Marhaban ya ramadhan (selamat datang wahai bulan Ramadhan). Insya Allah pada hari Jum’at tanggal 24 April 2020 kita semua umat Islam Indonesia akan mulai melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Bulan Ramadhan suatu bulan yang agung, bulan yang suci, jika melakukan amal kebajikan maka nilai pahalanya yang sangat tinggi dan berlipat ganda. Puasa bulan Ramadhan itu ibadah yang sangat rahasia hanya Allah dan pelakunya yang tahu. Hingga Allah berkata dalam hadis kudsinya, puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya (H.R. Bukhari).
Ada hal berbeda ibadah puasa Ramadhan tahun 1441 H./2020 M., dengan puasa sebelumnya. Ibadah puasa pada tahun ini, umat di Dunia sedang dilanda musabih Wabah Corona Virus Disease (Covid-19). Virus ini merupakan virus yang sangat mematikan. Akibat virus ini, puluhan bahkan ratusan ribu orang dinyatakan meninggal dunia. Para pemimpin negara yang terkena dampak pun tidak tinggal diam, mereka mengeluarkan berbagai kebijakan demi menjaga seluruh warga negaranya dari penyebaran virus, mulai dari social and physical distancing, dengan cara stay at home, isolasi, karantina wilayah/lockdown dan lain sebagainya.
Tentunya tidak terkecuali di bulan Ramadhan kali ini, masyarakat diimbau untuk tetap melakukan stay at home, dengan cara bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Menurut komisi fatwa Majlis Ulama Indonesia, dengan danya kebijakan stay at home di bulan Ramadhan bukan berarti meniadakan ibadah. Tetapi, memindahkan lokasi ibadah, yang sebelumnya di laksanakan di masjid-masjid, menjadi di rumah.
Menyambut Ramadhan
Sebagai umat Islam, tentu kita sangat bergembira dengan datagnya buan Ramdhan. Bahkan seluruh umat menanti kedatangannya. Mereka menyambutnya dengan berbagai caranya masing-masing. Bagi umat Islam yang merasa gembira dengan datangnya bulan Ramadhan maka dijanjikan akan masuk surga.
Walau dalam kondisi masih mewabahnya Covid-19, kita tetap merasa bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan. Mengapa harus bergembira? Karena bulan Ramadhan adalah sepuluh hari pertamanya merupakan syahru rahmah (bulan kasih sayang), sepuluh hari kedua syahru maghfirah (bulan ampunan), dan sepuluh hari terakhir disebut syahru itqun minannar (bulan pembebasan dari siksa api neraka).
Pada bulan Ramadhan juga tedapat lailatul qadr (malam kemuliaan) yang memiliki nilai (pahala) lebih baik dari seribu bulan atau jika dihitung dengan tahun sekitar 83 tahun lebih. Pada bulan Ramadhan juga ditunkannya kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an. Maka pada bulan Ramadhan kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an. Pada bulan Ramdhan pula, umat Islam memenangkan peperangan yang sangat bersar dan dahsyat, yakni perang Badar.
Ramadhan yang secara bahasa berarti pembakaran, maka pada bulan ini terjadinya ‘pembakaran’ atas berbagai kekhilafan, noda dan dosa-dosa serta kesalahan yang telah dilakukan dengan melaksanakan puasa, serta melaksanakan berbagai amalan ibadah lainnya. Ramadhan juga diartikan sebagai bulan panas yang bertemperatur tinggi, karena pada bulan ini pribadi-pribadi muslim ‘ditempa’ dengan ‘panasnya’ Ramadhan menjadi sempurna, sehingga menjadi pribadi yang bertakwa.
Bulan Ramadhan juga sebagai bulan pendidikan, dimana semua orang yang berpuasa dilatih dan diuji secara pisik dan ruhani. Orang yang berpuasa dididik menjadi pribadi-pribadi yang memiliki karakter yang kuat, unggul, kompetitif, pribadi yang memiliki kesalehan spiritual dan sosial sekaligus. Menjadi umatan wasathan yang memiliki sikap moderat dan toleran dalam beragama.
Dengan demikian sangatlah wajar jika bulan Ramadhan kedatangannya selalu dinantikan oleh siapa pun. Pria, wanita, tua, muda, kaya, miskin, semuanya menantikan kedatanganya bulan suci nan agung ini.
Menjadi Momentum
Ibadah Ramadhan dalam kondisi pandemic, hendaknya dijadikan sebagai momentum untuk meningatkan amal ibadah. Baik ibadah pertikal maupun horizontal. Karena ibadah Ramadhan berdimensi ritual dan sosial. Oleh karena bukan hanya kemaslahatan individual, tetapi kemaslahatan sosial juga harus diperhatikan. Ibadah Ramadhan harus dilakukan harus menjadi masalah untuk semua. Terlebih dalam kondisi pandemic Covid-19 seperti sekarang ini. Umat dituntut menjaga keselamatan diri, keluarga, teman, bangsa dan negara.
Agama melihat suatu musibah yang menimpa, termasuk wabah Covid-19, selalu dari tiga aspek, yakni ujian, peringatan dan juga adzab (siksa). Maka Wabah Covid-19 ini bisa saja merupakan ujian. Dengan ini Allah ingin menguji kualitas keimanan dan ketakwaan seseorang, sehingga akan terlahir menjadi pemenang. Bila diartikan sebagai peringatan, maka sesungguhnya Allah tidak mau melihat kita terlena dengan perilaku yang mungkin saja telah melupakan-Nya. Manusia telah mendewakan kecanggihan teknologi, sehingga lupa dengan penciptanya. Hingga akhirnya Allah menegurnya, suapa dia kembali kepada-Nya. Dan bisa saja wabah Copvid-19 ini merupakan adzab atau siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada-Nya.
Sebagaimana telah terjadi pada umat-umat terdahulu yang Allah adzab sehingga mereka musnah dari muka bumi. Hal tersebut karena mereka ingkar, kafir, dan tidak mau bersyukur kepada-Nya. Seperti musnahnya penduduk Pompeii, ‘Aad, Tasmud, Negeri Saba, dan yang lainnya. Maka kehadiran bulan Ramdhan bisa menjadi momentum bagi kita untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, melakukan pertaubatan, dengan taubatan nasuha.
Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Dan digolongkan kepada kelompok orang-orang yang bertakwa kepada-Nya. Amiin. Wallau’alam.
***
* Penulis adalah Heri Gunawan, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
Sumber, Times Indonesia Kamis, 23 April 2020 – 21:04