MENAPAKI MAQAMA MAHMUDA

(UINSGD.AC.ID)-Allah SWT menjanjikan sejumlah tempat yang mulia bagi semua hamba-hambanya. Tempat yang menjadikan manusia lebih merasakan kehambaannya sekaligus mengekspresikan derajat kemanusiaannya. Tempat manusia menjadi lebih bermartabat dan menebar kemartabatan. Di antara tempat yang dijanjikan tersebut adalah maqama mahmuda. Tempat yang terpuji bagi manusia-manusia teruji dan terseleksi.

Terkait dengan maqama mahmuda itu, dalam QS. Al-Isra ayat 79, Allah Swt berfirman: “Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (Maqama Mahmuda)”. Maqama mahmuda tersebut juga tercantum dalam untaian do’a setiap selesai mendengarkan lantunan azan. Do’a yang ditegaskan dalam hadist dari sahabat Jabir bin ‘Abdullah ra dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori.

Banyak tafsir mengenai istilah maqama mahmuda. Di antaranya, maqama mahmuda dimaknai sebagai kedudukan yang dipuji oleh orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang belakangan (Tafsir al-Muyassar-Kementerian Agama Arab Saudi); dan kedudukan sebagai pemegang syafaat ‘uzma yang dipuji dan disanjung oleh umat-umat terdahulu dan belakangan (Tafsir al-Mukhtashar-Markaz Tafsir Riyadh). Kedua tafsir tesebut menjelaskan bahwa kata maqama dalam maqama mahmuda bukan dalam makna sempit, seperti ruang yang ditinggali atau ditempati (kediaman), namun dalam makna luas, seperti setiap ruang untuk melakukan peran dan aktivitas.

Menapaki tempat terpuji tersebut, seseorang memerlukan ikhtiar penghampiran dengan menjemput, bukan menunggu. Ikhtiar-ikhtiar proaktif yang dapat memperpendek jarak sekaligus menyegerakan ketibaan maqama mahmuda.
Rute untuk memperpendek dan menyegerakannya, merujuk pada QS. Al-Isra ayat 78, adalah dengan mendirikan sholat. Mulai dari sholat wajib hingga sholat sunnah. Sholat wajib mulai saat tergelincir matahari hingga gelap malam, dan bacaan (al-Qur’an) pada waktu fajar (shubuh). Fajar yang membuka jalan masyhuda (ruang yang dihadiri atau disaksikan para malaikat). Dan, sholat sunnah tahajud pada sebagian malam akan melapangkan laju ke maqama mahmuda.

Mendirikan sholat tentu tidak hanya dalam konteks praktik ritual, seperti dari mulai niat sampai salam, tapi juga dalam konteks praktik sosial, yaitu dari mulai merendahkan hati dalam kehidupan sehari-hari sampai menebar kedamaian bagi sesama serta seisi alam dunia.

Maqama mahmuda dengan maknanya yang luas tidak hanya berdimensi privat, namun juga berdimensi publik. Dimensi ruang yang berdampak bagi keterpujian semesta lingkungannya. Karena siapa pun yang berada di dalamnya selalu berpijak pada kebenaran dan berpihak pada kemaslahatan umum. Selain itu, juga karena dalam maqama mahmuda melekat kedudukan, kekuasaan, dan kepemimpinan yang menolong (sulthanan nashira). Jika Rasulullah SAW menolong umatnya dengan syafa’at pada hari kiamat, maka imam (pemimpin publik) menolong rakyatnya dengan kebijakan yang adil pada kehidupan berkewargaan. Dan bagi kita semua (kullukum ra’in, setiap manusia adalah pemimpin), menolong sesama dengan amal sholeh serta dengan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Wallahu’alam bi shawab.

Asep Sahid Gatara, Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung; Wakil Ketua Umum Asosiasi Program Studi Ilmu Politik Se-Indonesia (APSIPOL)

Sumber, Republika 7 November 2022

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *