Wisuda ke-81 UIN Bandung kali ini mengambil tema yang sangat atributif, yaitu “Aktualisasi Pesan Moral Sunan Gunung DJati dalam Menghadapi Tantangan Zaman”. Tema ini ingin mencoba mengenalkan atau mengingatkan kembali pesan-pesan moral Sunan yang namanya dijadikan identitas kampus yang tahun 2020 menempati rangking 1 di Indonesia versi Scimago International Ranking (SIR).
Berbagai instrumen pun disesuaikan untuk mendukung tema tersebut, terutama backdrop-nya. Nuansa klasik ala Cirebonan berupa tugu gerbang bata merah sengaja dipasang untuk mengingatkan pusat pusaran dakwah sang Sunan, yaitu di wilayah Cirebon. Remembering ini terpatri kuat pula pada vidio pembuka wisuda ini, yaitu foto kolosal masa lalu dan foto jadul kampus kita yang tercinta.
Musik latar Sunda dipilih untuk mengingatkan tataran Pasundan, wilayah yang menjadi peta dakwah sang Sunan. Wilayah ini adalah tempat pergumulan antara pesan langit (wahyu) dengan pesan bumi (local wisdom), yang mana Sang Sunan berhasil mengawinkan antara keduanya tanpa konflik berarti.
53 tahun lamanya nama Sang Sunan melekat dengan erat pada identitas kampus ini. Pesan-pesan moralnya telah melebur dalam semua aktivitas di dalamnya. Maka, sangat relevan jika pesan-pesan moralnya menjadi bekal bagi para wisudawan untuk menapaki langkah yang telah direncanakan, mengais asa yang telah dibangun, menata rencana yang telah ditata, dan mendekap masa depan yang telah dimimpikan.
Pak Rektor, dalam sambutan pada wisuda ini, setidaknya telah mengungkap tiga pesan moral dari Sang Sunan:
Pertama, pentingnya budi pekerti luhur/akhlak mulia sebagai acuan dalam menata langkah dan mengukir derap hidup. Ini tentunya juga sebagai pesan utama dari Nabi kita. Sudah dapat dipastikan, para wisudawan akan berada pada wilayah kerja yang bervariasi. Nah, apa pun itu pekerjaan Anda, di manapun Anda mengabdikan diri, dengan siapapun Anda bermitra, maka jadikanlah budi pekerti luhur sebagai patrinya. Banyak kesuksesan, begitu banyak survei menyimpulkan, berawal dari kecerdasan emosional. Dan budi pekerti yang luhur adalah salah satu wujud kecerdasan emosional.
Kedua, pentingnya menyeimbangkan kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Pesan ini diambil dari petuah penting dari Sang Sunan, yaitu “Ingsun titip masjid lan fakir-miskin (Saya titip masjid dan fakir-miskin)”. Masjid adalah simbol ritual, sedangkan fakir-miskin adalah simbol sosial. Ya, keduanya harus seimbang, tidak boleh dipisah.
Ketiga, menghargai kearifan lokal. Pesan moral ini bukan hanya sekedar tentang bagaimana para wisudawan menghargai dan mengakui kearifan kearifan setempat, tetapi juga tentang bagaimana beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Ini sangat penting dalam merajut cita-cita yang telah ditata.
Dua vidio yang dimunculkan memperteguh tema besar di atas. Ananda Farid, sebagai aktor vidio “Sepenggal Kisah dari Kawasan Tapal Kuda”, adalah mahasiswa dari keluarga yang bersahaja. Ia sudah mandiri semenjak kecil. Selesai kuliah dengan prestasi membanggakan: Hapal al-Qur’an 30 juz, IPK tertinggi di Fakultasnya, dan meraih banyak prestasi. Ini adalah tentang bagaimana waktu, potensi, dan kesempatan dikapitalisasi menjadi sebuah kesuksesan.
Vidio kedua adalah “Wisudawan tak Bertoga”. Ananda Dina adalah sosok penuh perjuangan dalam menggapai asa. Ia memperjuangkannya sampai titik terakhir tatkala Allah memanggilnya. Semoga Allah mendekapnya dengan kasih-Nya. Ini adalah tentang bagaimana kegigihan dan kesungguhan harus dimiliki untuk menggapai kesuksesan, bahkan sampai ajal menjemput.
Tiga lagu yang dibawakan dengan apik oleh para mahasiswa turut memperkuat tema wisuda itu. Lagu “Enta eh” (Apakah yang terjadi padamu?) yang dipopulerkan oleh penyanyi Beirut kawakan, Nancy Ajram, kira-kira berisi pertanyaan tentang apa dan siapa kamu/Anda, pertanyaan tentang kekinian Anda saat ini. Pertanyaan entang entitas jati diri Anda.
“Enta eih.. mesh kfaya aalaik Tegrahni” (Apakah yang terjadi padamu.. Tidak merasa cukup bagimu menyakitiku). Inilah salah satu liriknya. Jangan sampai menyakiti tanah air! Jangan sampai menyakiti orang tua! Jangan sampai menyakiti almamater! Maka, berbuatlah yang terbaik untuk mereka semua.
Lagu “Ibu/Ayah” yang dipopulerkan Iwan Fals dan Ebbiet G. Ade adalah penegasan perlunya meminta restu dari keduanya. Sertakan doa-doa terbaik mereka dalam langkah-langkah menapaki jalan kehidupan.
Lagu Doel Sumbang “Naha Salah?” sebenarnya temanya kesetiaan cinta. Ini sebagian liriknya: “Sapanjang anjeun satia, akang moal rék khianat….Cinta akang moal unggut kalinduan. Sapanjang anjeun satuhu, akang moal rék midua….Cinta akang moal gedag ka anginan”. Yah, tentang kesetiaan. Jangan khianati cinta almamater kepada kalian semua para wisudawan.
Akhirnya, saya mengucapkan selamat kepada para wisudawan. Semoga ajaran moral Sunan Gunung Djati benar-benar dapat diaktualisasikan dalam setiap langkah-langkah kalian. “Do not ever look for your past if you can’t learn from it, and do not worry of your future if it only holding you back from moving forward.”
Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag., Wakil Rektor I UIN Sunan Gunung Djati Bandung.