Sebagai Moderasi Islam di Indonesia UIN Bandung Siap Menjadi Panutan

Rektor UIN SGD Bandung, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si, ketika membuka acara Public Lecture bertajuk “Dinamika Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara Islam di Kawasan Asia” yang diselenggarakan Pogram Studi Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN SGD Bandung bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri-RI di gedung Rachmat Djatnika lantai IV, Kampus I, Jl. A.H Nasution No 105 Cipadung Cibiru Bandung, Selasa, sore (18/12/18).

Dihadiri Duta Besar Desra Percaya, Ph.D., Dirjend Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri-RI.

“Salasatu bukti dari model pengembangan nilai-nilai Islam moderat di UIN SGD Bandung yang bersumber dari Wahyu Memandu Ilmu. Ketika saya pergi ke Amerika bersama Rektor di lingkungan Perguruan Tinggi dalam menjalankan tugas. Tiba di bandara, hanya saya yang dijemput oleh orang Indonesia yang kebetulan alumni dari kampus. Inilah bukti nilia-nilai kesantrian. Takdimnya seorang murid kepada guru,” ungkap Prof Mahmud.

Keberadaan Islam Nusantara, sangat spesifik dimana ekspresinya secara intelektual, kultural, sosial, dan politiknya berbeda dengan ekspresi Islam yang berada di belahan dunia yang lain. Islam Indonesia merupakan perumusan Islam dalam konteks Sosio-Budaya Bangsa yang berbeda dengan pusat-pusat Islam di Timur Tengah.

“Jadi, Islam di Indonesia berkembang sesuai dengan budaya lokal yang menopangnya. Islam hadir dengan wajah yang penuh kedamaian, kesejukan dan inilah yang harus menjadi perhatian bersama umat Islam Indonesia,” jelas Prof Mahmud Lagi.

“Karakteristik agama dan keberagamaan kita merujuk pada paham keagamaan Islam moderat, yakni sebuah paham keagamaan yang mendorong terhadap prilaku keagamaan yang toleran. Prilaku saling menghormati diantara sesama umat beragama. Islam moderat nampaknya menjadi model pemahaman Islam yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia,” tegas Prof Mahmud.

Menurut Dekan FAH, Dr. H. Setia Gumilar, M.Si mengatakan, “Dalam kontek Jawa Barat, upaya menghadirkan Islam moderat itu. Dengan merujuk pada khazanah lokal berupa naskah kuno. Keinginan mewujudkan Pusat Studi Islam Sunda, bisa diwujudkan melalui penggalian naskah-naskah kuno. Dengan cara mengumpulkan dan melakukan kajian-kajian sejarah Islam di tanah Sunda yang tidak lepas dari penyebaran Islam oleh Sunan Gunung Jati. Dimana Cirebon menjadi Pusat Dakwah-nya,” paparnya.

Menurutnya, jadi Islam yang moderat itu dapat ditampilkan bukan dengan marah-marah, caci-maki dan kekerasan.

“Keberadaan naskah-naskah kuno di keraton-keraton Cirebon, diyakini bakal membantu dalam memperkaya khasanah sejarah dan peradaban Islam di tanah Sunda. Dimana keraton memiliki sumber-sumber primer yang nantinya menjadi bahan kajian akademis. Mengingat mayoritas naskah di keraton Cirebon berisi tentang ajaran-ajaran tarekat, keislaman, dan pemerintahan kolonial,” papar Dr. H. Setia Gumilar, M.Si.

“Dengan demikian, untuk kontek Jawa Barat meneladani nilai-nilai dan ajaran Sunan Gunung Djati. Menjadi sebuah keharusan dalam rangka menegaskan jati diri Islam moderat yang menghadirkan nuansa dan wajah Islam yang sejuk, indah, damai dan menjungjung tinggi segala perbedaan. Karena keragaman merupakan sunnatullah,” jelasnya lagi.

Bagi Cecep Herawan, Dirjend Informasi dan Diplomasi Publik, menjelaskan acara “Public Lecture” merupakan rangkaian dari Diplomacy Festival (DiploFest), DiploFest, Kementerian Luar Negeri yang berupaya untuk menghadirkan Diplomasi di tengah masyarakat.

Melalui acara ini diharapkan, masyarakat terutama generasi muda. Sebagai “Aset Diplomasi Bangsa”, dapat mengetahui upaya-upaya yang sudah dilakukan Kemlu dalam turut serta melindungi, mensejahterakan dan mencerdaskan bangsa. Serta berpartisipasi aktif menjaga perdamaian dunia.

Cecep Herawan menyampaikan, kegiatan ini dapat meningkatkan peran aktif masyarakat dan generasi muda dalam berbagai kegiatan Diplomasi.

“Melalui Diplofest, Kementerian Luar Negeri secara khusus berupaya mengenalkan tugas-tugas Diplomat Indonesia di berbagai negara. Dan organisasi Internasional, kepada kalangan muda. Sebagai generasi penerus pelaku Diplomasi di masa depan,” pungkasnya. (MIF)

Sumber, Beredukasi 20 Desember 2018

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *