[www.uinsgd.ac.id]. “Perlu diingatkan bahwa Pendidikan Tinggi itu merupakan pilar utama dalam membentuk kemajuan dan karakter bangsa,” demikian diungkapkan oleh Dr. Reni Marlinawati, anggota Komisi X DPR RI saat memberikan materi pada acara Sosialisasi Undang-undang No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada PTAIS di lingkungan Kopertais Wilayah Jawa Barat dan Banten yang dipandu oleh Samsir di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor Sumedang, Rabu (22/11)
“Kekuatanya terletak pada pendidikan dan penelitian. Mudah-mudahan dengan adanya sosialisasi Undang-undang nomor 12 bisa melahirkan cendekiawan dan teknokrat. Jika tidak dikawal dan disosialisasikan, Undang-undang ini tidak akan sampai ke publik,” jelasnya.
Mengingat pendidikan di Indonesia itu sangat mundur. “Bayangkan dari segi mental saja kita lebih bangga dengan lulusan luar, enggan berhadapan dengan orang asing. Bahkan di Sekolahan SD Internasional banyak murid-murid yang tidak mengenal atau hapal lagu Indonesia raya. Jangankan Indonesia raya, Pancasila saja tidak hapal,” keluhnya.
“Jadi karakteristik bangsa dari segi dasar negara dan lagu kebangsaan tidak hapal. Mengerikan sekali. Hal ini tidak terjadi pada anak-anak SD, SMP, SMA saja. Maka wajar jika mereka masuk kuliah seperti anak-anak yang tidak memiliki karekter dan mengetahui pilar negara,” jelasnya.
Keberadaan Uundang-undang ini mengatur lulusan SMA supaya bisa melanjutkan kuliah. “Oleh karena itu, kita selaku pendidik, pengajar harus bisa menanamkan kepada murid-murid untuk bangga terhadap segala kemampuan diri sendiri dan bangsa,” tambahnya.
Ihwal penting dari materi sosialisasi, bukan terletak pada keputusan dan disahkanya undang-undang, “Karena materi ini sudah bisa dibaca, dipelajari dengan cara mendownloadnya, tetapi bagimana cerita dan perjuangan dibalik Undang-undang ini yang berkenaan dengan tarik ulurnya kepentingan antara kaum sekuler dengan pancasila,” paparnya.
“Akibatnya proses sekularisasi terus terjadi. Bayangkan dari segi materi drastis pelajaran agama tidak ada di sekolah-sekolah. Padahal pendidikan agama sebagai kuncinya dalam pembentukan karakter, kepribadian, watak bangsa tidak ada. Kalau pun ada waktunya hanya 90 menit dari seminggu,” keluhnya.
“Untuk itu, ijtihad dan jihad terpenting bagi saya ada dua; Pertama, Pada Undang-undang Kepramukaan berhasil memasukan kata-kata iman dan takwa. Perjuangan ini memakan waktu, lobi-lobi yang sangat panjang. Kedua, Pada Undang-undang Pendidikan Tinggi berhasil tetap memisahkan antara Depag dengan Diknas yang tetap ingin disatuatapkan melalaui Diknas. Dengan begitu sosilisasi Undang-undang ini perlu disebarluaskan mengingat pentingnya cerita, pengawalan dan perjuangan dibalik Undang-undang yang telah disahkan ini,” pesannya. [Ibn Ghifarie]