doktor dilakukan secara daring, dan live melalui channel Youtube. Disertasi bertajuk “Implementasi Norma Hukum Islam dalam Pengaturan Dual Banking System dan Spin Off pada Undang-undang Perbankan Syariah di Indonesia” ini, diketuai Dr H Ahmad Hasan Ridwan, M.Ag;  Asdir Program Pascasarjana UIN SGD. Dipromotori oleh Prof Dr HI Nurol Aen, MA; Prof Dr H Anton Athoillah, MM; dan Dr H Atang Abd Hakim, MA. Dan, diuji oleh tim oponen ahli: Prof Dr H Oyo Sunaryo Mukhlas, M.Si; Prof Dr Yadi Janwari, MA; Dr H Ending Sholehudin,M.Ag; dan Dr Deni Kamaludin Yusup, M.Ag.

Promovendus mengkaji seputar bank syariah terutama implementasi dual banking system di Indonesia, dengan kehadiran dua undang-undang yaitu UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No 07 Tahun 1992 tentang Perbankan. Proses transformasi peraturan perundang-undangan ini cukup  signifikan, terutama beberapa pasal pada UU Perbankan Syariah yang mulai mengakomodasi istilah spin-off  dari sebelumya dual banking system.

Transformasi yang cukup cepat, tepat  dan berani di tengah  masih adanya sebagian  masyarakat yang meragukan  terhadap eksistensi hukum bertransaksi di perbankan syariah. Walaupun ada keraguan, apakah dua sistem perbankan yang berlaku di Indonesia dapat berjalan dan berkembang secara beriringan? Atau justru dengan era Spin –off ini  diyakini lebih syar’i dan lebih mendekati keidealan sistem perbankan syariah yang bebas riba, ghoror dan maysir?

Menurut Dr Dadang, melalui spin-off ini pula diharapkan akan dapat mempercepat perkem­bangan industri perbankan syariah di Indonesia. Namun dalam UU Perbankan Syariah terdapat satu pasal krusial dalam konteks proses transformasi dari dual banking system ke era spin off –yakni pasal 68 ayat 1 yaitu Bagi UUS yang nilai asetnya telah mencapai 50% dari total aset bank induknya atau 15 tahun sejak berlakunya UU ini– maka wajib melakukan pemisahan UUS menjadi Bank Umum Syariah.

Dalam transformasi dari dual banking system dan Spin Off serta implikasinya secara hukum ekonomi syariah terhadap masa depan bank syariah, Dr Dadang menggunakan teori-teori hukum yang dianggap relevan dengan kajian tersebut. Teori utama (grand theory) yaitu teori hukum kritis, sedangkan teori menengah (middle range theory) yaitu teori perubahan hukum. Adapun teori aplikatif (applicative theory) yaitu teori maqashid syariah dan teori efektifitas hukum.

Ia berpendapat, transformasi norma norma hukum Islam ke peraturan perundang-undangan perbankan syariah merupakan hasil interaksi antara para ulama dengan elite politik serta penguasa yang dilakukan secara gradual (al-tadarruj) dan berkesinambungan. Mulai dari UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang baru mencantumkan “pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil,  ditindaklanjuti melalui UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, mulai dijelaskan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, kebolehan “Dual Banking System”.

Pada tahun 2008 melalui UU Perbankan Syariah menggunakan mekanisme Spin Off. Pelaksanaan dan pengaturan spin off ini selayaknya dikritisi, didukung serta dicari solusi untuk penyempurnaannya guna  menjamin masa depan bank syariah di Indonesia yang layak dan berdaya saing serta berkemajuan yang lebih murni syariah.

Mengacu kepada teori perubahan hokum, transformasi dari dual banking system ke spin off masih belum berjalan dengan baik. Hambatan utama dari sulitnya pelaksanaan spin off ini adalah kinerja keuangan unit usaha syariah yang belum bagus, sehingga unit usaha syariah kekurangan modal dan aset. Sedangkan salah satu strateginya adalah memperbaiki kinerja keuangan dari bank umum konvensional yang memiliki UUS tersebut dengan menggunakan analisis SWOT.

Mengacu pada teori maqashid syariah dan teori efektifitas hukum, transformasi dari Dual Banking System ke Spin-Off menyadarkan kita  bahwa aktivitas di perbankan syariah masuk ke dalam kategori hajjiyah. Yakni dalam rangka mewujudkan pemeliharaan harta (hifzh al-mal) yang berkeadilan dan memberikan ketenangan bagi para  investor serta nasabah, guna menghindari kesempitan dan kesulitan dalam beraktifias ekonomi secara umum.

“Produk dan jasa yang ditawarkan perbankan syariah pun selayaknya memberikan jaminan kehalalan serta kenyamanan  dan menghilangkan keragu-raguan kepada nasabah, investor dan pada pelaku usaha lainnya,” jelas Dr Dadang, yang juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Manajemen Keuangan Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN SGD.[nanang sungkawa]  

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *