(UINSGD.AC.ID)-Penulis mendapatkan amanat dari PT. Qiblat Tour mendampingi jamaah calon umrah untuk berkunjung ke tanah Turki. Amanat mendampingi jamaah umrah bagi pembimbing bukan saja melayani dan mendampingi tapi membimbing ibadah sebagai hal yang utama. Amanat disebutkanoleh Allah Swt salah satunya pada Q.S. an-Nisa; 58, yang artinya; ”Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Amanat bagi setiap calon jamaah umrah sangat krusial, karena hakikat perjalanan umrah bersumber dari Allah Swt, itu menjadi amanat transenden. Kemudian diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu dari Nabi Muhammad Saw, yang artinya “Umrah satu ke Umrah lainnya adalah penebus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga”. Maka, umrah sebagai steppingstone menjadikan manusia lebih baik dari sisi manapun yang ia mampu.
Turki adalah negara yang terletak di dua benua, Asia dan Eropa, dengan sejarah panjang Turki Ustmani, penaklukan konstantinopel oleh Muhammad al-Fatih dan lainnya menjadikan Turki sebagai salah satu negara yang layak dikunjungi untuk dijadikan pelajaran. Pemerintah Turki sejak akhir desember 2021 membebaskan visa kunjungan bagi turis dari Indonesia, kebijakan tersebut memberikan kesempatan lebih mudah meng-explore Turki. Pesannya, bahwa setiap diri manusia adalah unik dan memiliki distingsinya masing-masing. Manusia akan menjadi superior dan baik, tergantung pada dirinya. Seperti hal-nya tanah Turki, menjadi destinasi wisata karena -misalnya- kebijakannya membebaskan visa bagi warga Indonesia. Peribahasa mengingatkan “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”, maka setiap diri manusia harus berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk diri dan lingkungannya.
Jamaah calon umrah yang berangkat ke Turki berasal dari berbagai latar belakang, baragam usia, dan tentu saja berbagai macam karakter. Keragaman adalah keniscayaan (kepastian), tidak ada yang persis sama. Pesan keragaman ini menjadi pesan yang substantif bagi kita. Karena beragam, maka penyelesaiannya harus melihat dari berbagai sudut pandang. Keragaman akan kita temukan jauh lebih jelas saat di tanah haram, beragam etnis dari penjuru dunia manapun akan tunduk dengan meneteskan air mata saat duduk tersungkur di raudhah, atau saat mendekap erat di multazam dengan menyampaikan banyak sekali permohonan dan doa serta permintaan ampun kepada Allah Swt.
Manusia yang beragam dari warna, status sosial dipastikan tidak ada yang paling mulia di hadapan Allah Swt selain yang paling taqwa (Q.S al-Hujurat; 13).
Taqwa banyak sekali modelnya, misalnya shaum di bulan Ramadhan, atau 4 sifat utama orang takwa menurut Ali bin Abi Thalib (takut kepada Allah, beramal dengan apa yang diwahyukan oleh Allah, merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah, dan senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian). Takwa juga merupakan hal yang ada di dekat-dekat kita, menahan amarah atau memberi maaf misalnya. Dua perilaku itu terlihat sederhana, namun sulit implementasinya. Karenanya, memperbaiki diri dapat manusia lakukan melalui hal-hal yang ada di sekitar kita, karena hal itu sebagai investasi jangka panjang. Kita memberikan senyuman kepada lebih banyak orang atau meng-up grade strata sosialnya, merupaka bagian dari kebaikan, dan tahapan kualitas takwa.
Dokumentasi menjadi list yang harus ada saat kunjungan wisata. Tempat-tempat ikonik di Turki, selalu dijadikan background foto yang menarik. Istana Topkapi, selat Bhosporus, Bursa menjadi beberapa tempat yang layak dijadikan background foto. Kehidupan manusia memiliki dokumentasinya masing-masing, mulai lahir, tumbuh berkembang, berada pada titik puncak, layu dan kembali kepada Allah Swt. Setiap manusia sama fasenya dari datang kemudian pergi, ada untuk tiada, lahir lalu meninggal. Sebagian orang berkata “nikmatilah hidup, karena hanya sekali”, maka orang-orang menggunakan beragam cara untuk mendapatkan kenikmatan hidup. Lain halnya dengan keyakinan seorang muslim, hidup tidak sebatas kematian, ketiadaan dan kepergian semata. Lebih dari itu, saat seorang muslim hidup, harus memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya, serta keyakinan bahwa fase setelah kematian merupakan akibat dari sebab yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Oleh karena itu, dokumentasi-dokumentasi kehidupan kita tentu harus berwarna, tapi bukan artifisial. Foto kita perlu menampilkan angle yang pas, bukan sisi positif nya saja, pun pasti pernah merasakan negatifnya.
Bagi jamaah umrah, pelajaran dari tanah Turki hanya sebagian kecil dari apa yang dapat diraih di tanah-tanah lain. Akan tetapi, tanah-tanah khusus, tempat-tempat mustajab tidak mungkin kita temukan di tempat-tempat lain, yakni di tanah haram. Rasa syukur atas panggilan Allah Swt bagi jamaah calon umrah harus dimanifestasikan melalui ibadah yang maksimal. Harus memahami benar tentang syarat sah-nya solat, karena solat adalah tiang agama. Jamaah umrah perlu memahami batas-batas najis bagi pakaian yang dikenakan saat solat. Dan tentu saja, menjaga kemabruran umrah. Wallahu ‘alam
H. Dindain Jamaluddin, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber, Pikiran Rakyat 08 November 2022