Pasca Gelar Diskusi Imam Mahdi Menurut Sunni-Syiah

[www.uinsgd.ac.id] Tepat pada hari Nisfu Sya’ban, Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung bekerja sama dengan Yayasan Muthahhari menyelenggarakan Seminar yang bertajuk Mahdawiyyah Sebagai Persiapan Perdamaian Dunia dalam Khazanah Pemikiran Islam.

Hadir sebagai narasumber, Ayatullah Ansary (Member of Islam Cultural Comitte), Dr. Mazaheri (Chief of Science and Research), Dr. Syafakhah (Directur of The Center for The Study of Islamic and Iran),  KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc. (Presiden Directur Yayasan Muthahhari), Dr. Munir, MA. (Ketua Program Studi Filsafat Agama Pascasarjana UIN SGD Bandung).

Mengawali diskusi, Ayatullah Ansary mengatakan, hari Nisfu Sya’ban merupakan hari kelahiran dari Imam Mahdi. Di kitab-kitab samawi menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa masa depan dan akhir zaman. Di akhir zaman nanti, kehidupan di dunia bakal diisi oleh orang-orang baik, saleh, dan senantiasa teguh di jalan Allah.

“Mereka bukanlah musuh Allah, bukan pula musuh kemanusiaan, tetapi mengajak kita semua sehingga tidak pernah terputus kepada-Nya,” katanya di aula Pascasarjana UIN SGD Bandung, Jum’at (13/6) siang.

Pembicara selanjutnya, Dr. Muzaheri mengungkapkan tentang kajian-kajian di agama-agama tentang konsep yang mirip dengan Imam Mahdi, seperti agama Hindu, Budha, Yahudi, Konghucu mempunyai keyakinan tentang konsep kedatangan sang pencerah di akhir zaman.

“Misalnya dalam konsep agama Budha, akan datang wujud Budha sebagai manifetasi Budha yang kelima, atau di Konghucu yang meyakini ada ajaran semangat pada masa-masa keemasaan masa lalu lahir saat akhir zaman nanti,” tuturnya.

Menurutnya, dalam konsep Islam yang diterangkan oleh hadist menjelaskan bahwa setiap 100 tahun, akan datang sosok yang akan memperbaiki dunia dari kezaliman. Ia beranggapan bahwa keterangan hadist tersebut ada kaitannya dengan kedatangan Imam Mahdi.

“Imam Mahdi tidaklah sistem, tapi merupakan sosok  yang nanti akan merubah sistem kehidupan dunia,” tegasnya dalam bahasa Persia yang sudah translet oleh penerjemah.

Berbeda dengan Dr. Shafakhah, ia memahami konsep Imam Mahdi diyakini oleh tradisi Sunni dan Syiah. Hanya saja Sunni lebih mengarah pada konsep tanda-tanda akhir zaman, sedangkan Syiah condong ke arah konsep Imamiah.

Sedangkan Al-Qur’an, lanjutnya, terdapat 207 ayat yang menerangkan tentang Imam Mahdi, di antara surat At-Taubah ayat 33 dan surat Al-Qashash ayat 5 tentang karunia Allah kepada orang-orang yang tertindas di bumi dan hendak menjadikan pemimpin yang mewarisi (bumi).

“Oleh karena itu, Imam Mahdi tidak hanya milik Syiah, Sunni, Umat Islam, tetapi milik semua manusia di seluruh dunia,” imbuhnya dihadapan ratusan peserta dikalangan dosen, mahasiswa hingga masyarakat umum.

Sebagai pembicara pembanding, Dr. Munir, MA., menjelaskan bahwa konsep keyakinan kedatangan Imam Mahdi dalam pandangan Sunni dan Syiah memiliki kesamaan. Hanya saja dalam tradisi Sunni, Imam Mahdi lebih bersifat konseptual.

Karena itu, ketika ada gerakan yang membangkitkan perubahan, maka banyak yang mengklaim dirinya sebagai Imam Mahdi. “Karena ketidakjelaskan sosok, bisa jadi menurut saya konsep Mahdi dapat melekat pada sosok tertentu,” ujarnya.

Ketua Program Studi Filsafat Agama ini menambahkan perbedaan pendapat dalam topik Imam Mahdi disebabkan di dalam Syiah terdapat konsep Imamiah, khususnya konsep Imam Al-Muntadhor. Maka tidak heran jika karya-karya ulama Syiah tentang Imam Mahdi lebih banyak daripada karya-karya ulama Sunni.

“Meskipun nash yang digunakan sama, tetapi minat Syiah lebih tinggi dalam mengkaji Imam Mahdi,” tandasnya. [Muhammad Zidni Nafi/Anam]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter