Menyikapi maraknya gerakan terorisme dan pencucian otak Negara Islam Indonesia (NII) dikarenakan telah melupakan Pancasila “Persoalanya dikarenakan pemerintah itu telah melupakan pancasila” komentar Anhar Gonggong sebelum memberikan pemateri Seminar Sehari bertajuk “Subjektivitas dan Objektivitas dalam Historiografi Sejarah Indonesia” di Auditorium Utama dalam memperingati Milangkala XV Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) saat dihubungi PusInfoKomp di ruang kerja Rektorat, Rabu (18/5).
“Coba lihat saja, pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009 tidak ada satu kata istilah Pancasila yang menjadi landasan hidup berbangsa dan bernegara” jelasnya.
Parahnya, pada saat saya diundang untuk menghadiri acara Kementerian Ekonomi dan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat untuk mensejahterakaan rakyat “Tidak satu kata pun mencantumkan Pancasila sebagai falsafat bangsa untuk melakukan tindakan dan kegiatan” tambahnya.
Melihat pudarnya pancasila sebagai falsafat bangsa, ia memberikan wejangan “Solusinya harus ada upaya revitalisasi; Pertama, pada pendidikan formal. Kedua, lembaga orang dewasa yang mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan dan kerukunan” pesannya.
“Pada kedua aspek tadi inlah yang harus digiatkan” tambah Nanat Fatah Natsir.
Mengingat pentingnya pendidikan kewargenegaraan, “Sampai-sampai guru saya dulu di Sukabumi pengajar Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang selalu meraih penghargaan karena menjalankan pancasila dengan menghargai perbedaan dan membangun kerukunan” tegas Iu Rusliana.
Kehadiran hari kebangkitan nasional yang selalu diperingati pada tanggal 20 Mei “Jangan hanya sekedar upacara, tetapi harus menjadi memon untuk merefleksikan persoalan kebangsaan” pungkasnya.*** [Ibn Ghifarie]