“Menjadi bagian” itu bukanlah sikap sekali jadi. Ia bukanlah sesuatu yang final sekali kita mengatakannya. Ada saatnya kita berjarak. Tak jarang pula kita sedemikian lekat seumpama menjadi bagian utuh yang tak terpisahkan.
Yes! Terma “menjadi bagian” terkena hukum kehidupan tentang “pasang-surut”, “bertambah-berkurang” atau “menebal-menipis”. “Menjadi bagian” adalah sesuatu yang dinamis. Ia adalah gerak yang terus bertumbuh. Atau malah surut menipis sekadar berhenti di pengakuan.
Supaya “menjadi bagian” yang terus tumbuh, ia harus diperkaya dengan ilmu pengetahuan. Kemelekatan kita dengan hal apapun jadinya didasari oleh sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Inilah yang dalam bahasa agama disebut dengan “‘itiba'”. Kita mengikuti atau memercayai sesuatu karena kita tahu alasan rasionalnya. Kita faham dalil yang menopangnya.
Supaya “menjadi bagian” yang terus bergerak ke arah yang positif, ia harus disempurnakan dengan tindakan yang benar. Tindakan yang benar menjadi konsekuensi logis dari pengakuan lisan. Tindakan yang benar adalah pengejawantahan dari ilmu dan pengetahuan yang menjadi jangkar dari pengakuan kita tentang keinginan “menjadi bagian” dari sesuatu itu.
Selamat datang di UIN Bandung. Bersiaplah untuk “menjadi bagian” dari keluarga besar Sunan Gunung Djati. Selama “menjadi bagian”, kita akan terus bertumbuh untuk menggali dan menemukan ilmu pengetahuan dalam seluruh dimensinya. Terus belajar untuk menempa diri sehingga sanggup menunjukkan sikap, budi pekerti dan tindakan yang benar yang kita gali dasar-dasarnya dari norma agama yang kita yakini kebenarannya.
Allahu a’lam[]
Tabik.
Dr. Radea Juli A. Hambali, M.Hum, Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung.