Pemimpin Tonggak Kerukunan Umat Beragama

[www.uinsgd.ac.id]—UIN Sunan Gunung Djati Bandung bekerja sama dengan TVRI stasiun pusat Jakarta dan BRI Cabang Ujung Berung menginisiasi dialog lintas agama yang diselenggarakan pada Kamis (26/04/2012) di Aula Utama UIN. Selain menghadirkan Rektor Prof. Dr. H. Dedy Ismatillah, SH., M.Hum; Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M. Si, Ketua Prodi Religious Studies S3, Prof. Dr. H. Afif Muhammad, M.A; Peneliti Komunikasi Kerukunan Antarumat Beragama Dr. Ujang Saefullah, M. Si sebagai perwakilan Islam  juga menghadirkan pimpinan Walubi Jawa Barat Dr. Handoyo Oyong, SH., MH dan Indra Wijaya sebagai perwakilan dari umat Budha, Pimpinan Gereja Jawa Barat, Pendeta Dr. Albertus Padi dan Pendeta Supriatno sebagai perwakilan Protestan; Ketut Sudana dan Ketut Adnyana dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jawa Barat sebagai perwakilan Hindu; Andi Haryanto dan Oni Haryoni dari Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN) sebagai perwakilan Konghuc dan EA Djoko Santoso dan Robertus Suryatno sebagai perwakilan dari Katolik.

Acara yang dibagi menjadi empat sesi ini dimeriahkan oleh The Project, grup akustik mahasiswa UIN Bandung.

“UUD 1945 mengandung kalimat yang sama dengan Piagam Madinah, dalam hokum disebut sebagai teori kedaulatan Tuhan. Jika ingin Negara ini terlepas konflik harusnya belajar pada Nabi Muhammad SAW,”ujar Rektor UIN SGD Bandung.

Sedangkan menurut Albertus, “dalam Kristen sama saja dengan Islam, konsepnya cinta kasih, apapun agamanya, statusnya, latar belakang golongannya sama saja. Hanya saja dalam sejarahnya yang membuat konflik itu adalah faktor politik dan ekonomi,”ujarnya.

Sementara menurut Handoyo menyatakan bahwa pada dasarnya agama Budha mengajarkan kebersamaan dan kerukunan,”Dari persfektif agama Budha, kehidupan manusia pada dasarnya apa yang dilakukan berlaku karma, apa yang kita lakukan akan kita dapat lagi, berbuat kebajikan akan mendapat kebajikan,”papar Handoyo.

Menanggapi pernyataan bahwa Islam sebagai rahmatan lil’alamin, Rektor Dedy Ismatullah mengatakan,”Bermanfaat bagi dirinya dan orang lain yang dalam Islam dikenal dengan hubungan manusia dengan manusia, dikenal juga hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam,”jelas Rektor.

Menjawab pertanyaan dari moderator berkaitan dengan adanya golongan pundamentalis dari agama, Albertus melihatnya tidak ada masalah, “Tidak ada masalah, asal jangan dibawa ke ruang public. Pada konteks sekarang dituntut tidak hanya pengakuan tapi harus terealisasi dalam bentuk cinta kasih,”tegasnya.

“Peran agama saat ini adalah untuk bersama-sama bias menolong orang miskin, memberantas korupsi dan lain sebagainya,”lanjutnya.

Sementara itu menurut Handoyo, “di Budha sendiri tidak terdapat golongan pundamentalis,  karena mereka diajarkan untuk berbuat baik yang berangkat dari keluarga. Bagaimana keluarga bias berbuat lebih baik. Bagaimana keluarga bias menularkan kasih saying. Ini yang menjadi inti dari Budhism. Biarlah kita hidup dengan biasa tapi dengan hati yang luar biasa,”paparnya.

Menjawab pertanyaan tentang kiat agar konsep kasih sayang agama muncul dalam kehidupan social, Rektor Dedy menyatakan bahwa factor utama tergantung pada pemimpin dan kepemimpinan.”Pemimpin agama harus memiliki pemahaman agama yang benar, karena di dalam budaya paternalistic maju tidaknya agama tergantung pada pemimpin dan ketauladanan dari pemimpin,”ujar Rektor Dedy.

Rektor juga menjelaskan bahwa untuk merealisasikan  toleransi antar umat beragama harus mengimplementasikan dialog yang telah lama digagas oleh Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).

Bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Rektor Dedy, Albertus menyatakan bahwa untuk membangun kerukunan umat beragama harus berangkat dari grassroot terlebih dahulu.”Bukan dari pemimpin, tetapi dari umat terlebih dahulu. Baru kemudian pemimpin yang mengikuti kerukunan. Gereja sudah melakukan banyak hal, namun agar lebih membumi harus dilakukan bersama-sama.

Handoyo sependapat dengan Rektor Dedy, bahwa untuk membangun toleransi dan perdamaian antar umat beragama diarahkan kepada pemimpinnya.”Manusia sejak awal sudah memilih calon pemimpin. Dan pemimpin itu harus memiliki criteria negarawan, teladan serta melayani,”pungkas Handoyo.***[Dudi, Ibn Ghifarie]

 

 

 

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *