Pemimpin yang Otentik

Pemimpin datang dan pergi. Ada pemimpin yang berisi tapi banyak juga pemimpin yang sekadar hadir menggenapi. Ia ada dan pengaruh hanya ketika ia masih hidup tapi setelah tiada, ia dilupa oleh sejarah dan tak berbekas dalam ingatan manusia.

Yang tak kalah tragis, ada pemimpin yang dipaksa mundur bahkan dienyahkan oleh warganya sendiri. Kehadirannya menjadi beban. Keberadaannya malah merugikan dan menyengsarakan. Ia berdiri di puncak kuasa hanya untuk memuaskan egonya sendiri. Nicolae Ceausescu, satu diantaranya. Pemimpin komunis terakhir Rumania menemui ajalnya di Hari Natal 1989. Dengan kondisi tangan terikat, ia dan istrinya dipaksa menghadap tembok lalu diberondong peluru.

Tapi ada juga pemimpin yang selagi hidup memuaskan banyak hal yang dihadapi. Keputusannya menenangkan, berpihak kepada keadilan dan menjadi penjamin rasa aman. Bahkan ketika ia telah tiada, spirit kepemimpinannya menginspirasi banyak orang. Energi kehadirannya terus hidup di tengah-tengah masyarakat. Ia melekat dan seumpama menjadi jimat. Ia dirindukan bahkan ketika situasi sulit dan krisis membelit.

Demokrasi tak selamanya melahirkan pemimpin sejati. Harap maklum, jika ukurannya adalah suara terbanyak maka pemimpin dalam teropong demokrasi adalah dia yang lahir karena angka dan banyaknya dukungan. Soal kapasitas dan integritas, nanti dulu. Jika demokrasi adalah memilih, menakar dan menentukan, seharusnya ia menjadi sistem ideal tempat menempa pemimpin yang didamba. Apa daya.

Pemimpin sejati tidak lahir begitu saja, ini kita sepakat. Tapi pemimpin yang otentik adalah dia yang berdiri di depan membaca situasi dan kemungkinan. Ia mampu memperkirakan mara bahaya bahkan sebelum mara bahaya itu datang menimpa. Dalam situasi krisis dan kekalutan ia tidak hanya menenangkan tapi juga menawarkan jalan keluar yang melegakan.

Melalui krisis yang dihadapi, kita bisa menilai mana pemimpin sejati dan mana pemimpin yang hanya pandai wara wiri di televisi.

Allahu a’lam[]

Garut, 30 Maret 2020

Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *