Berbahagialah kita, di tengah musibah corona, shaum Ramadhan hadir menyapa. Bulan ini sangat istimewa, dan bagi kita yang menjalaninya dengan sungguh-sungguh, akan mendapatkan limpahan pahala.
Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan bahwa ibadah shaum diwajibkan pada tahun kedua hijriyah, sebelum terjadi perang badr.
“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah. Diwajibkan atas kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dikunci dan setan-setan dibelenggu. Pada malam ini terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa yang berhalangan dari kebaikan bulan itu, niscaya dia adalah orang yang merugi (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Oase di padang gurun, begitulah Ramadhan tahun ini. Bekal energi untuk sanggup melewati masa sulit. Di atas kesiapan fisik dan materi, musibah corona ini membutuhkan kekuatan iman untuk melewatinya. Bulan ini disusul dengan hari raya Idul Fitri, di mana Allah Swt membentangkan kasih sayang dan anugerah-Nya kepada kaum muslimin.
Mungkin pengalaman ini sama ketika orang tua kita di zaman perjuangan kemerdekaan. Apabila dulu melaksanakan ibadah shaum sambil melawan penjajah, kini, sembari menghadapi pandemi Corona. Istimewa karena bagi seorang Muslim, shaum adalah energi spiritual dahsyat. Buahnya pun jelas, bagi yang berhasil akan meraih predikat takwa, bagi yang gagal hanya berupa haus dan lapar semata.
Tidak sekedar bersifat individual, namun nilai-nilainya meluas menjadi ketakwaan sosial. Kesalehan tak hanya bersifat vertikal (hamba dengan Tuhan), tapi juga bersifat horizontal (sesama manusia dan dengan makhluk lain yang juga merupakan ciptaan-Nya).
Istilah takwa, jika dirujuk ke makna awalnya, merupakan bentuk mashdar dari kata ittaqâ-yattaqi, yang bermakna menjaga diri dari segala yang membahayakan. Dalam Al-Quran, kata taqwa disebut 258 kali dalam berbagai bentuk dan konteks. Makna umumnya dipahami sebagai upaya seorang beriman untuk menjalankan semua perintah, dan menjauhi larangan.
Manusia bertakwa akan selalu menebar kebaikan kepada sesama dalam kondisi lapang dan sempit. Ruang memaafkannya luas. Mampu menahan kebencian dan berbuat baik kepada yang telah zalim kepada kita sekalipun. Bukankah ini merupakan energi hebat untuk melahirkan masyarakat yang saling percaya dan penuh cinta.
Al-Quran menyebut orang yang bertakwa untuk menggambarkan mereka yang dicintai Allah Swt. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan abadi, mendapatkan kemenangan, dilindungi selalu oleh Allah Swt.
Tentu saja, butuh kesadaran kolektif untuk mendorong agar kesalehan individual menjadi kesalehan sosial, dari ketakwaan individual menjadi ketakwaan sosial. Karena demikianlah sejatinya, pada hal yang sederhana saja, kita tidak disebut orang beriman bilamana tidak mencintai tetangga atau saudaranya, seperti mencintai diri sendiri. Akidah yang personal, selalu tak terpisahkan dari dimensi sosial.
Sebagaimana dijanjikan Al-Quran, manusia bertakwa akan diberikan kelebihan dianugerahi petunjuk untuk membedakan yang benar dan salah. Mendapatkan jalan keluar pada setiap kesulitan yang dihadapi. Dimudahkan segala urusannya serta dilimpahi berkah dalam kehidupannya.
Saatnya kesadaran kolektif untuk mengimplementasikan kebaikan dalam kehidupan sosial di tengah pandemi corona menjadi kebutuhan. Semoga wabah ini tak menjadikan kita terpuruk, tapi naik kelas menjadi manusia mulia. Wallaahu’alam
Iu Rusliana, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber, Okezone Rabu 22 April 2020 00:19 WIB