Menyelamatkan Suara Rakyat pada Pilpres 2014

Kendati separuh tahapan Pilpres 2014 sudah terlampaui, bukan berarti rakyat sudah dapat berlega hati. Justru, Rabu, 9 Juli 2014 merupakan puncak pembuktian fair play bagi seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan Pilpres.

Puncak ujian “keculasan” rentan terjadi pada detik-detik pencoblosan, penghitungan dan rekafitulasi suara, sehingga pada tahapan inilah MK memberikan akses penyelesaian sengketa. Sisi lain sebagian rakyat; kebanyakan pendukung sudah menghabiskan energi pada masa kampanye; Energi terakhir mereka tumpahkan saat pencoblosan. Setelah itu, mereka merasa selesai karena telah memberikan suara sesuai kehendak.

Padahal, penyelenggaraan Pilpres tidak selesai sampai pencoblosan. Masih menganga kondisi rentan yang dapat mengundang kecurangan. Pasangan calon dan para pendukung yang melek pada pasca pencoblosanlah yang dapat menyelamatkan suara; Mereka pun dapat menggagas strategi “culas” untuk menambah atau menggelembungkan suara. Bermain mata dengan oknum KPPS, PPS, dan PPK merupakan peluang besar untuk memutarbalikkan suara.

Hal memungkinkan terjadi tatkala banyak pihak menganggap puncak penyelenggaraan adalah pencoblosan. Kelelahan perjalanan panjang tahap per tahap penyelenggaraan telah menjebak mereka untuk puas sampai memberikan suara. Padahal, nyaris setiap event Pemilu, peluang kecurangan yang besar terjadi pada tahap penghitungan dan rekafitulasi suara.

Apalagi jika penghitungan suara terjadi menjelang senja, sering kali TPS kondisi kosong: warga sudah pulang, saksi sudah lelah; tak jarang sebagian sudah meninggalkan TPS. Yang tinggal dengan setumpuk surat suara yang masih harus dihitung, PPL dan KPPS. Kondisi seperti itulah rentan terjadinya kecurangan; main mata antara pendukung dengan oknum penyelenggara. Setidaknya, pada kondisi itu pula kelalaian dapat terjadi. Kelelahan penyelenggara memungkinkan salah dalam penempatan atau penghitungan suara.

Oleh karena itu, program penyelamatan suara pasca-pencoblosan harus menjadi visi semua stakeholder penyelenggaraan Pilpres. Menyelamatkan suara bukan hanya menjamin tidak terjadinya kecurangan atau kelalaian di lapangan atau menjamin kemurnian suara yang masuk, tetapi juga menyelamatkan suara hati rakyat, sehingga Presiden dan Wakil Presiden terpilih betul-betul kehendak suara terbanyak rakyat.

Gagasan penyelamatan suara rakyat pun menjadi bagian terpenting dari kegiatan semua pihak yang ikut serta dalam penyelenggaraan Pilpres. KPU harus menjamin ujungtombak penyelenggara steril dari anasir kepentingan calon tertentu, termasuk menjamin kesehatan mereka, sehingga penghitungan suara dilakukan tenaga yang press; Bukan penyelenggara yang sudah loyo karena begadang membangun bilik suara atau menjaga kotak suara.

Pasangan calon pun harus menempatkan para saksinya dalam kondisi yang vit pula, sehingga dua atau tiga saksi lebih efektif ditempatkan di TPS secara bergantian. Tidak ada alasan lagi proses penghitungan suara tidak dihadiri saksi atau saksinya dalam kondisi terkantuk-kantuk. Peran saksi sangat penting di antara terbatasnya jumlah Pengawas Pemilu.

Namun yang lebih efektif, pengawasan dengan melibatkan seluruh rakyat melalui pengawasan partisipatif dan dapat meminimalisasi terjadinya kecurangan dan kelalaian. Kepedulian dan kesertaan seluruh elemen masyarakat menjadi penentu fair play-nya Pilpres 2014. []

       
Mahi M. Hikmat, Peneliti Komunikasi Politik Unpad, Dosen Pascasarjana UIN Bandung, Dewan Pakar ICMI Jawa Barat.

Sumber, Pikiran Rakyat 7 Juli 2014
 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *