(UINSGD.AC.ID)-Kepribadian yang diharapkan dapat diraih dari ibadah Ramadhan adalah ketakwaan. Kepribadian yang tak hanya berdimensi vertikal ritual, tetapi juga kepada sesama manusia dan lingkungan (horizontal).
Begitulah sifat dari Islam, lengkap dan sempurna, tak hanya material, tetapi juga spiritual. Seimbang, tak ada yang diistimewakan salah satunya. Jika pun selalu diingatkan tentang akhirat yang abadi, itu karena manusia cenderung lalai, dunia lebih dicintai.
Sebagai proses, shaum merupakan madrasah bagi setiap muslim yang setiap helaan napasnya ibadah. Sedari pagi hingga tidur, seorang muslim ditempa untuk menjadi insan bertakwa. Sebulan harus dimaknai sebagai pemodelan dalam rangkaian kehidupan selama setahun ke depan.
Bagi yang kekurangan, sakit atau kepayahan, diberikan keringanan tanpa kehilangan makna dan keutamaan. Jadikan ibadah Ramadhan cara terbaik menempa diri menjadi pribadi yang ikhlas dan sabar.
Bukankah Tuhan menyampaikan kabar gembira bagi yang bersabar? Mereka yang siap, isilah sepenuhnya dengan kebajikan dan menjadi jalan mendekatkan diri pada Tuhan. Kita yang sehat, sanggup dan diberikan kelebihan, puasalah dan berbagilah sepenuh hati. Tolonglah tetangga dan saudara yang bingung untuk berbuka dan sahur dengan apa, karena sedang sempit rezekinya.
Madrasah kepribadian
Ramadhan merupakan madrasah kepribadian yang menyajikan banyak mata pelajaran keutamaan. Menjadi penuntun bersikap, berpikir, beramal dan spiritual menuju Tuhan. Ramadhan juga adalah ibadah ekslusif karena langsung berkaitan dengan Allah Yang Maha Rahman. Kita sebagai muslim, setiap tahun ditempa untuk terus meninggi derajat ketaatan. Terefleksi dalam kebajikan yang tidak hanya berdimensi vertikal, tetapi juga horizontal.
Apabila takwa hanya dapat dinilai langsung Tuhan, manusia dapat menilai langsung kebajikan. Takwa dan kebajikan tak dapat dipisahkan, karena beragama itu tidak hanya untuk Tuhan, tetapi juga demi kebaikan lingkungan dan kemanusiaan.
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat. Tetapi kebajikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin, musafir, peminta-minta, memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan memberikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itu lah orang-orang yang benar, mereka itu pula orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 177).
Dari ayat tersebut, tampak jelas bahwa tak cukup hanya dengan beriman kepada Allah Swt, kita juga dituntut untuk berbagi dan berbuat saleh secara sosial.
Praktiknya antara lain dengan cara memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim dan orang miskin, musafir, dan peminta-minta. Lalu memerdekakan hamba sahaya, memberikan zakat dan menepati janji. Perintah Al Quran tersebut ditujukan kepada manusia agar menjadi yang benar dan bertakwa.
Manusia bertakwa itu pemberi terbaik, dilakukannya waktu lapang maupun sempit. Ruang memaafkannya luas tanpa batas. Mampu menahan kebencian dan tetap berbuat baik kepada yang telah zalim kepadanya sekalipun.
Al Quran menyebut orang yang bertakwa untuk menggambarkan mereka yang dicintai Allah Swt, yakni mereka akan mendapatkan kebahagiaan abadi, kemenangan dan selalu dilindungi. Berbahagialah mereka lulusan terbaik Ramadhan. Sebagaimana dijanjikan Allah Yang Maha Rahman, manusia yang bertakwa diberikan kelebihan berupa anugerah petunjuk untuk membedakan kesalahan dan kebenaran. Mendapatkan jalan keluar pada setiap kesulitan. Dimudahkan segala urusan serta dilimpahi berkah dalam kehidupan.
Iu Rusliana, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Bandung
Sumber, Kompas, 14/04/2021, 12:51 WIB