(UINSGD.AC.ID)-Ketika Pemerintah, DPR RI, dan Penyelenggara Pemilu “sepakat” dan ditetapkan tanggal penyelenggaraan Pemilu Nasional 14 Februari 2024 dan Pilkada Serentak 27 November 2024, sejatinya semua pihak konsen pada optimalisasi manajemen penyelenggaraan.
Apalagi, DPR RI pun berkomitmen tidak akan melakukan revisi terhadap UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubenur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang, maka “kewenangan” Pemilu sudah berada pada genggaman Penyelenggara Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)-lah yang seharusnya tampil untuk menerjemahkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.55/PUU-XVII/2019 yang memberikan enam alternatif Model Pemilu Serentak yang Konstitusional dalam Peraturan KPU (P-KPU). Sembari KPU pun melakukan berbagai perbaikan substansi P-KPU dengan merujuk hasil evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, sehingga penyelenggaraan Pemilihan Presiden, DPR, DPD, DPRD dapat lebih baik kendati waktunya berhimpitan dengan penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Walaupun kondisi KPU pun masih transisional karena penetapan hari H Pemilu dan Pilkada berbarengan dengan rekruitmen komisioner baru. Apalagi, hasil seleksi menunjukkan hanya satu komisioner wajah lama yang tertinggal. Namun, hal itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menoleransi kinerja KPU karena secara kelembagaan KPU sudah permanen, sehingga kontinuitas kinerja harus tetap terjaga.
Pengunduran
Namun realitasnya tidak seperti itu. Justru yang akhir-akhir ini mencuat ke permukaan dan menjadi wacana media massa adalah isu pengunduran penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pilkada Serentak 2024. Yang lebih mengagetkan, media massa mengabarkan isu tersebut ditiupkan dari para petinggi Partai Politik, setidaknya ada tiga pimpinan partai politik yang dikabarkan berkehendak Pemilu Nasional dan Pilkada Serentak 2024 diundur. Padahal DPR RI pun yang notabene kursinya “milik” partai politik sudah sepakat menetapkan tanggal penyelenggaraan.
Kendati secara historis, dalam perjalanan panjang sejarah demokrasi, Indonesia pernah “menunda” penyelenggaraan Pemilu, sehingga tidak periodik sebagaimana amanah konstitusi diselenggarakan dalam lima tahun sekali, yakni pada masa Pemerintahan Pak Soekarno dan Pemerintahan Pak Soeharto. Namun situasi dan kondisi politik saat itu sangat berbeda dengan masa sekarang dan “tradisi pelanggaran” terhadap konstitusi tidak harus dicontoh dan dipertahankan terus-menerus. Bahkan, selayaknya menjadi komitmen bersama untuk memperbaikinya.
Apalagi tingkat urgenitas pengunduran penyelenggaraan Pemilu pada masa ini masih debatabel karena belum ada alasan pembenar yang dapat meyakinkan seluruh rakyat untuk menyetujui dan memberikan dukungan. Secara konstitusional UUD NKRI 1945 dengan jelas mengamanahkan pada Pasal 22E Ayat (1), Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Yang dimaksud Pemilu adalah pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil presiden. Perihal penyelenggaraan Pemilu lima tahun sekali juga diperkuat melalui UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pada Pasal 167 Ayat (1), Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Dengan dasar hukum seperti itu, hampir tidak ada peluang untuk pengunduran Pemilu, sehingga melebihi batas waktu lima tahun.
Walaupun dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak, pengunduran pernah dilakukan melalui Perpu No. 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 1 tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang karena UU No. 10 tahun 2016 hanya mengatur Pilkada susulan dan Pilkada lanjutan, tidak ada norma yang mengatur penundaan Pilkada.
Perppu Pilkada memberi kepastian legalitas penundaan pilkada serentak secara nasional sebagaimana penjelasan pasal 201A, Pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID19) belum berakhir. Penundaan dilakukan bersyarat karena bencana pandemik covid-19.
Hentikan
Apalagi wacana pengunduran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 pun bergelindang dengan isu perpanjangan kekuasaan, baik jabatan presiden, kabinet, pimpinan dan anggota DPR, DPD, DPRD, bahkan mengarah ke isu jabatan presiden tiga periode. Hal itu makin mengaburkan konsentrasi berbagai pihak untuk ikut serta menyukseskan dan memperbaiki penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak, sekaligus membuka wacana publik yang makin simpangsiur dan sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, akan lebih bijak jika wacana pengunduran Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 segera dihentikan. Sekarang saatnya membawa rakyat pada wacana yang lebih kreatif untuk berkontribusi pada KPU agar mendesain penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 agar lebih baik, sehingga menghasilkan pemimpin bangsa yang lebih baik pula.
Semua pihak saatnya mendorong Penyelenggaraan Pemilu untuk tidak sekedar memenuhi hajat demokrasi dengan terjebak pada kesuksesan prosedural juridis. Pemilu sukses hanya karena memenuhi prosedur yang digariskan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pemilu yang sudah diselenggarakan lebih dari sepuluh kali ini, sudah saatnya berfokus untuk meraih kesuksesan substantif, yakni terpilihnya pemimpin yang pandai menentukan kebijakan memenuhi harapan rakyat; berpihak pada rakyat, sehingga sembako, BBM, gas elpiji, tarif dasar listrik, tarif tol, dan kebutuhan dasar rakyat tidak naik lagi. ***
Mahi M. Hikmat, Dosen Fakultas Adan dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati.
Sumber, Pikiran Rakyat 9 Maret 2022.