Kita terkadang suka mendapatkan kebaikan yang tidak terduga dan biasa menyikapinya dengan perasaan penuh bahagia. Ungkapan “Alhamdulillah” sering terlontar dari mulut sebagai ekspresi rasa syukur yang sangat dalam karena kebaikan tersebut dianggap sebagai “nikmat” dari Allah SWT.
Namun, sikap kita terkadang biasa-biasa saja ketika memperoleh kebaikan rutin, seperti mendapat gaji bulanan, pekanan, atau bisa makan dan minum tiap hari. Hal itu, mungkin karena kita menganggap kebaikan rutin tersebut “bukan nikmat”, sehingga jarang dari mulut terucap ungkapan “Alhamdulillah” ketika memperolehnya.
Dua fenomena di atas menunjukkan ada yang salah dalam memahami nikmat Allah. Lantas apa yang disebut nikmat Allah itu? Apakah hanya rezeki yang datang tidak terduga? Atau ada yang lainnya?
Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan surah at-Takatsur, menukil satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Rasulallah SAW pernah bersama-sama Abu Bakar dan Umar memakan satu biji kurma dan meminum seteguk air. Kemudian Beliau bersabda, “Ini (se biji kurma dan seteguk air) adalah bagian dari nikmat yang kamu akan dimintai pertanggung jawaban darinya.” (Ibnu Katsir, Juz 8, hal 476).
Dalam hadis lain dijelaskan, “Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (HR Bukhari). Dua hadis di atas menjelaskan nikmat Allah itu bukan hanya rezeki tidak terduga, tapi termasuk apa yang kita peroleh setiap saat.
Sebulir nasi yang kita makan, seteguk air yang kita minum, badan kita yang sehat, dan waktu luang yang kita lalui, semua itu termasuk nikmat Allah. Tidak hanya itu, sejumput udara yang kita hirup setiap saat dan iman yang senantiasa hadir di dalam hati, itu pun termasuk nikmat Allah.
Jadi, yang mesti disyukuri bukan hanya re zeki yang tidak terduga, tapi semua kebaikan yang diberikan Allah, baik besar maupun kecil, baik yang bersifat materiel maupun nonma teriel. Karena semua itu termasuk nikmat Allah. Dan jika nikmat tersebut senantiasa disyukuri, setidaknya dengan mengucapkan “Alhamdulillah” pada saat memperolehnya dan setelah melakukannya, maka ia akan mendatangkan tambahan kebaikan (berkah).
Sebagaimana firman Allah SWT, “Sesung guhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7). Supaya kesadaran kita terjaga terhadap nikmat dan senantiasa mensyukurinya, Allah mangajarkan satu doa, “Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS an-Naml [19]: 27). Wallahu a’lam.
Karman, dosen Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN SGD Bandung.
Sumber, Republika 13 April 2019