(UINSGD.AC.ID)-Jurusan Manajemen Keuangan Syariah (MKS), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggelar Webinar Nasional bertajuk Mata Uang Digital di Era Milenial: Antara Kenyamanan dan Keamanan Bertransaksi melalui aplikasi Zoom Meeting dan Live Streaming Youtube, Rabu (25/11/2020).
Gentur Wibisono, Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) KPW Jawa Barat, Yazid Afandi, Ketua Asosiasi Program Studi MKS se-Indonesia menjadi narasumber yang dibuka oleh Wakil Dekan III FEBI UIN Bandung Dr. Moh Zaky, M.Si dan dipandu oleh Ketua Jurusan MKS, H. Dadang Husen Sobana, M.Ag.
Gentur Wibisono, mengawali pembahasan bagaimana implementasi mata uang digital dalam lalu lintas perekonomian Indonesia dengan memaparkan Tugas dan Peran Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah agar tetap pada nilai fundamental.
“Untuk melaksanakan tugas tersebut, bank Sentral diberikan tiga mandat, yakni menjalankan kebijakan moneter, kebijakan sistem pembayaran sebagai fungsi paling tua, dan kebijakan Makroprudensial untuk merawat lingkungan perekonomian,” jelasnya.
Gentur memaparkan bagaimana evolusi uang dan sistem pembayaran di dunia sejak dahulu hingga beralih ke zaman inovasi teknologi seperti sekarang. “Akibat teknologi lebih maju dan Perbankan mengikuti, sekarang tidak hanya e-Banking, tetapi ada e-wallet yang dikembangkan oleh perusahaan non-Bank, seperti Dana, OVO, dan lainnya, itu digitalisasi. Uang yang dulunya kartal dan giral di elektronik-kan; dibuat menjadi tidak terlihat, dengan server sebagai basis datanya” tuturnya.
Gentur menjelaskan, digitalisasi ada karena kemudahannya untuk dilakukan serta mengefisienkan pengelolan keuangan oleh Bank Sentral. Gentur juga berpendapat, digitalisasi merupakan kunci dari pemulihan ekonomi di saat pandemi sekarang. Penurunan ekonomi yang terjadi diberbagai daerah disebabkan karena transaksi tidak terjadi.
“Inilah pentingnya peningkatan transaksi tanpa tatap muka (digital payment) dan berperan untuk akselerasi pemulihan ekonomi. Karena adanya distancing ini, kita mendorong bagaimana untuk men-digitalkan masyarakat, penjual dan pembeli, distribusi serta pemilik UMKM bisa di kelola dengan satu model bisnis yang tepat agar tidak terjadi kesusahan bertransaksi, ” lanjutnya.
Gentur memberikan tips untuk meminimalisir potensi buruk digitalisasi dengan lebih memperhatikan sistem sekuritas suatu financial technology. “pahami apa kebutuhan kita, pahami produk yang ingin digunakan, lembaga nya seperti apa, legalitasnya bagaimana, dan hitung dengan baik dan pahami resikonya. Misal terkait pinjaman, pastikan resikonya tidak membuat kita miskin, dan merusak lingkungan keuangan kita,” tutupnya.
Yazid Afandi, menyampaikan sejarah keuangan dengan perspektif Islam serta membahas bagaimana Islam memperlakukan dan menawarkan konsep tentang uang. “Meskipun uang bermetamorfosa, ada satu hal fundamental yakni bagaimana kita memperlakukan uang itu agar kita tidak merusak peradaban dan terbentur dengan kemaslahatan,” jelasnya.
Yazid turut membahas bagaimana hukum syariah memandang isu uang digital. Menurutnya, dinamika zaman dan berbagai kemajuan tidak bisa kita tolak, maka agama-pun harus mengakomodasi hal itu.
“Yang pas untuk kita jadikan kaidah ialah: ainama wujidatul maslahatu fatsamma hukmullah “ketika disitu kemaslahatan ditemukan, maka disitu ada hukum Allah” artinya apa? Artinya jika hari ini kita melihat bahwa adanya uang digital itu membawa dampak kepada kemasalahatan yang baik, maka syariah akan menerima itu,” ujarnya.
Kegiatan webinar ini diikuti oleh 586 peserta baik dari dalam maupun luar UIN Sunan Gunung Djati Bandung, mulai peserta dari STAIN Bengkalis Riau, UHAMKA Jakarta, STAI SMQ Bangko, Fakultas Ekonomid an Bisnis Islam Universitas Suryakancana Cianjur, Universitas Muhammad Thamrin Jakarta, IAIN Tulung Agung, IAIN Ambon sampai Universitas Islam Nusantara.