“Belajar-mengajar” adalah proses kegiatan yang bersiasat, terencana dan terukur. “Belajar-mengajar” secara umum meniscayakan adanya persiapan, aktivitas pengajaran yang dilakukan dan tindakan evaluasi. In optima forma.

Harap diketahui. Yang menjadi sasaran pembelajaran adalah manusia dengan segala keunikannya. Manusia dengan seluruh dimensi kecenderungannya, maka aktivitas “belajar-mengajar” harus bisa menyentuh, membangkitkan kesadaran dan menggali potensi anak didik (manusia) sehingga mereka menyadari potensi yang dimiliki dan gembira untuk mengaktualisasikannya.

“Belajar-mengajar” dengan itu adalah keseluruhan tindakan sadar yang dilakukan oleh pengajar atau pendidik untuk menjadikan anak didik sebagai pusat penggalian pengetahuan dan sikap. Sebagai pusat, ia tidak diposisikan sebagai “benda mati”, seumpama objek mati yang seluruh gerak-geriknya diukur berdasarkan takaran dan pengawasan subjek. Bersama pengajar atau pendidik, mereka dipososikan seumpama setara sebagai sama-sama pembelajar.

Jika dikerangkakan secara hirarkhis, terdapat tiga komponen yang menjadi conditio sine qua none dari proses “belajar-mengajar” itu. Level pertama adanya kurikulum, level kedua adanya RPS dan level ketiga adanya aktivitas pembelajaran.

Sudah pasti, kegiatan belajar-mengajar meniscayakan adanya kurikulum. Seumpama gambaran besar atau grand design, kurikulum menjadi matra utama dari kegiatan belajar-mengajar yang hendak dilakukan. Ia menjadi alas yang paling dasar dari tindakan belajar-mengajar.

Jika kegiatan belajar-mengajar adalah kegiatan yang sadar, terencana dan terukur, maka belajar-mengajar dengan itu meniscayakan rentang waktu tertentu. Harap maklum, anak didik sebagai manusia mustahil “dibentuk” melalui proses yang sekali jadi. Harus ada strategi waktu, harus tersusun tenggang masa yang menjadi dasar bahwa belajar-mengajar adalah aktivitas yang membutuhkan proses dan kesabaran.

Kesadaran tentang adanya kemestian waktu dan masa tempuh belajar-mengajar inilah yang melahirkan istilah RPS (Rencana Pembelajaran Semester). RPS dengan itu dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang cara pemenuhan capaian pembelajaran dengan menggunakan ragam bahan kajian, dengan strategi/metode pembelajaran yang tepat dan melalui assessment yang benar.

RPS wajib disusun oleh pengajar. Ia menjadi semacam rancangan untuk memandu peserta didik agar memliki kemampuan sesuai dengan capaian yang ditetapkan kurikulum, bukan pada kegiatan dosen mengajar.

Harap diketahui, dalam mekanisme RPS pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center learning). Dan RPS wajib ditinjau dan disesuaikan secara berkala dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Harap diingat pembuatan RPS bukanlah kegiatan yang sembarangan, RPS yang dibuat harus diverifikasi oleh sistem penjaminan mutu sebagai dasar bahwa ia sah untuk dijadikan panduan dalam aktivitas belajar mengajar.

Demikian. Mari membuat RPS dengan gembira. Semoga aktivitas belajar-mengajar yang kita lakukan menjadi berguna dan tidak sia-sia.

Allahu a’lam[]

Bandung, 13 November 2019

Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *