Menghadapi Kenaikan BBM

Sebagai ketua dewan pembina Pesantren  Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi, penulis sering menyempatkan diri menjenguk pesantren tersebut. Namun, minggu kemarin penulis dikejutkan dengan pertanyaan seorang ustaz yang saat seluruh ustaz dikumpulkan di sebuah ruangan.“Pak, bagaimana pesantren menyikapi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM)? Karena di media massa cetak apalagi televisi amat ramai pemberitaannya. Apakah ustaz dan para santri harus unjuk rasa menolak kenaikan BBM?”Sebagai warga bangsa tentu pesantren beserta kiai, ustaz, dan para santri juga terkena dampak kenaikan BBM. Harga- barang-barang “berganti” makin tinggi, sedangkan kemampuan para santri masih tetap malah makin menurun. Pihak pesantren dari dulu terkenal dengan kepedulian sosialnya sehingga kemungkinan besar tak akan menaikkan biaya “masantren” seperti biaya sekolah maupun asrama. Kalau pun ada penyesuaian sebatas biaya makan sehari-hari, namun kenaikannya kecil.Hanya, kaum Muslimin tentu tak menginginkan pemerintah tidak membohongi rakyatnya dalam mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. Bangsa berasal dari Bahasa Sansekerta yakni pangsa yang bermakna keluarga sehingga pemerintah dan rakyat adalah keluarga besar. Tidak boleh ada dusta di antara keluarga.Tentu menghadapi kenaikan BBM yang rencananya pada awal April mendatang harus tetap dengan sikap optimistis jangan pesimistis. Kita patut meneladani pesan Nabi Yakub yang tetap meminta anak-anaknya untuk mencari saudaranya, Nabi Yusuf. “Hai anak-anakku, Pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. Yusuf: 87).Kemiskinan, kemelaratan, ketidak berdayaan, kelaparan, dan ketiadaan tempat berteduh seharusnya tak ada di negeri ini kalau pemerintah dan masyarakat bisa mengelola kekakayan alam dan potensi manusianya dengan baik.  Air, bumi dan udara menyimpan potensi kekayaan yang luar biasa. Kalau menggunakan kacamata yang semestinyalah, rasanya, tidaklah pada tempatnya lagi kemiskinan menjadi tema sentral di negara ini.Andaikan para pemimpin dan umat Islam mengamalkan ajaran agamanya dengan sungguh, andaikan kekayaan bangsa dan negara ini diurus dengan benar, kesejahteraan pasti akan datang. Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. Allah pasti akan melimpahkan rahmat dan memberi rezeki kepada setiap makhluk-Nya. Nah, bila kemiskinan dan kemelaratan bertebaran di mana-mana di Indonesia, pasti ada yang salah.Idealnya, menghadapi kenaikan BBM umat Islam harus lebih rajin berdoa da berusaha. Setiap Muslim sudah harus bangun pukul 4.00 WIB untuk menunaikan Salat Subuh lalu mencari rahmat dan rezeki dari Allah yang bertebaran di muka bumi ini.Di lain pihak, orang-orang kaya Islam juga diharuskan untuk membayarkan zakat. Kewajiban berzakat selalu diseiringkan Allah dengan salat (wa-aqimussalat wa-atuzzakat). Maknanya  zakat mempunyai peran penting dalam menata peradaban dan kehidupan umat. Bila saat ini kemiskinan masih menyelimuti umat Islam bisa jadi pertanda masih banyak orang-orang kaya Islam yang belum menunaikan zakat, infak, dan sedekahnya.Terakhir, umat Islam harus yakin  di balik kesulitan yang menimpa kita, insya Allah akan ada kemudahan. Percayalah karena ini adalah janji Allah yang Maha Benar.  “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” [QS. Alam Nasyrah: 5-6]Allah tidak  akan membebani cobaan, ujian, hambatan, dan tantangan  di luar kemampuan kita.  ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” [Al Baqarah:286]Tentu saja beriman beriman kepada takdir Allah, tidak berarti kita jadi fatalis, menyerah, dan  tidak berusaha melakukan apa-apa. ”Jika telah salat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” [QS. Al Jumu’ah:10]Banyak pengusaha, tokoh, pejabat, artis, penyanyi, dan orang-orang sukses lainnya yang menjadikan ujian sebagai kesempatan untuk maju. Betapa banyak perusahaan yang maju di saat terjadi krisis ekonomi karena mereka bisa memanfaatkan ujian itu menjadi kesempatan.Jadi jangan bermalas-malasan apalagi putus asa. Tetap terus belajar, berusaha, berdoa, dan optimis serta tawakkal. Tentu kerja keras umat juga harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang memudahkan masyarakat untuk bisa melewati masa ujian ini bahkan bisa sejahtera dunia dan akhirat.Wallahu-a’lam.***Penulis, Sekretaris Senat  Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan SukabumiSumber, Pikiran Rakyat 29 Maret 2012

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter