Kesuksesan dan seluruh pencapaian kehidupan yang diraih hakikatnya merupakan pertolongan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Tiada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah Yang Mahaagung. Karena itu, jangan pernah berhenti memohon pertolongan dari-Nya. Ikhtiar kita mungkin hanya sejengkal, tapi Allah memberi kita ratusan meter dan seterusnya. Ikhtiar tak selalu berbanding lurus dengan hasil. Kadang ada keajaiban dan begitulah Tuhan memberikan karunia dan keberkahan.

Kehidupan tak selalu mudah. Ada banyak ujian yang dijumpai, baik menimpa kepada pribadi maupun kelompok. Namun, bagi mukmin, seberat apa pun musibah, selalu yakin dengan perto longan yang Allah berikan. Tidak mengeluh, mengutuk, apalagi sampai putus harapan. Pertolongan Allah sungguh amat dekat. Pada saat cobaan memuncak beratnya, maka kelapangan pun semakin dekat hadirnya.

Allah tidak menjadikan kemudahan datang setelah kesulitan, tetapi Dia telah menyiapkan kemudahan bersamaan dengan datangnya kesulitan. Mari tengok sirah nabawiyyah, betapa pertolongan Allah hadir begitu nyata. Di Perang Badar, Perang Khandaq, semua membuktikan hal tersebut. Bahkan, terkadang pertolongan itu datang pada detikdetik terakhir saat terdesak.

Contoh lain, pada saat penandatanganan Perjanjian Hudaibiyah. Saat itu, cukup banyak sahabat Nabi SAW yang mengira umat Islam di ambang kekalahan. Sebab, beberapa klausul perjanjian itu tidak adil terhadap umat Islam. Namun, dengan penuh keyakinan, Rasulullah menenangkan mereka. Akhirnya terbukti, kaum Muslimin dapat menaklukkan Kota Makkah sehingga kekalahan berada di pihak kaum musyrikin.

Mari renungkan kandungan surah an-Nashr. Ada berita gembira, perintah kepada Nabi ketika telah berhasil menggapainya, serta isyarat peringatan atas kejadian yang akan mengikuti keberhasilan itu. Allah memerintahkan Rasul-Nya bertasbih dan memohon ampunan-Nya.

Karena itu, ketika kita mendapatkan kemenangan, wajib mensyukuri dan memohon ampunan- Nya. Sebagaimana Rasulullah SAW mendapati kalau dirinya masih belum optimal dibandingkan betapa besar nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya, sehingga manusia paling agung itu pun merasa masih banyak kekurangan untuk memenuhi hak- Nya tersebut sebagaimana mestinya. “Sesungguhnya itu merupakan kebodohan dalam hatiku. Dan sungguh aku beristighfar kepada Allah dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR Muslim). Wallahu a’lam. []

Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si, Rektor UIN SGD Bandung.

Sumber, Hikmah Republika 26 Agustus 2019

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter