Mengelola Amarah
(UINSGD.AC.ID)-Ada banyak potensi dalam keseluruhan perjalanan ibadah haji dan umrah yang bisa memantik emosi jemaah. Jarak tempuh yang cukup jauh, waktu pelaksanaan ibadah yang relatif lama, cuaca yang kadang tidak bersahabat, dan regulasi pemerintah Arab Saudi yang kadang berubah-ubah. Belum lagi, hal-hal yang terkait dengan perbedaan latar belakang jemaah, seperti; status sosial, ekonomi, budaya, dll. Semua faktor itu, kadang menjadi ranjau yang bisa menjebak jemaah untuk larut dalam amarah.
Bila masuk pada ranjau itu, lalu membuncahlah amarah. Maka simpul kemabruran haji dan kemaqbulan umrah telah terputus dari pangkalnya. Bila demikian adanya, yang diraih dari Ibadah haji dan umrah tinggallah lelah. Lebih tingi sedikit hanyalah rihlah. Itulah simpulan para ulama, tentang efek amarah bila tidak berhasil dikelola.
Terkait hal itu, menyertai terpenuhinya ragam syarat administratif jemaah haji dan umrah. Para ulama merekomendasikan setiap calaon jemaah untuk belajar mengelola amarah dan berdamai dengan segala sistuasi. Buah dari kedua hal itu akan memperkokoh dan mempercantik posisi istitho’ah yang dihajatkan bagi setiap calon jemaah.
Suatu ketika, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, seorang lelaki berkata kepada Rasululah, “Berilah aku wasiat.” Rasulullah menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Rasul (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” [HR. Bukhari, no. 6116]. Dalam spirit hadits ini, mengelola amarah adalah sesuatu diwasiatkan Rasululah. Hal itu beliau wasiatkan karena dalam setiap amarah yang diumbarada potensi mafsadat yang besar. Semua masalah bermula ketika amarah tidak bisa dikelola.
Bila dalam perjalan haji dan umrah amarah berkunjung. Maka kelolah dia dengan langkah-langkah yang diajarkan Rasulullah berikut ini.
Pertama, bacalah isti’adzah atau ta’awudz, yakni meminta perlindungan kepada Allah. Dalam QS. Al-A’raf ayat 200 Allah memberikan petunjuk, “Dan bila setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” Rasulullahpun menegaskan, “Jika seseorang dalam keadaan marah, maka ucapkan, ‘a’udzu billah (Aku berlindung kepada Allah)’, maka akan redamlah amarah.”
Kedua, redam dan padamkan amarah dengan menjaga wudhu. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya amarah itu datang dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 4784). Terkait wudhu, Rasulullah SAW sering kali bermimpi tentang Bilal bin Rabah yang dikejar-kejar bidadari surga. Hal itu Bilal dapatkan, karena ia sosok sahabat yang pandai mengelola marah. Kemampuan itu bilal dapatkan, Karena ia sahabat yang pandai menjaga wudhu.
Ketiga, ketika amarah membuncah janganlah pasif dan fokus pada satu posisi, melainkan harus berganti posisi. Hal itu ditengarai bisa membawa segenap potensi diri pada relaksasi. Karena itu, Dari Abu Dzarr RA, Rasulullahbersabda, “Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun bila amarah belum hilang maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782)
Keempat, kelolah amarah dengan diam. Rasul bersabda; “Bila salah seorang di antara kalian marah, diamlah.”(HR. Ahmad). Diam terkadang lebih elegan daripada sibuk menghakimi dan mengumbar emosi, lalu lupa bercermin. Dalam kehairan amarah yang membuncah, diam adalah emas. Anda pasti bisa.
Aang Ridwan, Pembimbing Haji Plus dan Umroh Khalifah Tour dan Dosen FDK UIN Bandung.
Sumber, Pikiran Rakyat 7 November 2021.