Pekerjaan Berat Pimpinan KPK

Ilustrasi KPK / Kompas, Toto Sihono

UINSGD.AC.ID (Humas) — Pertama kali dibentuk, KPK adalah mercusuar yang menaburkan sinar harapan bagi rakyat. Namun, akibat badai kontroversi etis yang hampir tidak pernah reda, saat ini KPK bagaikan tergantung pada seutas benang yang rapuh.

Informasi dugaan penyimpangan internal merusak reputasinya dan menjadi beban pada benang tipis tersebut. Pekerjaan berat pimpinan KPK yang akan datang adalah merajut seutas benang rapuh dan hampir putus tersebut agar menjadi “benang emas” yang kuat.

Oleh sebab itu, reputasi yang “keren” dan etis harus tetap terjaga. Para pimpinannya jangan terjebak dalam permainan kepentingan pribadi atau pihak lain yang terkait.

Meskipun rapuh dan sudah kritis, benang kepercayaan masyarakat terhadap KPK saat ini masih menyisa. Kalau pimpinan baru nanti “bikin ulah” lagi yang malah lebih kontroversial, benang tipis itu bukan sekadar rapuh, tapi akan putus total. Masyarakat yang sudah skeptis sebelumnya akan menjadi sinis. Setiap upaya perbaikan apapun yang dilakukan KPK “bakal” tidak didengar.

Bukan sekadar petugas administratif

Pimpinan KPK bukan sekadar penanggung jawab administratif, namun melampaui itu: penjaga integritas, penggerak perubahan, dan pelindung keadilan. Jabatan ini menuntut komitmen kuat terhadap perilaku etis, transparansi, dan keberanian dalam menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal.

Pimpinan KPK harus memiliki visi jelas tentang pentingnya integritas, tidak terbatas sekadar memastikan operasional lembaga berjalan lancar. Pimpinan KPK harus membangun kesiapan keluhuran etika dan profesionalitas. Pimpinan KPK harus mampu menjadi simbol kepercayaan publik, sehingga harus dapat menunjukkan keteladanan dalam hal integritas.

Pimpinan KPK harus memastikan setiap tindakan yang diambil didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Pimpinan lembaga pemberantasan korupsi mesti siap menghadapi tekanan dari berbagai pihak, terutama dari mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh.

Diperlukan keberanian lebih untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan memastikan bahwa semua pelaku korupsi dihadapkan pada keadilan. Menghadapi permasalahan negara yang super berat ini, pimpinan KPK harus memiliki kemampuan strategis untuk mengembangkan kebijakan efektif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Menjadi pimpinan KPK menuntut perpaduan antara kemampuan manajerial yang solid dan keteguhan moral yang ekstra.

Memimpin lembaga antikorupsi dituntut keras untuk menjaga reputasi etis. Edmund Burke (1790) menyatakan bahwa reputasi etis adalah aset kritis yang harus dilindungi, terutama dalam lembaga publik yang bergantung pada legitimasi dan dukungan masyarakat. Kehilangan reputasi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik, yang pada gilirannya menjadi “batu sandungan” KPK dalam menjalankan tugas pentingnya.

Tidak berpijak pada asumsi

Dalam menjalankan tugasnya, pimpinan KPK memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa semua keputusan dan kebijakan yang diambil berlandaskan pada data dan fakta akurat, bukan pada asumsi dan persepsi.

Kepemimpinan berbasis data memastikan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam menjalankan misi lembaga. Pimpinan KPK harus menggunakan data dan fakta komprehensif untuk membuat keputusan tepat, menghindari bias dan asumsi tidak berdasar. Pimpinan perlu menekankan pentingnya menggunakan bukti fakta dan data dalam pengambilan keputusan hukum.

Dengan mengandalkan data valid dan andal akan membantu mengurangi ketidakpastian dan kualitas keputusan tidak akan asal-asalan. Keputusan asal-asalan yang diambil oleh pimpinan KPK dapat menghancurkan kredibilitas institusi ini. Dalam teori legitimasi Max Weber (1922), kepercayaan publik adalah modal sosial utama dan dasar bagi otoritas.

Jika pimpinan KPK tidak menggunakan data dan fakta yang valid, legitimasi KPK akan runtuh, memicu semakin akut krisis kepercayaan dalam pemberantasan korupsi. Dalam pemberantasan korupsi, kecepatan dan ketepatan sangat penting, tetapi mengejar target waktu yang buru-buru tanpa pertimbangan matang dapat menimbulkan masalah serius. Pimpinan KPK harus memahami bahwa keputusan yang terburu-buru sering kali tidak memperhitungkan semua aspek yang relevan, sehingga berisiko menciptakan bola liar yang membuat gaduh situasi.

Membuat skala prioritas

Mengembangkan gagasan skala prioritas dalam memberantas kejahatan korupsi merupakan langkah strategis penting. Melalui skala prioritas, pimpinan KPK bisa fokus pada penanganan kasus korupsi yang memiliki dampak besar dan memengaruhi sektor-sektor ekonomi kunci.

Pimpinan KPK tepat apabila memprioritaskan pada kasus korupsi yang lebih kompleks dan melibatkan jaringan lebih luas. Dampak dan manfaatnya bisa lebih besar jika berhasil diungkap.

Pimpinan KPK harus memprioritaskan penanganan kasus yang sudah ada bukti kuat. Memprioritaskan kasus yang sudah memiliki bukti kuat akan mempercepat proses hukum dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

Pimpinan harus fokus pada kasus-kasus yang jika diungkap dan diproses secara hukum akan memberikan efek jera yang signifikan kepada pelaku korupsi dan lainnya. KPK harus memastikan bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi sesuai dengan tingkat keparahan kejahatan untuk menekankan konsekuensi serius dari tindakan korupsi.

Mengembangkan kebijakan skala prioritas dalam memberantas kejahatan korupsi adalah langkah strategis penting untuk efisiensi sumber daya yang terbatas, baik sumber daya anggaran maupun personel KPK yang sampai saat ini masih terbatas. Namun, skala prioritas tidak boleh didasarkan atas pesanan atau kepentingan tertentu.

Ija Suntana, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Kolom Kompas 12 Agustus 2024

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *