Mukmin yang Baik

Dulu…Ketika saya mendapat kemurahan dari Allah Swt sehingga dapat melaksanakan ibadah haji, saya pernah—sesudah rampung ibadah haji—memandangi Ka’bah dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Lama saya mererung, lalu berkata dalam hati, “Alangkah bahagianya andaikata saya menjadi penduduk Mekah; setiap hari saya bisa shalat di Masjiidil Haram yang, menurut riwayat, pahalanya 10.000 kali lebih banyak daripada shalat di masjid mana pun di seluruh dunia, bisa menunaikan ibadah haji setiap tahun, bisa thawaf dan ‘Umrah kapan saja saya mau… Lalu, lamunan saya semakin menerawang jauh, jauh sekali.

Kemudian, dalam hati saya berkata, “Alangkah hebatnya jika sekiranya saya dulu ditakdirkan hidup di zaman Nabi Saw, menjadi sahabat setianya, ikut berjuang bersama beliau, dan mengetahui suasana saat Al-Qur’an diturunkan…”

Tetapi, tak lama kemudian, serasa ada bisikan dalam hati saya, “Apa ada jaminan bahwa, jika seseorang hidup dan tinggal di kota Mekah akan mau beribadah haji setiap tahun, Umrah dan shalat setiap waktu di Masjidil Haram…? Apakah juga ada jaminan bahwa, jika seseorang hidup di zaman Rasulullah Saw akan menjadi sahabat setianya, dan berjuang bersama beliau…?”

Pertanyaan itu saya jawab sendiri, “Tidak”. Lalu, sambil tersenyum, saya berkata dalam hati, “Berusaha menjadi mukmin yang baik, mencintai Nabi Saw, dan rindu setiap saat kepada Ka’bah dan Masjidil Haram, tidak ada hubungannya dengan ruang dan waktu, tidak ada urusannya dengan tinggal di Mekah atau Bandung, tidak ada kaitannya dengan jarak dekat atau jauh.., dan berjuang untuk Islam tidak mesti hanya dengan menjadi orang yang hidup di zaman Rasulullah Saw saja… Salam…[Afif Muhammad]

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter