(UINSGD.AC.ID)-Menjadi Guru Besar adalah impian semua orang yang memiliki profesi sebagai pendidik di perguruan tinggi. Menjadi kebanggaan yang luar biasa jika seorang dosen bisa meraih gelar Guru Besar. Tidak mudah memang untuk meraihnya, tetapi tidak mustahil seseorang bisa menggapainya.
Buktinya, sangat beragam latar belakang mereka yang saat ini sudah menyandang gelar Guru Besar atau profesor. Dari latar status sosial mereka sangat bervariasi, ada dari keluarga petani, pedagang, guru ngaji dan lain-lain. Dari jejak prestasi akademiknya, ada yang awalnya biasa-biasa bahkan kurang dikenal hingga mereka yang bergelimang prestasi. Ada yang memang sejak awal memulai kariernya sebagai dosen di perguruan tinggi, dan tidak sedikit yang berawal dari guru, ustadz dan juga pegawai administrasi.
Mendengar cerita mereka yang hari ini sudah dikukuhkan sebagai Guru Besar sangat beragam. Ada yang lucu, serius dan tidak sedikit yang memilukan. Buktinya, banyak di antara mereka ketika sedang orasi ilmiah, diam sejenak, meneteskan air mata, bahkan ada pula yang menangis terisak-isak.
Apapun kesulitan dan tantangannya, baik yang dialami sendiri atau yang diceritakan oleh mereka yang telah berhasil meraihnya, semuanya tidak ada yang menyurutkan para pendidik di perguruan tinggi untuk bisa meraih gelar Guru Besar. Mereka dengan semangat dan kerja keras berusaha menaikkan jenjang pendidikan yang semestinya dosen cukup Strata Dua (S2), tetapi ketika ingin memiliki gelar Guru Besar mereka harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang Strata Tiga (S3). Mereka harus menerbitkan sejumlah buku, artikel dan jurnal. Ini semua tidak mudah. Tenaga, fikiran, dan juga pembiayaan harus disiapkan untuk bisa menopang keinginan ini.
Guru Besar ini bukan semata-mata gelar akademik tetapi ini adalah karier tertinggi bagi seorang dosen. Sebagai puncak karier tentu semua akan berbondong ingin mendakinya. Ada yang baru memulai berangkat, ada yang di lembah, ada pula yang terseok-seok di perbukitan. Tetapi semuanya optimis meraih dan yakin mampu mencapainya.
Di samping sebagai destinasi karier para pendidik, keberadaan Guru Besar juga akan menambah prestasi dan prestise sebuah perguruan tinggi. Perguruan tinggi pasti akan bangga jika jumlah Guru Besar-nya banyak. Masyarakat kampus sangat yakin jika jumlah Guru Besar bertambah maka akan mampu mendongkrak nama besar lembaga. Peserta didik atau mahasiswa juga sangat bangga jika mata kuliah yang ditempuhnya diampu oleh dosen yang bergelar Guru Besar. Apalagi kalau kebesaran prestasi Guru Besar tersebut tidak hanya dikenal di kampus internal tetapi berkelas nasional bahkan internasional.
Berangkat dari kondisi seperti ini, sejak beberapa tahun terakhir ini jajaran pimpinan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati berkomitmen kuat mendukung para dosen untuk bisa meraih gelar Guru Besar. Dimulai dengan dukungan untuk menaikkan jenjang pendidikan, short course, academic recharging hingga fokus memberikan pendampingan kepada mereka yang ingin memperoleh gelar Guru Besar.
Untuk mendukung program dan kebijakan Direktorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam terkait dengan Program Percepatan Guru Besar, UIN Sunan Gunung Djati Bandung terus menambah jumlah Guru Besar dan saat ini telah memiliki 52 Guru Besar dengan pelbagai latar keahlian.
Meski sudah memiliki jumlah Guru Besar cukup banyak di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam, yaitu: urutan ketiga setelah UIN Syahid Jakarta (62 orang) dan dan UIN Sunan Ampel (53 orang), namun jajaran pimpinan khususnya rektor, terus mendorong dan mendukung terus bertambahnya jumlah Guru Besar.
Maka, ketika tahun 2020 dikukuhkan 13 Guru Besar, pengukuhan ini diberikan tema Panen Raya Guru Besar Jilid 1 dan pada pengukuhan 14 orang Guru Besar pada 8 Desember 2022 diberikan tema Panen Raya Guru Besar Jilid 2. Ini artinya rektor punya keyakinan akan ada pengukuhan Guru Besar berjilid-jilid berikutnya di UIN SGD Bandung. Spirit dan dukungan ini adalah kesempatan emas bagi semua dosen yang belum menyandang gelar Guru Besar untuk berlomba-lomba menuju puncak kariernya.
UIN SGD Bandung keberadaannya tentu tidak bisa dilepaskan dari kisah-kisah heroik perjuangan bangsa khususnya rakyat Bandung. Bandung memiliki semangat perjuangan yang luar biasa melawan penjajah sehingga dikenal dengan Bandung Lautan Api. Kini, di era mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di pelbagai bidang, dengan jumlah mahasiswa sekitar 34.000 orang dan dosen dengan pelbagai keahlian lebih 2000 orang, UIN SGD Bandung bisa mengambil peran besar.
Paling tidak, semangat Bandung Lautan Api bisa direfleksikan kembali menjadi Bandung Lautan Prestasi, dan Panen Raya Guru Besar jilid 2 tahun ini adalah bagian yang tidak terpisahkan untuk menorehkan prestasi di UIN Sunan Gunung Djati. Kita sama-sama berdoa dan menunggu, semoga Panen Raya Guru Besar Jilid ketiga segera bisa kita saksikan Bersama. Aamiin
Dr Imam Safe’i, Karo AUPK UIN SGD Bandung