Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung menggelar National Seminar on Culture, Arts, Language, and Literature (NSoCALL) dengan menghadirkan narasumber Dr. Lina Meilinawati Rahayu, SS., M.Hum. (Ketua Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad), Ardianto Bahtiar, S.S., M.Hum (Balai Bahasa Jabar), yang dipandu oleh Lili Awaludin, S.S., M.A. di Aula Utama FAH, lantai IV, Kampus I, Jl. A. H. Nasution No 105 Cipadung Cibiru Kota Bandung, Rabu (13/11/2019).
Seminar nasional dari rangkaian Pekan Ilmiah (PIM) IV itu dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag dihadiri Dekan FAH, Dr. H. Setia Gumilar, M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. H. Dadan Rusmana, M.Ag, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Dr. H. Dedi Supriadi, M.Ag., M.Hum, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama, Dr. H. Ading Kusdaiana, M.Ag, Ketua Jurusan Sastra Inggris, Dr. Andang Saehu, M.Pd., Ketua NSoCALL, Ika Yatmikasari, S.S., M.Pd., seluruh dosen Sastra Inggris, dan mahasiswa semester 7.
Dalam sambutaanya, Prof. Rosihon sangat mengapresiasi upaya Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) dalam meningkatkan kualitas dan mutu akademik, sehingga lulusanya siap menghadapi sertifikasi AUN-QA.
Mengingat tantangan di era digital revolusi industri 4.0, keberadaan perguruan tinggi menghadapi 5 Mega-trands dalam sektor ini; pertama, Demokratisasi pengetahuan dan akses. Kedua, Kompetisi pasar dan pendanaan. Ketiga, Mobilitas global. Keempat, Teknologi digital. Kelima, Integrasi dengan industri.
“Untuk itu, kegiatan PIM yang dimulai dari acara NSoCALL ini harus mampu menghasilkan output yang real.Caranya dengan terus mengembangkan kurikulum yang sesuai kondisi sekarang, lapangan pekerjaan, sehingga lulusan kita semakin siap bersaing secara global dan mendapatkan sertifikasi AUN-QA pada tahun mendatang,” tegasnya.
Dekan FAH, Dr. H. Setia Gumilar, M.Si, menegaskan seminar nasional jurusan Sastra Inggris (NSoCALL) ini merupakan pembuka dari kegiatan Pekan Ilmiah (PIM) sebagai ikhtiar FAH dalam rangka peningkatan mutu akademik, dan terus memberikan stimulus pada sivitas akademika agar meningkatkan kompentensi akademiknya untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompetitif.
Melalui kegiatan Pekan Ilmiah (PIM) IV ini diharapkan menjadi wahana peningkatan budaya literasi dan publikasi ilmiah bagi para dosen dan mahasiswa, baik di lingkungan FAH secara khususnya dan UIN SGD Bandung secara umum.
Dengan adanya kegiatan PIM IV yang diawali dengan seminar jurusan Sastra Inggris ini dapat menjadi distingsi, kekhasan dan keunggulan FAH yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan Fakultas, siap bersaing untuk berkompetisi dengan lulusan perguruan tinggi lain di tengah-tengah era revolusi industri 4.0 yang berbasis pada wahyu memandu ilmu dan bersinergi dengan nilai-nilai akhlak karimah.
“Mudah-mudahan dengan terselenggaranya seminar digital humanities, kajian ini dapat kita jadikan bahan, materi untuk pengembangan kurikulum pada jurusan Sastra Inggris yang rencananya akan dilakukan workshop pada bulan Januari, sehingga lulusan dari FAH itu siap bersasing secara global,” paparnya.
Menurut Ardianto digital humanities ini sangat berkaitan dengan peminian teknologi digital, hingga level nano yang menimbulkan tersimpannya triliunan informasi berupa teks, gambar, video, dan animasi.
Digital humanitis memiliki ciri multidisiplin. Perspektif yang digunakan adalah bersifat teknologi “miniaturisasi”, informasi tekstual, informasi hermeneutik, dan futuristik. Digital humanities menempatkan aplikasi sebagai sebuah entitas yang memiliki tingkat kepentingan yang sejajar dengan teori-teori sains pada umumnya.
“Ini menjadi tantangan digital humanities sebagai sebuah pendekatan dalam memahami masa depan umat manusia, terutama manusia Indonesia, khususnya manusia Jawa Barat. Lokasi terdekat Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati. Jadi, persoalan kita bukanlah pada teknologinya, tetapi pada penafsiran (hermeneutis) atas informasi yang tersebar secara megamassif,” jelasnya.
Bagi Lina, mari kita jadikan digital humanities ini sebagai teman baru karena dalam kehidupan sehari-hari tanpa terasa saat ini, kita sudah dihadapkan pada kenyataan teknologi yang sulit dihindari mulai dari penggunaan smartphone, pembauaran emoney, pemesanan barang-barang melalui online dan sebagainya. “Semua ini merupakan produk dari lahirnya digital humanities,” paparnya.
Menurutnya digital humanities dalam kaitannya dengan sastra dapat menjadi objek kajian sastra secara digital. Namun, meskipun demikian sastra klasik semestinya tetap dilestarikan ditengah-tengah berkembang pesatnya media studies dan digital humanities.
“Keberadaan digital humanities ini sangat berkontribusi untuk kemanusiaan dan ilmu pengetahuan. Untuk itu, kita dan digital humanities sangat erat. Prinsip dalam hidup itu, memberi dan menerima, masalanya apa yang bisa kita berikan? Sebagai contoh, dengan banyaknya digitalisasi naskah. Kontribusi kita terhadap manuskrip itu dilakukan penelitian, pengkajian, studi naskah sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan dan keberlangsungan kita,” tegasnya.
Ika Yatmikasari, S.S., M.Pd, Ketua NSoCALL 2019 menuturkan tema media studies dan digital humanities diusung dengan konsiderasi bahwa era industri 4.0 tidak bisa diabaikan karena terus merambat seiring dengan perkembang zaman, sehingga masuk ke dunia anak-anak.
“Ini terbukti dengan ditugaskannya anak-anak SD untuk mencari informasi dari internet, misal nencari pakaian adat, tarian daerah, dan makanan khas dari berbagai provinsi,” ujarnya.
Ika menegaskan acara NSoCALL dibagi kedalam dua bentuk, yakni sesi panel dengan menghadirkan 2 pembicar utama (Dr. Lina Meilinawati Rahayu, SS., M.Hum., Ardianto Bahtiar, S.S., M.Hum) dan 54 peresenter di sesi paralel dari UIN SGD Bandung, Uninus, Unpad, Unpas, UPI, dan UIN Syarif Hidayatullah, Jakkarta yang berlangsung di gedung V dari pukul 13.00 – 16.00 WIB.
Andang mengungkapkan bahwa kajian humaniora digital ini sebetulnya bukan hal baru karena pada seminar tahun sebelumnya pernah dikaji dari perspektif sastra klasik.
“Kajian humaniora digital kali ini lebih menekankan pada bagaimana para mahasiswa memperoleh wawasan lebih untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan kesempatan yang disuguhkan oleh media studies dan digital humanities,” pungkasnya.(rls/IS)
Sumber, Intro News 14 November 2019