Membimbing jamaah umrah PT Qiblat Tour, yang pada kali ini seluruh jamaahnya adalah pengelola dan agen Sik Clothing merupakan pengalaman baru. Pada setiap pemberangkatan, selalu saja ada hikmah dan pelajaran yang dapat diambil oleh pembimbing untuk mengarungi kehidupan di kemudian hari. Disamping itu relasi dan pendekatan dengan para pembimbing senior di PT. Qiblat Tour, misalnya H. Sodik Mudjahid, H. Dedi Mulyasana, H. Aden Rosadi memberikan banyak pengalaman hidup yang penting untuk dicerna dan diimplementasikan.
Pada perjalanan umrah reguler yang 9 hari, selalu saja ada kesempatan bagi kami untuk dapat menikmati sajian sayyid al-ayyam sebaik-baiknya hari, yakni hari jumat. Entah itu pelaksanaan sholat jumat di Masjid Nabawi Madinah, atau di Masjid Haram Mekkah. Perhelatan ritus ibadah yang tentu sama dengan apa yang dilakukan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Karena ibadah shalat jumat adalah kewajiban (bagi laki-laki) untuk melaksanakannya. Akan tetapi, selalu saja ada yang berbeda dari setiap prosesi ritus di dua tanah haram itu.
Kondisi internal setiap jamaah umrah yang fokus pada ibadah, adalah faktor utama yang membedakan jumat di tanah haram dengan di negera asal. Tak ayal lagi, persiapan maksimal dilakukan, bahkan kami kerap meng cancel kegiatan ziarah luar Mekkah dan Madinah untuk “fokus” pada sajian jumat yang telah Allah sediakan bagi umat-Nya. Faktor kedua adalah faktor sosiologis, masyarakat dan mukimin di sekitar tanah haram begitu antusias menghadapi shalat jumat. Sehingga kondisi ini menjadi magnet agar jamaah umrah pun lebih antusias. Dan faktor ketiga adalah figur khatib dan imamnya, terkadang kita terbawa hanyut dalam semangat, sedih karena khutbah atau bacaan sholat yang emosiaonal disampaikan khatib.
Jumat, 10 Januari 2014 kami mendapatkan kesempatan untuk menikmati jumat di Masjid Nabawi, Madinah. Sebagaimana biasa faktor-faktor di atas membuat jamaah sangat antusias. Secara garis besar, inti dari khutbah jumat itu adalah bahwa dalam kemahakuasaan-Nya, Allah menyertakan sunnatullah yang harus dipelajari dalam kapasitas manusia sebagai khalifah dan hamba-Nya. Agar peran sebagai khalifah optimal, umat Islam harus menguasai ilmu tentang sunnatullah. Karena jika sunnatullah itu tidak dipelajari, akan menjadikan umat semakin terbelakang. Sunnatullah itu salah satunya adalah hukum alam. Hukum alam diketahui bahkan dikuasai manusia melalui sains.
Isi khutbah jumat tersebut mendorong kira untuk melakukan refleksi tentang pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan umat. Sebelum pesawat terbang dimanfaatkan untuk transportasi berangkat ibadah haji, perlu berbulan-bulan waktu perjalanan melalui jalur laut. Lima tahun terakhir, ibadah haji dan umroh telah menjadi primadona, dengan antusiasme yang tinggi di kalangan umat Islam karena transportasinya yang mudah, hanya butuh 9 sampai 10 jam perjalanan saja.
Khawatir bencana banjir membesar di Jakarta, hujan pun dapat dimodifikasi dan dibuang ke laut. Komunikasi dan pengiriman data sangat dengan mudahnya dilakukan. Dunia sudah dilipat, seolah batas demografi tak lagi membatasi, karena canggihnya teknologi informasi dan komunikasi. Berada di Tanah Suci, tapi tetap terkomunikasi dengan keluarga di rumah dapat dilakukan setiap saat. Ini lah salah satu buah dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun harus diakui, pengembangan ilmu pengetahuan sedikit yang dilakukan umat Islam. Kita lebih banyak menjadi umat konsumen. Sudah saatnya sains dipelajari sedari kecil, pun demikian ilmu agama. Sehingga akan lahir para cendekiawan muslim, yang tidak hanya fasih dan menguasai kajian Islam dengan mendalam, tapi juga menguasai bidang sains seperti fisika, kimia, biologi dan yang lainnya.
Kita merindukan Habibie-Habibie baru lahir, tidak hanya seorang muslim yang taat, namun sangat cerdas dan diakui dunia. Kejayaan umat Islam di masa lalu karena kecintaannya kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Di era keemasannya, Bait Al-Hikmah di era Khalifah Al-Makmun menjadi simbol historis, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat luar biasa. Artinya arah atau guideence dari seorang pemimpin menjadi signifikan.
Tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua untuk fokus pada upaya pengembangan sumber daya manusia sebagai kekuatan utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menjadi tanggungjawab bersama karena pengembangan sumber daya manusia bukan hanya tanggungjawab madrasah, sekolah, pesantren atau perguruan tinggi, tapi juga keluarga sebagai tempat utama proses pendidikan. Ibarat rantai proses, diawali dengan keluarga, pendidikan formal dan lingkungan, pengembangan sumber daya manusia harus benar-benar dikembangkan dengan baik.
Di rumah lah, anak akan belajar mencintai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di rumah lah, tradisi pengembangan ilmu pengetahuan dapat dikembangkan. Rasa ingin tahu anak yang sudah muncul sejak usia tiga atau empat tahun harus didukung sepenuhnya, dengan memberikan jawaban plus pengetahuan awal yang memadai. Sediakan fasilitas cukup agar mereka siap dengan perubahan yang berlangsung begitu cepat. Berikan bekal memadai akhlaq mulia dan pengetahuan agama yang mendalam. Dengan begitu, ketika mereka masuk ke sekolah dasar, menengah dan perguruan tinggi, tidak hanya kecintaannya kepada sains yang membekas, tapi juga luhur moralnya dan menyadari perannya sebagai khalifah di muka bumi yang berperan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat untuk umat manusia.
Hari jumat memiliki waktu yang sedikit sebagai waktu yang tepat untuk beribadah dan berdoa (sebagaimana hadist Nabi Muhammad yang diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh Bukhari Muslim), apalagi bagi orang yang berada di dua masjid yang sangat bermakna dan prestisius, Masjid Nabawi dan Masjid Haram. Bagi para jamaah umrah, penting untuk mendapatkan pencerahan melalui transformasi gagasan yang disampaikan oleh para khatib di dua masjid tersebut. Mudah-mudahan Allah Swt memberikan balasan kebaikan kita. Wallahu ‘alam bi al-showwab.
H. Dindin Jamaluddin, Pembimbing Umroh dan Haji Qiblat Tour, Dosen FTK UIN SGD Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat 28 Januari 2014