“Di antara manusia ada yang mengatakan: kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman, mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, mereka tidak menyadari bahwa dalam hatinya ada penyakit, karena itu Allah menambah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan kedustaannya.” (Al-Baqarah, 8-10).
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan beberapa penyakit yang bersumber dari hati. Sehingga Rasulullah menegaskan betapa hebatnya fungsi hati dalam kehidupan manusia. Jika hati rusak, maka semua organ dalam tubuh manusia ikut rusak pula, begitu pun sebaliknya.
Semua penyakit yang bersumber dari hati adalah berbahaya bagi kehidupan dirinya (individu) maupun orang lain (social). Iri, dengki, hasud, dzalim, sombong, menyepelekan ajaran agama, adalah beberapa di antara penyakit yang bersumber dari hati.
Penyakit hati yang juga sangat berbahaya adalah nifaq (munafik). Dalam al-Qur’an, sebagaimana dikutip di atas, menggambarkan bahwa orang munafiq itu hatinya penuh penyakit, lalu penyakit itu ditambah oleh Allah. Munafik, atau orang-orang yang bermuka dua, pada masa Rasulullah sangat membahayakan keutuhan umat Islam, karena mereka itu ibarat musuh dalam selimut. Di hadapan Rasulullah menyatakan beriman, tetapi hatinya tetap kufur. Karena itulah, orang-orang munafiq akan disiksa oleh Allah dengan azab yang sangat pedih.
Dampak negatif dari sikap munafik : hidupnya tidak akan pernah tenteram, selalu waswas, tidak senang melihat orang lain bahagia, cenderung menjadi pendendam, su’udzan (buruk sangka), negative thinking (berpikiran negatif) dan tidak lapang dada.
Obat paling mujarab untuk menyembuhkan penyakit hati (munafiq) ini adalah sebagaimana dianjurkan para Sufi, yaitu bertaubat, berdzikir dan bertaqarrub kepada Allah swt. Demikian pula Rasulullah mengingatkan kita : “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebajikan itu adalah apa yang [jika engkau melakukannya] jiwa dan hatimu merasa tenang; sedangkan dosa adalah yang selalu menghantui jiwamu dan membuat hatimu bimbang, serta engkau merasa tidak suka dilihat oleh orang lain saat melakukannya”. HR. Ahmad dan al-Darimi.
(Adeng Muchtar Ghazali)
ï‚Ÿ