Pascasarjana Gelar Seminar Internasional Kebangkitan Islam Abad 21

[www.uinsgd.ac.id] Program Pascasarjana UIN SGD Bandung bekerja sama dengan Farhang Wa Ertibathate Islami-Iran menggelar Seminar Internasional bertajuk “Kebangkitan Islam di Abad 21” dengan menghadirkan nara sumber Ayatullah Dr. Mahmud Mohammadi Araqi (Ketua LSM Cultural League and Islamic Relations in the Islamic Republic of Iran) dan Dr. Ajid Thohir, MA (Dosen Pascasarjana dan Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung) yang dipandu dan dialih bahasakan oleh M. Zuhdi Zaini (Dosen Ushuluddin UIN Jakarta) dan dibuka secara resmi oleh Asisten Direktur III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Dr. H. Dindin Jamaluddin, M.Ag di gedung Auditorium Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Provinsi Jawa Barat, Sabtu (9/2)

Dalam sambutanya Dindin menjelaskan, dengan adanya kegiatan Seminar ini bisa menjalin kerjasama antara Pascasarjana dengan lembaga atau institusi di luar negeri. “Adanya kerjasama dengan Iran Corner yang ada di Ushuluddin ini bisa share gagasan, pemikiran. Saya pikir dengan adanya Seminar ini tidak hanya menjalin kerjasama dengan lembaga, tapi dengan institusi di Iran. Mengingat Ayatullah ini merupakan pengajar di Universitas berpengaruh di Iran.”

“Mudah-mudahan acara ini berjalan dengan lancar dan mampu menciptakan tradisi akademik di kalangan kampus, sehingga terlahir kampus UIN yang maju,” harapannya.

Dalam uraiannya, Ayatullah menjelaskan bahwa fenomena kebangkitan Islam ini bisa dilihat dari beberapa sebab dan akibat. “Jika selama ini Barat melihat kebangkitan Islam ini sebagai musim semi di Arab, terjadi karena ingin menegakkan proses demokrasi yang selama ini dikenal diktator seperti yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Padahal kebangkitan Islam ini usaha untuk mengkritik dan menolak berbagai teori-teori atau pandangan Barat tentang Islam,” paparnya.

“Izinkah saya untuk memberikan ilham, inspirasi atas perubahan sosial, budaya, nilai-nilai, agama, keyakinan. Ini semua merupakan faktor  terjadinya kebangkitan Islam. Kebangkitan ini dikarenakan; Pertama, Keinginginan untuk menghidupkan kembali jati diri bangsa, agama dan keyakinan tertentu yang tercerabut dari mereka. Kedua, Keinginan untuk menghidupkan nilai-nilai keislaman, ajaran yang bisa menjawab berbagai tantangan masyarakat. Ketiga, Keinginan untuk melakukan perlawanan terhadap berbagai serangan budaya, ekonomi, sosial, yang terus terhegemoni oleh Barat yang semakin merusah kebudayaan bangsa. Keempat, Keinginan masyarakat Islam untuk memperkuat jatuhnya rezim Zionisme di Israel yang terus menjajah Palestina. Kelima, Memiliki komitmen secara bersama ketika melihat realitas budaya, pemikiran, agama, nilai-nilai dengan cara meruju kepada para pemimpin sebelumnya. Untuk itu, kembalilah kepada Al-Quran untuk membangkitkan Islam ini seperti yang telah dicontohkan oleh Imam Khomaeni di Iran,” jelasnya.

Sungguh apa yang dilakukan oleh Imam Khomaeni yang berusaha melawan segala bentuk imperialisme Barat terhadap dunia Islam dengan cara perlawanan perdamaian tanpa menumpahkan darah, “Meskipun memerlukan waktu yang cukup panjang dan melelahkan. Izinkan saya untuk memberikan faktor-faktor Imam Khomaeni yang melakukan perlawanan tanpa menumpahkan darah, diantaranya; Pertama, Imam Khomaeni sangat merindukan arau rindu kepada Allah sebagai kekuatan besar, yakni ketokohan, kekuatan memanfaatkan segala potensi diri, masyarakat atas kemampuan Allah dan manusia. Kedua, Segala perjuangan tidak tumbuh dari kekuatan, tapi berkat keyakinan dan usaha kepada Allah. Ketiga, Ketika Imam Khomaeni kembali kepada negaranya yang sedang kacau. Berbagai analis menyarankan kepada Imam untuk tidak boleh kembali. Akan tetapi Imam terus berusaha, kembali karena sudah waktunya. Caranya dengan melakukan perlawanan perdamaian tanpa menumpahkan darah. Ini semua yang dilakukan oleh Imam Khumaeni terinsipasi oleh Imam Husen,” tambahnya.

Ajid menuturkan kebangkitan dunia Islam adab 21 ini harus terlebih dahulu melihat arti kata kebangkitan, “Pertama, Menunjukkan kesadaran diri dari ketertinggalan.Kedua,Upaya kesungguhan dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki dunia Islam. Ketiga, Menunjukkan entitas masyarakat muslim yang berada di wilayah-wilayah merdeka yang mereka tempati. Mereka terdiri dari berbagai multi etnik dan geo-politik kenegaraan,” paparnya.

Secara sosiologis, konsep ini menunjukkan pandangan dari dalam tentang dampak agama yang dianutnya. “Islam menjadi penting sebagai gerakan kemanusiaan yang kompleks akibat tantangan luar.” Kesadaran sejarah akan realitas keberhasilan sebelumnya dan konsep yang mengarah pada pembentukan hegemoni yang menjadi ancaman bagi yang lain.

Jika kita membandingkan kebangkitan Islam pada abad 20 dengan 21 dari segi produknya. “Pada abad 20 bersifat konsep dan fisik untuk melawan segala bentuk penjajahan kolonialisme. Segala gagasan, pemikiran, spiritual tokoh-tokoh Islam memberikan inspirasi terhadap tokoh-tokoh nasionalis, seperti K.H. Ahmad Dahlan, K.H Hasyim Asyari, A. Hasan yang memberikan inspirasi kepada Soekarno, sehingga lahir dan menjadi merdeka negara Indonesia ini. Pada abad 21 bersifat spiritual dan melek terhadap segala teknologi informasi. Untuk itu, yang terpenting dari Kebangkitan Islam abad 21 ini tidak hanya terjadi secara fisik, tepi secara intelektual dan spiritual perlu,” jelasnya.

Ajid berharap dunia Islam yang populasinya meliputi 33% dunia, 20% wilayah bumi, 25% kekayaan alam yang melimpah dari 75% seluruh dunia. “Semuanya merupakan anugrah dan potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Namun sayang semua kekuatan terpendam itu belum bisa dieksplorasi secara maksimal. Oleh karena itu, pemberdayaan kemampuan dunia Islam dalam bidang  sains, ekonomi, perdagangan dan diplomasi kebudayaan dan politik sesama dunia Islam adalah impian terbesar kaum muslimin. Kesadaran sejarah perlu dibangkitkan lagi, bahwa berkembangnya bangsa-bangsa di dunia Islam sejak dulu selalu didukung oleh kesadaran kolektif umatnya,” sarannya.

Dalam konteks Indonesia kata Ayatullah “Untuk membangkitkan Islam harus dimulai dari diri sendiri, Dengan kesadaran diri yang membuat kesadaran kolektif dan  diberikan contoh oleh para pemimpinnya, seperti Soekarno dapat membangkitkan Islam Indonesia.”  

Bagi Dindin upaya membangkitkan Islam abad 21 dalam konteks kampus, “Mahasiswa bisa melakukan bekerjasama dengan lembaga-lembaga tertentu, bahkan luar negeri.Caranya dengan giat belajar, terus berusaha dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga dapat menata masa depan UIN yang lebih baik dan maju, sehingga tercipta satu generasi muda yang baik, unggul yang berpengaruh dan memberikan manfaat terhadap dirinya, masyarakat sekitar, bangsa  dan negaranya  serta dunia Islam,” pungkasnya. [Ibn Ghifarie]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *