Masa kampanye Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2013 sudah berakhir, 20/02, yang ditandai dengan penyelenggaraan debat lima pasangan calon gubernur putaran terkahir, kerjasama antara KPU Jawa Barat dengan televisi swasta. Setelah itu, even Pilgub Jabar segera akan memasuki masa tenang, 21-23/02. Selama masa tenang, segala bentuk kegiatan kampanye, seperti tatap muka, pertemuaan terbuka, pemasangan atribut kampanye, dan lain sebagainya, harus dihentikan secara serentak.
Dalam kata lain, selama masa tenang ini diharamkan bagi kelima pasangan calon serta para penggerak mesin politiknya untuk melakukan segala bentuk kegiatan politik apapun yang menyerupai kampanye politik. Sehingga siapa pun yang mencoba melanggarnya, maka bersiaplah sangsi pidana sekaligus sangsi politik akan segera menjemputnya.
Penulis melihat bahwa masa tenang ini tidak kalah krusialnya dengan masa-masa atau tahapan-tahapan Pilgub Jabar lainnya, termasuk tahapan kampanye politik. Bahkan lebih dari itu. dalam kadar tertentu, dapat juga dikatakan bahwa masa tenang ini merupakan masa paling krusial. Hal itu terutama bila dikaitkan dengan suasana kebatinan pemegang suara, sekaligus pemegang kedaulatan politik, dalam sebuah kontestasi politik seperti Pilgub Jabar ini.
Mereka adalah warga atau rakyat Jawa Barat yang memenuhi syarat sebagai pemilih. Masa atau suasana tenang mutlak dibutuhkan oleh mereka dalam menjatuhkan dan menentukan pilihan politiknya. Bila pada masa kampnye pemilik dan pengguna dominannya adalah para pasangan calon, maka pada masa tenang ini pemilik dan pengguna utamanya adalah rakyat pemilih. Oleh sebab itu, masa tenang ini tidak boleh diganggu atau direcoki oleh berbagai kegaiatn politik lainnya, seperti kampanye terselubung atau kampanye haram.
Masa tenang itu sejatinya menjadi hari-hari luas dan leluasa bagi para calon pemilih dalam menentukan argumen mana yang akan digunakan dalam memilih lima pasangan calon. Apakah argumen hukuman, argumen harapan, argumen imbalan, ataukah argumen asal-asalan. Tentunya setelah mereka menyimak, langsung atau tidak, visi-misi, ide dan perilaku politik lima pasangan calon selama masa kampanye.
Namun demikian, ketenangan mereka dalam kembali menentukan argumen pilihannya selama masa tenang itu, kerapkali diganggu oleh berbagai modus kegiatan politik yang bukan semestinya dan peruntukannya. Sebagaimana telah disebutkan di atas, salah satu modus yang dominan adalah kampanye terselubung. Sebut saja misalnya, modus operandi bagi pasangan incumbent dapat berbentuk kunjungan kerja, membuka acara kegiatan dinas, atau pemberian santunan secara terbuka kepada masyarakat miskin. Sedang bagi pasangan non-incumbent, modus operandinya bisa dalam bentuk kerja bakti sosial (baksos), mengadakan pengajian-pengajian besar, atau silaturahim door to door.
Hal berbeda tentunya modus operandi politik haram yang berlansung pada hari pencoblosan. Di antara yang paling populer adalah politik haram “serangan fajar”, money politic. Di sini cara paling mudah dan lazim untuk menghadapinya adalah “ambil saja uangnya, jangan pilih calonnya”.
Modus-modus itu harus diawasi sekaligus dihentikan oleh segala pihak, terutama para penyelenggara pilgub serta semua pemegang suara pilgub. Perlu diingat bahwa masa tenang ini harus terbebas dari bebagai gangguan di atas. Bila benar-benar terbebas, maka akan berpengruh kuat terhadap kualitas internalisasi sekaligus penilaian pemilh terhadap visi-misi, ide dan tabiat politik semua pasangan calon. Dengan itu, penjatuhan dan penentuan pilihan politiknya cenderung akan berdasarkan alasan rasional dan pondasi kesadaran. Ujung yang diharapkan dari itu semua adalah terwujudkannya proses dan hasil pilgub yang terbebas dari cacat demokrasi. Wallahu’alam bii shawab.
Asep Sahid Gatara, Dosen FISIP UIN SGD Bandung
Sumber, Tribun Jabar 22 Februari 2013)