[www.uinsgd.ac.id] Sedikitnya lahan pekerjaan dan lifeskill yang rendah menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Angka pelamar kerja jauh melambung tinggi dibandingkan kesempatan pekerjaan yang tersedia. Begitu banyak usia produktif di Indonesia yang menjadi pengangguran. Termasuk kaum perempuan.
Fenomena itulah yang membuat sebagian wanita Indonesia memutuskan untuk mencari pekerjaan di negeri orang. Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di luar negeri seringkali menimbulkan polemik. Baik itu soal legalitas, maupun masalah penganiyaan. Seringkali, terjadi kasus memalukan saat seorang bapak memperkosa anak kandungnya sendiri, karena ditinggal istri yang bekerja ke luar negeri.
Menanggapi hal tersebut, Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. KH. Deddy Ismatullah, SH., M.Hum, mengungkapkan, TKW lebih banyak memberikan madharat dibanding manfaat. “Dengan menjadi TKW itu banyak yang harus dikorbankan. Seorang TKW pasti meninggalkan anak, dan suami mereka, dan itu menjadi masalah baru untuk ke depannya,” ujar Deddy, seusai menjadi Khatib Jum’at di Mesjid Agung Sukabumi, Jumat (4/1), seperti SuaraPublikOnline.com.
Mengenai pekerjaan, tambah Deddy, yang juga Ketua MUI Kota Sukabumi ini, menegaskan, kaum pria yang harusnya mencari nafkah. “Meskipun TKW disebut sebagai pahlawan devisa bagi negara, namun sudah sepantasnya pria yang lebih dominan dalam urusan mencari nafkah,” terangnya kepada
Deddy juga menegaskan, kesetaraan gender yang selama ini menjadi alasan, bukan berarti wanita bebas melakukan seperti apa yang dilakukan kaum pria. Ada kode etik yang harus ditaati dalam masalah tersebut.
Menurut Deddy, ketika seorang wanita meninggalkan anak dan suaminya berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, maka wanita itu telah melalaikan kewajibannya yang harus dilaksanakan.
Dalam menanggapi masalah tersebut, diakui Deddy, dirinya telah berdiskusi dengan Ketua BNP2TKI, Moh. Jumhur Hidayat. “Kasus TKW ini sudah kami diskusikan dengan Ketua BNP2TKI, guna menentukam langkah terbaik ke depan,” tandasnya