Merdeka belajar adalah hak pembelajar. Seumpama hak azasi, merdeka belajar adalah iriisan-irisan pengetahuan dan keinginan pembelajar yang ingin dicapai dan dibuktikan kemudian ketika seorang pembelajar terjun di kehidupan yang riil. Namun begitu, hak pembelajar untuk merdeka belajar itu tidak otomatis liar, tanpa kendali dan nihil kebijakan.
Secara regulasi, ia harus ditampung dan dipasilitasi oleh lembaga pembelajar. Maka konsep Kampus Merdeka adalah entitas yang “menampung” merdeka belajar itu. Apa yang dirumuskan dalam Kampus Merdeka? Merdeka belajar adalah siasat menyiapkan pembelajar untuk memiliki kemampuan juga keterampilan (kompetensi) lebih yang relevan di luar disiplin ilmu yang digelutinya.
Merdeka Belajar dalam Kampus Merdeka adalah merumuskan, yang dalam bahasa Heidegger disebut sebagai masa depan ontentik. Masa depan otentik adalah sejenis antisipasi, begitu Heidegger melanjutkan. Apa maksudnya? Dalam masa depan yang otentik, manusia menghadapi segala kemungkinan yang bakal tiba dengan sikap antisipasi.
Dalam Bahasa yang padat, masa depan otentik itu “is revealed in resoluteness“. Berada dalam keteguhan hati. Masa depan otentik harus dibedakan dengan masa depan inotentik. Karakter dasar masa depan inotentik adalah menunggu-nunggu (awaiting). Artinya, kemungkinan-kemungkinan di masa depan tidak diantisipasi, melainkan ditunggu: manusia pasif.
Merdeka Belajar adalah kesadaran manusia sebagai makhluk yang menyejarah yang dituntut untuk memunculkan eksistensialitasnya. Mengarahkan dirinya pada kemungkinan-kemungkinan yang datang menghampirinya. Dan sekaligus melakukan antisipasi atas semua kemungkinannya. Itulah manusia otentik.
Maka, manusia otentik bukanlah apa yang oleh Heidegger disebut das Man: manusia impersonal yang tenggelam dalam rutinitas kesehariannya dan begitu saja hidup sebagaimana manusia-manusia lainnya, melainkan manusia yang dapat cemas dengan Adanya, sehingga melecut dirinya untuk melakukan antisipasi dan membuka diri terhadap segala kemungkinan yang ada di depannya.
Demikianlah. Merdeka Belajar adalah kesadaran tentang Kemenjadian-diri (self-becoming) manusia bersama sang Ada di dalam temporalitas waktu. Dipadatkan, dalam Merdeka Belajarlah manusia mewaktu. Ia adalah sosok yang tidak hanya pasif berada dalam lingkaran waktu, tetapi juga aktif mewaktu. Allahu a’lam[]
Tabik.
Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.