Adalah hal yang sulit (mustahil) bahwa suatu aktivitas keduniaan sepenuhnya terbebaskan atau terlepas dari pengaruh nilai-nilai agama. Dalam konteks keindonesiaan, politik sebagai salah satu segmen kegiatan dimaksud, juga tidak dapat dilepaskan dari Islam, sebagaimana aktivitas politik Muslim sendiri itu pun mustahil kosong dari pengaruh agama. Atas dasar pertimbangan bahwa pandangan seseorang terhadap realitas politik tidak terlepas dari pengaruh cara pandang terhadap agamanya, maka begitu pun pemahaman Amien Rais tentang politik terkait dengan relasi antara Islam dan negara, juga tidak terlepas dari pemahamannya terhadap agama.
Atas dasar itu, penelitian pemikiran Amien difokuskan pada tiga bahasan utama. Pertama, pandangan Amien tentang keagamaan yang mencakup tauhid, syari’ah, dan normativitas historisitas agama. Kedua, pandangan Amien tentang konsep negara yang meliputi politik dan kekuasaan, prinsip-prinsip dasar negara dan signifikansi negara. Ketiga, hubungan politika ntara Islam dan negara yang terdiri dari politik sebagai media dakwah, paradigma relasi Islam dan negara, relasi Islam dan negara dalam bangunan politik negara.
Paradigma pemikiran Amien, pada dasarnya bermuara pada konsep tauhid, yang mewujud dalam kerangka syari’ah. Dalam pandangannya, tauhid melahirkan prinsip-prinsip universal yang dapat dijadikan sebagai sumber etik-moral bagi seluruh tatanan kehidupan, baik kehidupan keagamaan, ekonomi, sosio-kultural, maupun politik dan kenegaraan.
Model pemahaman keagamaan Amien bertumpu pada dua pendekatan. Pertama, pendekatan skripturalistik, digunakan untuk memahami persoalan-persoalan yang secara tekstual dijelaskan oleh al-Qur’an dan Sunnah, seperti ketentuan ukuran waris 1 berbanding 2. Untuk persoalan ini, Amien tidak menerima penafsiran ulang. Kedua, pendekatan subtansialistik, digunakan untuk memahami persoalan-persoalan yang ketentuannya tidak dijelaskan secara eksplisit oleh kedua sumber ajaran Islam tersebut, seperti ketentuan model dan penyelenggaraan suatu negara. Dalam hal ini, Amien menerima penafsiran ulang.
Berhubung tauhid dipahami Amien sebagai sentrum bagi seluruh kehidupan Muslim, maka politik menurutnya harus bersumber dari moralitas dan etika tauhid. Jika tidak, politik akan berjalan tanpa arah dan bermuara pada kesengsaraan orang banyak. Dalam konteks ini, hubungan politik antara Islam dan negara dalam pandangan Amien tidak mengenal adanya sekularisasi dalam artian pemisahan negara dari moralitas agama secara ekstrem. Karena hal ini, dalam keyakinanya bertentangan dengan konsep tauhid.
Berdasar pada argumentasi bahwa persoalan relasi Islam dan negara tidak termasuk yang dijelaskan ketentuannya secara eksplisit oleh al-Qur’an dan Sunnah, serta syari’ah hanya memberikan prinsip-prinsip dasar bagi pengelolaan suatu negara, maka konsep pemahaman persoalan ini, menurut Amien masih tetap dapat ditafsirkan kembali. Model pandangan keagamaan ini berimplikasi pada paradigma pemikiran politik Amien, terutama relasi antara Islam dan negara, tidak bersifat legal-formalistik, melainkan lebih bersifat substansialistik. Oleh karena itu, dalam pandangannya, selama penyelenggaraan suatu negara ditegakkan di atas prinsip-prinsip dasar Islam (keadilan, persamaan, musyawarah, persaudaraan, kebebasan dan pertanggungjawaban, selama itu pula mekanismenya dipandang sebagai Islami.