Ujian berupa wabah Covid-19 telah berlangsung beberapa bulan dan entah sampai kapan akan terus menghantui kehidupan. Menjadi pribadi yang kuat di era adaptasi kebiasaan baru menjadi keniscayaan. Demikianlah Islam mengajarkan untuk kuat, tekun, sabar, ikhlas, istiqamah, dan tawakal dalam menempuh jalan pengabdian dan kekhalifahan.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah. Masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirimu serta mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah! Kalau tertimpa sesuatu, janganlah kamu mengucapkan: ‘Seandainya aku berbuat begini dan begitu,’ tetapi katakanlah, ‘Apa yang telah ditentukan Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi.’ Karena kata ‘seandainya’ itu akan memberi jalan kepada setan.” (HR Muslim).
Jangan mudah menyerah dan berputus asa. Tetaplah optimistis dengan memohon pertolongan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW melarang kita berandai-andai dan larut dalam penyesalan.
Setan sangat suka melihat orang yang bersedih, cemas, dan gelisah. Sebab, dengan itu, setan akan lebih mudah membuat seseorang tersesat. Apalagi iri dan dengki dengan pencapaian sanak saudara atau tetangga. Setiap orang tentunya tengah menempuh jalan masing-masing. Setiap jalan ada pengalamannya tersendiri, berbagai macam ujian dan pertanggungjawaban yang adil di hari pembalasan.
Allah SWT lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Selalu ada pelajaran pada setiap peristiwa. Dari setiap kesalahan, kita diberikan pintu pertobatan. Pada setiap kesulitan, dihadirkan kemudahan. Sungguh teramat luas rahmat dan kasih sayang yang diberikan oleh-Nya. Sejatinya, semua proses hidup itu belajar. Maka temukanlah hikmah di balik semua peristiwa yang dialami.
Ali bin Abi Thalib pernah mewasiatkan lima hal, jika semuanya dilakukan maka akan mendapatkan keselamatan. Pertama, jangan memohon kecuali kepada Allah SWT. Kedua, jangan takut kecuali terhadap dosa sendiri. Ketiga, jangan malu untuk berkata ‘aku tidak tahu’ jika ditanya tentang sesuatu hal yang kita tidak mengetahuinya.
Keempat, jangan malu untuk belajar atau mencari sesuatu hal yang tidak kita ketahui. Kelima, hendaklah bersabar karena kesabaran adalah bagian penting dari keimanan.
Tak harus merasa apa-apa karena bukan siapa-siapa. Tak usah berusaha seolah-olah mampu kalau memang tidak mampu. Bertanyalah karena tak tahu, tidak usah menjadi sok tahu. Kerjakan yang mungkin dikerjakan agar tempaan ini menguatkan. Sabar dan ikhlas adalah kunci menempuh perjalanan.
Belajarlah dari kesalahan, sempatkanlah mengintrospeksi diri agar tak berulang kesalahan yang sama. Ingat kembali segala perbuatan dan pekerjaan yang sudah dilakukan. Pikirkan pula segala hal yang akan dilakukan. Kita merasa bodoh, tapi di mata sebagian orang kita tidak pandai. Kadang bingung, tapi Allah memberikan solusi. Merasa tak mampu, tapi Dia memberikan mampu.
Kesulitan selalu datang bersama kemudahan. Harapan selalu membersamai usaha dan ikhtiar. Tak ada sesuatu pun terjadi di luar ketetapan-Nya. Mari bersama belajar untuk terus menjadi mukmin yang kuat. Wallaahu a’lam.
Iu Rusliana, Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber, Republika Rabu 29 Jul 2020 06:37 WIB
One thought on “Menjadi Mukmin yang Kuat”
Maasya Allah terima kasih banyak bu ✨ saya habis cari kandungan dari hadis tersebut. Makna yang ibu paparkan sangat dalam, karena sedang saya rasakan saat ini. 🥺. Terimakasih banyak bu.
Sehat selalu menebar kebaikan untuk ibu.