Optimisme Ramadan

(UINSGD.AC.ID)-Pandemi covid-19 yang sudah berlangsung selama dua tahun lebih berdampak terhadap aktivitas keseharian masyarakat dunia. Era pandemi ini memengaruhi tidak hanya aktivitas pada level individual saja, tetapi juga pada level antar individual dan komunitas. Sejak awal, para pemangku kebijakan berupaya menarasikan pentingnya menjaga diri, keluarga dan lingkungan terdekat dari persebaran Corona Virus Deseases 19. Salah satunya dengan menerapkan protokol kesehatan dalam bentuk menggunakan masker, memakai hand sanitizer dan menjaga jarak. Di samping protokol lainnya, seperti diam di rumah, tidak berkerumun dan larangan mudik di saat lebaran.

Pembiasaan hidup dengan cara baru (new normal) dapat dikatakan sebagai ikhtiar untuk berdampingan dengan virus. Di satu sisi, kampanye dan penerapan new normal dilakukan sembari menunggu optimisme dari para ahli berkaitan dengan penemuan vaksin covid-19. Pada sisi lain, new normal dikatakan sebagai efek perubahan model interaksi manusia yang awalnya serba bertatap muka menjadi serba bermedia. Pada kondisi inilah, kehadiran teknologi informasi dan komunikasi seperti internet, memberikan pengaruh signifikan dalam proses interaksi masyarakat dunia selama pandemi. Dengan kata lain, pandemi covid-19 berpengaruh terhadap proses percepatan digitalisasi kebudayaan manusia.

Digitalisasi kebudayaan tersebut dapat ditemui dalam berbagai aktivitas keseharian masyarakat. Misalnya, transaksi ekonomi yang berorientasi pada praktek e-commerce, pendidikan dan pembelajaran berbasis layanan daring (dalam jaringan), pembatasan aktivitas sosial yang mensyaratkan adanya penerapan protokol kesehatan, masifnya praktik donasi berbasis aplikasi digital, kreativitas kesenian dengan memanfaatkan medium virtual dan kegiatan tabligh keislaman berbasis digital dalam bentuk kajian online, live streaming dan pemanfaatan media sosial sebagai media dakwah digital. Bentuk-bentuk luaran aktivitas keseharian masyarakat tersebut menunjukkan adanya cara-cara baru dalam membangun relasi sosial. Dalam pandangan para ahli, inilah yang disebut dengan relasi sosial virtual. Hubungan yang terbangun dengan adanya koneksi jaringan melalui perangkat-perangkat teknologis.

Gejala-gejala perwujudan digitalisasi kebudayaan di atas menandai babak baru dalam deretan peristiwa peradaban manusia. Pandemi covid-19 yang sejak awal mensyaratkan harus adanya pengurangan dalam interaksi langsung, menjadi titik berangkat untuk memicu dan memacu kreativitas manusia. Faktanya, sampai detik ini, di saat vaksin covid-19 mulai ditemukan dan digunakan oleh sebagian besar manusia di dunia, kreativitas dan inovasi dalam melangsungkan aktivitas keseharian terus berjalan dan tidak pernah berhenti. Melalui perangkat teknologis, manusia melakukan cara-cara baru dalam proses pemenuhan hajat-hajat hidupnya. Baik yang berkaitan dengan kepentingan individual, pemenuhan kepentingan antar individu, maupun pemenuhan kepentingan komunal yang menghimpun masyarakat banyak. Dengan kata lain, pandemi covid-19 memunculkan optimisme baru dalam narasi peradaban manusia. Bahwa selalu ada kreativitas, ada harapan dan ada kemungkinan dalam setiap keterbatasan dan ketidakmungkinan.

Titik Berangkat Perbaikan
Bagi seorang muslim, bulan ramadhan dapat dikatakan sebagai titik berangkat untuk memulai perbaikan kehidupan. Padanya, terdapat optimisme untuk terus menyalakan narasi-narasi kebaikan sembari memperkuat berbagai upaya untuk beramal dan bertindak sesuai dengan perintah Allah Swt. Bulan ramadhan adalah bulan keberkahan, kemuliaan dan kebahagiaan. Di bulan ramadhan, setiap muslim dituntut untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan. Bahkan, setiap amalan yang dilakukan di bulan ramadhan, mendapatkan balasan yang dilipatgandakan. Ramadhan adalah titik berangkat untuk menghambakan diri dan memohon petunjuk kepada Allah Swt. Di bulan ramadhan, Allah Swt menurunkan al-qur’an yang didalamnya terkandung penjelasan, petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang batil bagi orang-orang yang beriman (Qs. 02:185).

Amalan-amalan yang dilakukan selama bulan ramadhan, baik dalam bentuk shiam (puasa) maupun qiyam (shalat tarawih) dan amalan lainnya dilakukan sebagai upaya pembiasaan atau habituasi kebaikan. Ramadhan adalah syahru tarbiyyah yang melatih, mendidik, membimbing dan membina setiap muslim untuk mengutamakan kebaikan dalam setiap momennya. Apalagi, selama bulan ramadhan, Allah Swt memberikan kompensasi yang teramat berharga dalam bentuk terbukanya kebaikan secara luas, tertutupnya segala bentuk kemaksiatan secara rapat dan terbelenggunya makhluk-makhluk penggoda (HR.Bukhori dan Muslim). Inilah beberapa keutamaan bulan ramadhan sebagai pijakan bagi setiap muslim dalam mem-vaksin diri dari berbagai virus-virus kemaksiatan. Ramadhan adalah bulan habituasi kebaikan dan vaksin diri untuk memperkuat imunitas dan keimanan sehingga sampailah kita pada kemenangan yang dijanjikan, kebahagiaan dengan optimisme untuk bertemu dengan Allah Swt.

Menyambut Kemenangan
Rosulullah Saw bersabda: “bagi orang yang shaum di bulan ramadhan, akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya (HR. Bukhori dan Muslim). Muara dari segala proses pendidikan selama bulan ramadhan adalah adanya perwujudan sebagai manusia bertaqwa. Hal ini ditandai dengan adanya komitmen dan konsistensi dalam merawat, menjaga dan mengamalkan segala bentuk kebaikan pada sebelas bulan lainnya. Kemenangan besar yang dinantikan oleh setiap muslim menunjukkan adanya optimisme, harapan dan cita-cita yang bertujuan dan berdampak dalam ruang lingkup aktivitas keseharian manusia. Inilah hakikat kemenangan yang dinantikan oleh setiap muslim, sekaligus sebagai sebuah keharusan untuk menjaga optimisme di tengah berbagai kondisi apapun.

Optimisme ramadhan mesti disemarakkan dengan beragam kebaikan dan diseminasi kebaikan. Narasi-narasi keislaman tidak boleh sedikitpun luput dari berbagai latar kehidupan aktivitas keseharian. Optimisme ramadhan berwujud dalam bentuk harapan dan cita-cita untuk menjadi manusia bertaqwa. Manusia yang memiliki komitmen, konsistensi dan keyakinan dalam merawat dan mengamalkan berbagai kebaikan dalam ruang lingkup kehidupan. Harapan yang dihidupkan ini tidak berhenti pada pemenuhan kepentingan duniawi saja, tetapi juga berorientasi ukhrawi dimana perjumpaan dengan Allah Swt adalah bagian dari kebahagiaan besar yang dinantikan oleh setiap muslim di bulan ramadhan.

Pandemi covid-19 mengajarkan betapa pentingnya menyalakan sumbu harapan, memperkuat keyakinan dan merawat diri agar selalu optimis. Optimisme ini dibuktikan dalam berbagai amal dan karya yang mengantarkan kita menjadi manusia yang menghambakan diri dalam bentuk ikhtiar dan do’a. Keterbatasan dan ketidakmungkinan yang terjadi sebagai dampak pandemi, membawa pada harapan-harapan baru, cara-cara baru dan kreativitas baru dalam menyambut kemenangan besar yang dinantikan. Inilah bagian dari optimisme ramadhan yang memberikan peluang-peluang kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi.

Optimisme ramadhan adalah ikhtiar untuk mencapai kemenangan sebagai manusia bertaqwa. Firman Allah Swt: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. 39:53). Mari menyambut kemenangan, menjadi generasi optimis yang selalu melibatkan Allah dalam setiap keadaan dan kepentingan apapun. Wallahu a’lam bishowab.

Ridwan Rustandi, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Sumber, Galamedia 21 April 2021

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *