Imam Al-Syafi`i berijtihad pada abad ke dua hijrah. Kondisi sosial pada waktu sangat berbeda dengan yang ada sekarang. Pada waktu itu jenis kelamin menjadi bahan pertimbangan yang amat dominan dalam setiap aspek penetapan hukum yang diduga berhubungan dengan jenis kelamin. Pria, wanita dan khuntsâ disimpan pada kotak yang berbeda dan diperlakukan berbeda, termasuk dalam masalah hukuman karena pembunuhan.
Tampaknya, dewasa ini, membedakan bobot hukuman bagi pembunuh hanya karena pertimbangan jenis kelamin merupakan suatu tindakan yang kurang tepat. Karena, secara moral yang ia merupakan landasan bagi Hukum Islam, jiwa manusia itu semuanya dihormati tanpa harus mempertimbangkan jenis kelamin, usia, ras dan lain sebagainya.
Latar belakang masalah di atas menunjukkan bahwa tidak seperti dalam Hukum Pidana Barat yang kini diaplikasikan di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, dalam Hukum Pidana Islam jenis kelamin korban menjadi faktor penentu dalam penentuan bobot hukuman. Dari latar belakang di atas telah diketahui pula bahwa Imam Al-Syafi`i dalam karyanya Al-Umm (t.t., IX) sudah membahas tentang hukuman bagi pelaku pembunuh khuntsâ. Penelitian tentang pendapat ulama yang fokus utamanya pada aspek metodologis adalah merupakan bagian dari disiplin ilmu yang penulis tekuni di jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum.