Menjaga Spirit Keagungan Arafah

Kepungan pandemi covid 19 telah berhasil meluluh lantakan semua sektor kehidupan umat manusia, tidak terkecuali pelaksanaan ibadah haji. Karena itu pada tahun 2020, jemaah haji Indonesia yang sejatinya pada tanggal 9 dzuhijjah 1441 H melaksanakan wukuf di padang arafah, menikmati indahnya lautan spiritualitas bersama segenap jemaah haji dari seluruh penjuru bumi, harus ditanguhkan. Meski terasa menyesakan dada, tetapi harus diyakini, ini semua adalah skenario terindah dari Allah untuk perjalanan ibahdah haji jemaah Indonesia.

Dalam petunjuk para ulama, hal indah untuk dilakukan dalam kondisi seperti ini adalah bagaimana para calon tamu Allah bisa menjaga spirit keagungan Arafah tetap hadir dalam seluruh pojok kehidupan.

Diantara keagungan hari Arafah adalah hari dimana ia menjadi hari terbaik untuk berdo’a. Abdullah bin Amr ra. meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda. “Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.” (HR. at-Tirmidzi no. 3585)

Dalam spirit hadits ini, hadirkan dan jaga keagungan Arafah dengan menjaga koneksitas diri dengan yang Ilahi melalui do’a yang diberi contoh oleh baginda Nabi, dimana diksi dan redaksi doa tersebut sangat tulus bersaksi mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah, pada-Nya segala kekuasaan dan Pujian, Dan Allah Maha Kuasa atas segala hal.

Dalam bimbingan doa ini, akan terbangun keyakinan dalam diri untuk memaha Besarkan Allah dan mengecilkan segala realitas selain Allah. Buhanya ada semacam gerak dalam jiwa untuk memadat menuju Allah dan gerak untuk memuaikan kepadatan jiwa kepada selain Allah.
Keagungan hari arafah berikutnya sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Qatâdah ra, bahwa Nabi saw bersabda. “Dengan syaum Arafah aku berharap Allâh kan menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya. [HR. Muslim no. 1162]

Dalam panduah hadits ini, spirit keagungan Hari arafah bisa dijaga dan dihadirkan melaui penjagaan atas berbagai puasa sunnat. Hakikat puasa adalah al-imsak, yakni menahan diri dari berbagai hal yang bisa membuat hidup lepas kendali. Sebab muara segala kemaksiatan adalah bermula dari perilaku lepas kendali. Dalam keterjagaan diri yang dibangun oleh puasa , ada nafsu muthmainnah, yakni jiwa yang tenang. Dan untuk setiap jiwa yang tenang ia berhak mendapatkan undangan Allah untuk masuk dalam jamaah hamba-Nya dan surga-Nya (Qs. Al-Fajr 27-30)

Berikutnya, Dalam shahih Bukhari-Muslim, disebutkan bahwa ‘Umar bin Al Khottob ra berkata bahwa ada seorang Yahudi berujar kepadanya, Ada ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya, bila ayat tersebut turun di tengah-tengah orang Yahudi, maka kami akan menjadikannya sebagai hari raya.” Umar bertanya, apa ayat itu? Yahudi itu menjawab, “al yauma akmaltu lakum dinakum waatmamtu alikum ni’mati waroditu lakumul Islama dina.” ‘Umar berkata, “Kami mengetahui hal itu, yakni hari dan tempat di mana ayat itu diturunkan pada Nabi saw. Beliau berdiri di ‘Arofah pada hari Jum’at.” (HR. Bukhari Muslim).

Untuk menjaga dan menghadirkan keagungan hari Arafah berdasarkan panduan hadits ini dan Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3 adalah bagaiama para calon tamu Allah bisa mengagungkan Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhoi Allah. Hal ini bisa dilakukan dengan upaya internalisasi Islam, yakni bagaimana ajaran islam bisa masuk secara utuh pada potensi fikir, potensi rasa dan menjelma dalam tindakan nyata. Berikutnya, Islam didakwahkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini, ditemui simpulan para ulama, dalam setiap kegiatan mendakwahkan Islam, sesungguhnya kita tengah mengagungkan Islam. Dan pada kutub itu ridho Allah akan didapatkan.

Mari kita jaga dan hadirkan keagungan hari arafah dengan menjalin koneksitas diri dengan yang ilahi melalui do’a, menjaga berpuasa sunat dan mengagungkan syiar Islam.

Dr. H. Aang Ridwan, M.Ag., Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung.

Sumber, Pikiran Rakyat 4 Agustus 2020

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter