Risalah Kelapangan Hati

Robbisrohli Sodri wayassirli amri wahlul ‘uqdatanmillisani yafqohu qouli. (Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lancarkanah lidahku agar mereka memahami perkataan ku).

Menjalani hidup, menyelesaikan masalah yang dihadapi, bukanlah perkara mudah. Tak jarang, karena kesulitan menemukan jalan keluar, kegagalan menemukan solusi bagi persoalan yang dihadapi, orang sering terjebak pada rasa putus asa dan prustrasi. Banyak contoh yang bisa kita lihat, ada orang yang dengan “gagah berani” melakukan gantung diri, terjun bebas dari gedung yang tinggi sampai minum racun serangga. Contoh-contoh tersebut menjadi bukti dan gambaran yang jelas, bahwa kesulitan hidup dan kegagalan untuk menemukan jalan keluar sering menjadi godaan dan pemicu bagi kita untuk mengambil jalan pintas menghindari kesulitan hidup dengan cara-cara yang tidak benar yang tidak sesuai dengan tuntunan ajaran agama.

Islam sebagai jalan sempurna yang menuntun umatnya untuk bertindak benar mengharamkan penganutnya melakukan tindakan yang keliru. Bunuh diri, dengan dalih apa pun adalah jalan keluar yang salah dan terlarang untuk dilakukan [QS. An-Nisaa’ : 29].  Isyarat al-Qur’an sangat jelas, bahwa bunuh diri sebagai akibat dari rasa putus adalah jalan yang biasa ditempuh oleh mereka yang dikategorikan kafir ([QS. Yusuf : 87]. Jelaslah, bahwa bunuh diri sebagaimana penegasan al-Qur’an adalah tindakan yang dilakukan orang yang melampaui batas [QS. Az-Zumar : 53].

Jika Islam adalah jalan sempurna. Dan jika al-Qur’an adalah panduan di sepanjang kehidupan manusia, bagaimanakah menyikapi persoalan dan kesulitan hidup yang sering kita hadapi?

Bermohonlah kepada Allah untuk selalu dimudahkan segala urusan kita. Bermunajatlah kepada-Nya supaya Dia Yang Maha Sempurna tak membebani kita dengan sesuatu yang kita tak sanggup mengembannya. Dawamkanlah pinta di setiap do’a, supaya Dia Yang Yang Maha Perkasa mampu menunjukkan jalan keluar ketika kesulitan hidup menghampiri. Hampirilah Dia Yang Maha Indah dengan pujian juga seruan supaya menghadiahi kita dengan akal yang diberkati sehingga ketika kesulitan menghampiri kita bisa dengan cepat keluar dari masalah dan segera menemukan solusinya.

Al-Qur’an sebagai mukjizat dan penawar segala derita umat manusia menghadiahi umat Islam kalimat permohonan, doa, juga pinta yang luar biasa indahnya sebagaimana tertulis dalam QS Thaha: 25-27. Ia dianjurkan untuk didawamkan dibaca tidak hanya ketika kita disergap kesulitan yang menghampiri tetapi juga menjadi mutiara yang pantas kita wiridkan sehari-hari. Doa itu adalah Robbisrohli Sodri wayassirli amri wahlul ‘uqdatanmillisani yafqohu qouli (Ya Allah lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku dan lancarkanah lidahku agar mereka memahami perkataanku).

Doa itu dimulai dengan kata “Rabb” (dalam bahasa Arab kata Rabb berarti raja, penguasa, atau pemilik, yang dalam konteks Islam merujuk kepada Allah. Pertanyaannya tentu saja, kenapa mesti kepada rabb, kepada Allah kita memohon? Karena Allah-lah pusat gravitasi seluruh denyut kehidupan manusia. Allah-lah alfa dan omeganya sejarah manusia. Kita memohon kepada Raja dan Penguasa kehidupan supaya dilapangkan jalan yang hendak kita tempuh.

Lalu kenapa mesti “dada” yang pertama kali kita mohonkan kepada Allah untuk dilapangkan. Dada menunjuk kepada hati. Hati bisa dimaknai sebagai pangkal keyakinan yang sering menjadi muasal segala persoalan yang dihadapi manusia. Karena tak yakin pada Kemahakuasaan Tuhan, manusia sering berpaling pada sosok lain, apakah itu dukun, benda, kuasa ataupun harta. Robbisrohli Sodri, secara tegas hendak menyatakan bahwa keyakinan terhadap rabb-lah yang bisa melapangkan jalan yang akan ditempuh manusia.

Robbisrohli Sodri juga adalah cambuk bagi untuk senantiasa eling, ingat kepada Allah. Hati atau dada yang kosong dari asma dan dzikir kepada Allah menjadi tempat dan kesempatan untuk syetan masuk ke dalamnya. Manusia yang eling dan ingat kepada Tuhan akan dijauhkan dari godaan syetan: Syeiton wedi ning wong kang eling pangeran.

Wayassirli amri. Dan mudahkanlah segala urusanku. Kepada Rabb juga lah kita memohonkan untuk dimudahkan segala urusan. Sebab hanya Dia-lah solusi tepat yang pantas kita gantungkan seluruh harapan dan keinginan. Segala urusan berarti meliputi segala hal yang manusia butuhkan. Apakah itu kebutuhan material atau juga spiritual.

Kebutuhan material adalah seluruh kebutuhan yang kerap menjadi orientasi kehidupan manusia di dunia: harta, kedudukan, pekerjaan dan yang lainnya. Memohon kepada rabb untuk dimudahkan segala urusan dunia berarti kita meminta kepada-Nya supaya cara kita mendekati dan mendapatkan dunia tetap tetap ajeg, istiqomah dan lurus sesuai dengan keinginan-Nya. Inilah dimensi methabolisme ketika Tuhan memerintahkan manusia untuk bersih dan menggunakan cara-cara yang baik dan halal ketika kita hendak mendapatkan dunia. Cara mendekati dan mendapatkan dunia yang baik dan halal sangat berpengaruh pada upaya manusia untuk mendapatkan kebutuhan lain yang berdimensi spiritual. Tubuh sehat yang terisi dengan makanan yang baik dan halal menjadi jembatan untuk lebih ingat dan eling kepada Allah: duwe badan ayu batur diberisi. Eling Alloh mesti bakal diwelasi.

Wahlul ‘uqdatanmillisani yafqohu qouli. Lancarkanah lidahku agar mereka memahami perkataanku. “Mulutmu harimau-mu”. Kita sering mendengar pepatah itu yang berarti selamat tidaknya seseorang sangat tergantung dari apa yang dikatakannya. Kata-kata yang keluar dari mulut kita bisa menjadi sebab apakah kita beroleh derajat mulia atau hina (Falmaru yaslamu biliisanihi wa ya’tub).

Memohon kepada rabb supaya dilancarkan seluruh perkataan kita berarti kita meminta kepada Tuhan untuk setiap omongan yang kita keluarkan. Apa-apa yang keluar dari mulut kita supaya menjadi kebaikan dan ajakan untuk lebih dekat kepada Allah Swt. Bukan seberapa banyak omongan yang kita mohonkan untuk dilancarkan tapi seberapa bisa perkataan kita bernilai dan menjadi jembatan manusia yang lain untuk eling dan dekat kepada Allah.

Omongan. Perkataan atau lisan adalah hasil dari proses berpikir. Ketika kita meminta kepada Tuhan dilancarkan apa-apa yang kita katakan, sebenarnya kita memohon kepada Tuhan supaya cara kita berpikir, usaha kita menganalis segala hal dengan akal sesuai dengan tuntunan dan keinginan Tuhan. Berpikir yang benar adalah berpikir yang menautkan akal sebagai alatnya hanya kepada Tuhan semata. Memohonkan supaya dilancarkan apa-apa yang kita katakan sebetulnya kita memohon diberikan ilmu pengetahuan yang benar dan bermanfaat bagi kehidupan. Salimna ya Allah.[]

 

Radea Juli A. Hambali, Pengajar Filsafat pada Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter