(UINSGD.AC.ID)-Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ada seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai keluarga dekat yang biasa kuhubungi, sedangkan mereka memutuskan tali kekerabatannya denganku. Aku juga biasa berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka bertindak jahat kepadaku. Aku juga bersabar terhadap tindakan mereka, tetapi mereka tidak memedulikanku.”
Beliau bersabda, “Kalau kamu lakukan sebagaimana yang telah dikatakan, sama halnya dengan kamu memberi mereka makan pasir panas, dan kamu senantiasa dimenangkan oleh Allah terhadap mereka, selama kamu tetap berbuat demikian,” (HR Muslim).
Islam mengajarkan untuk tidak membalas kejahatan yang mungkin dilakukan saudara kita yang sedang khilaf atau dihinggapi kemarahan. Benci dan kesal tentu saja dirasa, namun haruskah kita sama tidak baiknya seperti mereka?
Baru beberapa hari umat Islam merayakan Idul Fitri 1442 H. Suasananya masih terasa hingga hari ini. Dengan semangat Idul Fitri, mari kembali ke kesucian diri. Jaga terus silaturahmi dengan cara bersabar dan terus berbuat baik walau kepada mereka yang melukai hati.
Cintai saudara sebagaimana mencintai diri sendiri. Belajar terus menjadi pribadi yang selalu berzikir dan bertobat. Terus berbagi pada sesama, taat menunaikan ibadah kepada-Nya. Mampu mengelola emosi, dibalut dengan sikap tidak mudah marah, tidak sungkan meminta maaf dan menjadi pemaaf. Jubah keangkuhan ditanggalkan, simpati, empati, rendah hati, dan santun menjadi perilaku keseharian.
Silaturahim merupakan pilar utama umat Islam. Menambah saudara, rezeki dan panjang umur usia. Merusaknya sangatlah mudah, menjaganya harus dengan susah payah.
Saat ini, kebencian pada sesama akibat fitnah dan tipu daya melalui hoax menyebarluas ibarat api tertiup angin. Apabila tidak waspada, bukan tak mungkin, kita sendiri menjadi pengoyak ukhuwah.
Tabayyun belum sepenuhnya menjadi tradisi. Sementara iri dan dengki masih menjadi sikap sehari-hari. Padahal itulah yang akan memakan kebaikan seperti kayu yang terbakar api.
Dalam interaksi dengan sesama, marah dan benci mungkin saja terasa. Mesti diingat, memaafkan merupakan sikap utama dan bukankah itu salah satu ciri manusia bertakwa. Diriwayatkan dari Jubair bin Muth’im RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali kekeluargaan,” (HR Muslim).
Selain itu, untuk menjaga silaturahim, mari saling mencintai karena Allah SWT. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah ‘Azza wa Jalla pada hari kiamat akan berfirman, di manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku? Pada hari inilah Aku memberikan mereka naungan, pada hari yang tidak ada naungan lagi kecuali naungan-Ku,” (HR Muslim).
Wallaahu a’lam.
PROF TEDI PRIATNA, Wali Rektor II UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber, Republika 17 Mei 2021