Penguatan moderasi beragama pendidikan tinggi menjadi tuntutan dunia global. Apatah lagi pendidikan tinggi keagamaan atau pendidikan tinggi yang di dalamnya memiliki program studi agama. Bahkan, moderasi beragama menjadi tuntutat bagi pendidikan tinggi umum antara lain dengan cara memasukan materi keagamaan ke dalam kurikulum untuk menghasilkan perilaku sivitas akademik yang moderat. Pendidikan tinggi harus memiliki konsep dan aksi terkait moderasi beragama.

Mengapa Pendidikan tinggi? Saat ini semua pihak menaruh harapan besar terhadap pendidikan tinggi dapat memberikan formula untuk meningkatkan kesejahteraan negara, termasuk menjamin kehidupan beragama yang moderat.

Agama dipahami memberikan pengaruh besar dalam berbagai sektor kehidupan. Memang pada awal abad 20 agama pernah diramalkan akan menemukan kematian seiring dengan kemajuan sains dan teknologi. Ketika itu peran agama diramalkan akan tergeser oleh kekuatan sains dan teknologi. Namun, ramalan tersebut meleset atau tidak terbukti. Kenyataannya, agama berperan sangat sentral di dalam kehidupan manusia di abad 21 sekarang ini. Dewasa ini, agama tengah memasuki ruang kehidupan meliputi politik, ekonomi, pendidikan, industri, lingkungan dan sebagainya. Perlu ditegaskan di sini bahwa agama tidak akan pernah mati, bahkan sebaliknya ia menjadi peran utama.

Masalahnya, terkadang ekspresi agama diperankan oleh pemeluknya secara radikal. Agama dipahami secara harfiah atau tekstual. Akibatnya, agama diekspresikan sesuai teks apa adanya tanpa dilakukan interpretasi atau tafsir secara holistik. Secara ekstrim, pemahaman agama yang radikal ketika dibawa ke ruang politik maka ia dipastikan akan mengabaikan nilai-nilai inklusif yang egaliter dan demokratis. Dengan begitu, perbenturan menjadi tak terhidarkan dengan aliran politik lain yang berbeda. Tentu saja implikasinya adalah kehancuran kebalikan dari kedamaian.

Oleh karena itu, moderasi beragama menjadi penting. Pemeluk agama harus melakukan interpretasi terhadap teks suci. Setiap teks dipastikan memiliki konteks yang tidak serta merta dipahami secara leterlek berdasarkan teks yang harfiah. Penggalian terhadap teks suci dengan interpretasi yang holistik akan melahirkan pemaknaan yang universal sesuai dengan konteks. Interpretasi akan menghasilkan konsep-konsep yang operasional untuk diaktualisasikan dalam konteks kehidupan. Sejumlah pemuka agama telah sering mengumandangkan arahan moderasi dalam beragama. Sudah banyak rujukan tentang konsep-konsep moderasi beragama beserta aktualisasinya. Penguatannya kemudian adalah di tataran aktualisasi atau implementasi.

Pendidikan tinggi berperan menyiapkan seperangkan pengetahuan praktis tentang moderasi beragam di dalam kurikulum. Setiap akademisi memiliki acuan nilai yang eksplisit. Memang agama merupakan ajaran tentang iman. Namun, iman dalam penjelasan akademik ia menjadi nilai. Pendididikan tinggi memiliki peran menanamkan nilai, mengeksplisitkan nilai, dan mengaktualisasikan nilai. Dengan begitu, akademisi akan dijaga, akan dilindungi oleh nilai, dan berbagai berprilaku berbasis nilai yang tertanam tadi. Pada gilirannya, nilai akan berperan menjadi subjek yang menjaga, mengatur, dan mengendalikan segala perilaku. Penguatan nilai dapat berbentuk kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler pendidikan tinggi. Bagi pendidikan tinggi yang memiliki program studi agama, maka penguatan nilai-nilai agama menjadi inti kurikulum. Pendidikan tinggi keagamaan memastikan kurikulum nilai-nilai agama sebagai peran utama.

Tidak lain praktik nilai moderasi adalah kolaborasi yaitu upaya menghubungkan antar-unsur yang berbeda atau mencari titik temu di antara unsur-unsur yang berbeda. Kolaborasi berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Tujuan kolaborasi adalah untuk menjawab permasalahan baru, dengan cara baru, dan untuk menghasilkan jawaban baru. Moderasi bergama menghendaki kolaborasi internal dan eksternal pemeluk agama untuk menjawab berbagai tantangan dunia. Sehingga ditemukan cara-cara baru dan sekaligus jawaban baru dalam mengatasi berbagai permasalahan baru.

Pendidikan tinggi keagamaan Islam sangat menekankan paham Islam moderat. Dia terdiri atas kurikulum tentang nilai-nilai Islam yang eksplisit. Sekaligus pula dia mengejawantah dalam praktik. Suatu praktik dengan perilaku yang inklusif, egaliter, dan demokratis. Perilaku untuk kesiapan kolaborasi dalam memastikan kemajuan negara, bangsa, dan dunia global.

Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag, dosen Fakultas Ushuluddin Uiniversitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter