Memaknai Zakat Fitrah

(UINSGD.AC.ID)-Rasulullah SAW bersabda, “Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit dari kalian dengan sedekah, siapkanlah doa untuk bala bencana” (HR Abu Dawud).

Zakat fitrah identik dengan salah satu ibadah yang ditunaikan akhir bulan Ramadhan dan penyempurna ibadah puasa yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Dengan mengeluarkan seukuran tertentu dari makanan pokok untuk mereka yang berhak menerimanya. Uniknya, zakat fitrah ini tidak hanya ditunaikan mereka yang memiliki harta berlebih, tapi juga masyarakat biasa.

Ini tentu saja menjadi menarik bila dikaitkan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Sebab, ketika seseorang mengeluarkan zakat fitrah, ada pihak yang mengelolanya dan ada pihak yang menerimanya, maka terjadilah silah  (hubungan) sosial. Lantas, bagaimana hubungan sosial itu bisa terdorong oleh zakat fitrah?

Melalui zakat fitrah, suatu komunitas terbangkitkan untuk saling mengenal (ta’aruf) karena di sana ada unsur yang mengeluarkan zakat (muzaki), pengelola zakat (amylin), dan yang berhak menerima zakat (mustahik). Dengan begitu, orang bisa terhubungkan secara sosial sehingga mereka terdorong untuk saling mengenali satu sama lain.

Zakat fitrah juga tidak hanya memungkinkan saling mengenal, tapi juga memungkinkan untuk tafahum (saling memahami). Betapa tidak, ketika pengumpulan data muzaki dan mustahik, pada setiap lingkungan terjadi pendataan potensi masyarakat di lingkungannya.

Itulah sebabnya zakat fitrah sangat memungkinkan orang untuk saling memahami kondisi satu sama lain, baik dari kelebihannya maupun kekurangannya, atau mungkin problem hidup yang tengah dihadapinya.

Melalui zakat fitrah, maka orang terdorong untuk bisa lebih tahu dan paham tentang kesiapaan mereka. Jadi, jangan sampai ada orang yang wajib mengeluarkan zakat tidak teringatkan, dan jangan sampai ada yang berhak menerima zakat tidak tersantuni.

Zakat fitrah yang dikeluarkan juga tak selesai sampai di sana. Ia berpotensi juga untuk menumbuhkan Taatuf (saling berempati). Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dialami orang lain. Munculnya saling memahami (tafahum) dapat berlanjut pada tumbuhnya saling berempati ini.

Jika empati telah bangkit maka berikutnya dapat merapat kepada rasa saling menyayangi (tarahum). Tarahum ini lebih dalam dari empati, yaitu tidak hanya terbentuknya saling merasakan tetapi berpotensi untuk saling memperhatikan dan saling berkorban (taawun).

Taawun merupakan wujud rasa kasih sayang dalam bentuk tindakan nyata yang bersemayam di dada, dan tidak akan tampak jika tidak diwujudkan dalam sikap maupun tindakan. Karena itu, jika hikmah zakat fitrah sudah sampai tahap ini, maka akan sangat mungkin juga terbangkitkan untuk saling membantu atau bekerja sama dalam bidang lainnya. Wallahu a’lam

Dr. Aep Kusnawan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK)UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sumber, Republika 25 April 2022.

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *