Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan

“Harta” teristimewa yang selalu menjadi kejaran, dan objek buruan utama wartawan, bukanlah jabatan, bukan pula kedudukan. Bukan emas permata, juga bukan intan berlian.

“Harta” terindah yang menjadi obsesi dalam setiap harinya, bahkan terkadang terbawa hingga mimpi itu, tiada lain,  adalah mendapatkan berita luar biasa, unik, menarik, memikat, dan penting untuk diinformasikan kepada khalayak medianya.

Bagi seorang wartawan, berita bisa muncul, paling tidak, karena dua hal. Pertama, karena se-buah peristiwa atau kejadian yang memiliki nilai berita, entah karena keluarbiasaannya, keunikan-nya, dampaknya, entah karena faktor daya tarik lainnya. Kedua, karena ide atau pendapat super brilian dari seorang tokoh penting tentang sesuatu yang sangat berguna bagi suatu kemaslahatan.

Ketika mengejar berita, memburu fakta, dan menggali data, seorang juru warta nyaris dapat dipastikan ‘berambisi’ untuk mendapatkan yang terbaik. Segala keahlian dan kemampuannya ia curahkan secara optimal, dengan satu harapan memperoleh data dan fakta ekslusif, akurat, benar, dan bermanfaat bagi publik.  Karena itu, kendati harus berjibaku, dan berhadapan dengan beragam tantangan dan risiko apa pun, seorang wartawan akan terus melangkah. Ia tak akan menyerah, juga tak kenal lelah selama ‘harta’ buruannya belum berhasil ‘dijinakkan’.

Banyak peristiwa yang terjadi di sekitar kita, tapi tak banyak yang dapat diberitakan. Banyak pendapat, ide, atau gagasan  yang muncul dari to-koh-tokoh di kita, tapi nasibnya sama, tak banyak yang dapat dijadikan berita. Bila ini yang terjadi, maka ini merupakan ‘firasat buruk’ bagi  seorang wartawan, karena ia akan berhadapan dengan musim paceklik berita.

Wartawan yang baik, bukanlah wartawan yang sekadar menanti ‘durian runtuh’.  Wartawan yang terlatih nalurinya sebagai jurnalis, tidak akan ada istilah musim sepi atau ‘kering’ berita.  Ke-mampuan ‘membaca’ fenomena, keahlian mene-lisik apa yang tersembunyi, dan kepiawaian ‘me-mungut’ apa yang tercecer akan sangat memban-tunya. Ia akan dengan cerdas membidik ‘sesuatu’ untuk menjadi sebuah berita. Intinya, wartawan tipikal ini akan selalu mampu memetik apa pun untuk menjadi berita yang bernilai.

Buku Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan ini mengupas ikhtiar wartawan di dalam ‘membaca’ sebuah peristiwa, dengan pesan inti bahwa war-tawan akan selalu mampu mengangkat sebuah peristiwa menjadi berita, selama ia memiliki ‘inde-ra keenam’ di dalam ‘melihat’ sebuah kejadian.  Pendeknya, akan selalu ada fakta yang bisa diberitakan.

Secuil informasi yang didapat dapat dikembangkan wartawan untuk menggali data dan fakta yang tercecer, bahkan mungkin tersembunyi di balik suatu peristiwa, yang sesungguhnya akan menarik diberitakan bila ia mampu memungutnya secara tepat, dan benar. Akan selalu ada yang menarik untuk diberitakan. Bisa untuk berita straight news, feature, depth reporting, bisa juga investigative reporting.

Paling tidak, itulah ‘promosi’ buku yang kami tulis ini. Mungkin isinya tidak sehebat  apa yang dipromosikan, tapi setidaknya, kami ber-harap, buku ini bisa menjadi sepercik sinar yang memberi cahaya penerang di tengah kebingungan kita mencari berita, dan menggali apa yang ingin kita beritakan. Buku ini jelas lebih banyak ke-kurangannya, dibanding kelebihannya, karena itu masukan dan sarannya sangat kami nantikan.[]

Judul Buku : Secangkir Peristiwa di Mata Wartawan
Penulis: Dono Darsono & Enjang Muhaemin
Cetakan I : Pebruari 2012
Tebal : xxii + 256 hlm
ISBN : 978-979-98266-9-5

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *