Persjarikatan Oelama dan Al-Ittihadijatoel Islamijjah: Analisis Historis Organisasi Cikal Bakal Persatuan Ummat Islam (1911-1952)

Organisasi massa Persatuan Ummat Islam yang kemudian disingkat PUI merupakan gabungan dari dua organisasi massa Islam yang tumbuh dan didirikan oleh orang Jawa Barat.  Kedua organisasi itu adalah  Perikatan Ummat Islam  berpusat di Majalengka dengan tokoh pendiri Abdoel Halim dan Persatuan Ummat Islam Indonesia berpusat di Sukabumi dengan tokoh pendiri Ahmad Sanoesi (Wanta, 1991h: 1). 

Perikatan Ummat Islam merupakan organisasi yang pada awal didirikannya pada 1911 bernama Madjlisoel ‘Ilmi.  Pada November 1916, atas petunjuk dan bantuan Tjokroaminoto (presiden SI), diganti menjadi Persja¬rikatan Oelama (PO) dan mendapat rechtspersoonlijkheid (diakui secara hukum oleh pemerintah) pada 1917.  Persja¬rikatan Oelama bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi (Chalim, 1932: 7). Di samping Persja¬rikatan Oelama pria, Abdoel Halim mendirikan organisasi Persjarikatan Oelama wanita, bernama Fathimijah dan Pemuda Persjarikatan Oelama   (P3-O) (Shaleh, 1966: 18-21).  Baru pada awal pendudukan Jepang 1942, nama Persja¬rikatan Oelama diganti menjadi Perikatan Oemmat Islam (POI) (Ambary, 2006: 252-253).

Seperti halnya Perikatan Ummat Islam, organisasi Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) juga mengalami pergantian nama. Pada awal didirikannya, November 1931 bernama Al-Ittihadijatoel Islamijjah (AII) (Lubis et al., 2009: 16).  Al-Ittihadijatoel Islamijjah pertama kali berkantor pusat di Tanah Tinggi No. 191, Kramat, Batavia Centrum (Mawardi, 1985: 81-82; Nurani, 2005: 53; Lubis et al., 2009: 16). Organisasi Al-Ittihadijatoel Islamijjah  bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, sekaligus menjadi wadah pergerakan nasional untuk menanamkan harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan (Iskandar, 1993: 14; Falah, 2009: 79-82). Namun, meskipun Al-Ittihadijatoel Islamijjah bukan organisasi politik, pendidikan politik yang diajarkan Ahmad Sanoesi mengakibatkan organisasi itu menjadi yang paling militan di Priangan Barat (Wanta, 1991g: 15; Iskandar, 1993: 15; Lubis et al., 2009: 17;  Falah, 2009: 88).

Pada masa pemerintah Pendudukan Jepang dari Pebruari 1942 hingga Agustus 1945 –sesungguhnya mereka  memiliki kebijakan yang sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi umat Islam. Hanya saja, sikap politiknya berbeda. Selain itu, pemerintah Pendudukan Jepang tidak menghendaki adanya perkumpulan dan organisasi pergerakan bangsa Indonesia. Pemerintah Pendudukan Jepang cenderung menyukai hubungan langsung dengan ulama daripada dengan para  pemimpin perkumpulan atau organisasi pergerakan. Sehingga, ke¬tika dibentuk Giin Cuo Sangi In (Dewan Perwakilan Rakyat buatan Jepang di Jakarta), para pemimpin organisasi besar Islam itu, termasuk Abdoel Halim dan Ahmad Sanoesi diangkat menjadi Anggo¬ta Dewan. Dewan ini kemudian menjadi BPUPKI (Gunseikanbu,1986: 430).

Setelah Indonesia Merdeka (17 Agustus 1945), terjadi gejolak antar-golongan, tidak terkecuali di kalangan kaum Muslim. Dalam situasi dan kondisi itulah, Perikatan Umat Islam (PUI) dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) di Bogor  menjadi  Persatuan  Ummat  Islam (PUI).  Peristiwa itu berlangsung pada 5 April 1952/9 Rajab 1371 H (Wanta, 1991h: 33).[]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter