(UINSGD.AC.ID)-Dalam sebuah kesempatan mengikuti kajian di Masjid Nabawi, salah seorang mursyid menegaskan, dakwah Islam sangat berhutang budi kepada sososk Ustman bin Affan, Abdurahman Ibn Awf, Zubair Ibn al-Awwam, Thalhah Ibn Ubaydillah, dan Sa’ad Ibn Abi Waqash. Mereka sahabat Nabi dan da’ipreneur yang terkenal kaya raya di zamannya. Selain dermawan kepada sesama, merekapun sangat dermawan kepada Islam. Dalam hal finansial, terutama yang dibutuhkan Rasulullah untuk berperang, dari tangan mereka mengalir donasi.
Kekayaan dan kedermawanan yang mereka praktikan telah berhasil memantik kaum kafir di zamannya untuk inklusif dengan Islam. Hingga ditemui dalam catatan sejarah, bahwa konversi iman, atau perpindahan agama dari kafir menuju Islam, diantaranya dipantik dengan kehadiran sosok da’i yang diasosiasikan sebagai pribadi yang kaya raya dan dermawan.
Secara substantif dakwah adalah usaha sistemik dalam internalisasi, difusi, insitusionalisasi dan transformasi Islam. Melalui usaha sistemik itu, dakwah memiliki dua orientsi mulia, yakni mewujudkan khairul bariyah, kesolehan individual dan khairul ummah, kesolehan sosial. Terkait dua orientasi ini, pada praktinya dakwah memiliki dua bentuk utama, yakni dakwah bi ahsan qaul dan bi ahsan ‘amal (Qs. Fushilat ayat 33). Ahsan qaul adalah dakwah yang berbasis pada kompentesi tutur sapa yang santun. Sedangkan ahsan amal adalah dakwah yang berbasis pada ragam pemberdayaan umat termasuk pemberdayaan ekonomi.
Secara historis, eksistensi da’i sangat akrab dengan dunia enterpruneur. Bahkan para ulama menarik simpulan, bahwa bisnis, berwirausaha dan segala ragam aktivitas untuk keberdayaan diri dan umat, itu bagian dari misi profetik baginda Nabi. Karena itu, dalam sejarah masuknya Islam ke Nusantara, ditemui fakta yang tak terbantahkan, bahwa Islam disebarkan oleh para da’i yang memiliki spirit enterpreneur. Hingga dengan keberdayaan ekonomi, mereka memiliki kekuatan untuk memberdayakan ekonomi ummat.
Sekaitan dengan itu, pada era disrupsi yang sangat menghajatkan kompetensi enterpreneur, seorang da’i sejatinya memiliki wawasan yang mumpuni tentang ekonomi Islam, baik pada sisi hitoris, theologis, filosofis maun praktis. Dengan begitu ia akan memiliki tangungjawab dan cita-cita yang besar dalam pemberdayaan ekonomi umat dalam visi terciptanya kesolehan sosial.
Melalui kompetensi enterpreneur pula, para da’i akan memiliki kemampuan dalam membaca fenomana yang terjadi dalam posisi sebagai grass root understanding dan world class competence. Sebagai grass root understanding, para da’i akan mempraktikan the warm’s eye view; sudut pandang cacing yang langsung bergumul dengan berbagai problematika masyarakat bawah. Sedangkan dalam world class competence, ia akan menerpakan the eagle eye view, sudut pandang elang yang bisa menerawang akurat tajam ke depan dalam membaca visi masa depan umat
Dalam kompetensi enterpreneur yang mumpuni, pada ranah kognisi, seorang da’i akan mencerahkan dan mencerdakan wawasan ekonomi umat, ia menjadi thnk thank, tangki berfikir umat. Pada ranah afeksi, ia menjadi motivator yang bisa membangkitkan move on umat ketika dihadapkan pada kesenjangan ekonomi. Pada kutub ini, ia menjadi semacam mood booster bagi umat. Sementara pada ranah psikomtor, daipreneur menjadi uswah dan qudwah atau role model dalam hal keberdayaan ekonomi, karena terlibat langsung dalam ragam usaha pemberdayaan ekonomi Umat sebagaimana lima da’ipreneur sekaligus sahabat Nabi yang hebat di atas. Semoga.
DrAang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat 13 Desember 2022