Melihat Iran dari Dekat

[www.uinsgd.ac.id] Kami informasikan bahwa di fakultas Ushuludin  ada Iran Corner atau Pojok Iran, di sana terdapat buku-buku khusus tentang Iran dan Kebudayaannya. Kenapa Harus mengenalkan Iran? Kita harus mengenal Iran karena tokoh intelektual besar dunia ada di Iran; Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Farabi. Mereka semua memiliki latar belakang Persia. Iran Juga merupakan pewaris Kebudayaan Islam yang luar biasa.

Rosihon Anwar meyakinkan kepada hadirin yang hadir saat memberikan sambutan pada acara Public Sharing & Ekhibition tentang Iran di Aula Utama UIN pada Selasa (04/12).

Turut hadir dalam acara tersebut Pembantu Rektor II Prof. Dr. Muhtar Solihin, M.Ag yang juga mantan dekan Ushuluddin, Pembantu Rektor IV Prof. Dr. Moh. Najib, M.Ag.

Ia berterima kasih kepada kedutaan besar Republik Islam Iran yang diwakili oleh M. Ali Nurbain. Ali Nurbain yang juga menyampaikan sambutan meminta izin untuk menggunakan bahasa Persia.

“Karena tadi sudah bicara dalam bahasa Inggris, Arab, dan Indonesia. Saya minta izin untuk menggunakan bahasa Persia”, kelakarnya.

“Saya akan menyampaikannya dalam beberapa point saja, karena sudah mendekati adzan dhuhur,” lanjut Ali.

“Ada hubungan yang langsung antara masyarakat satu dengan yang lain yaitu hubungan kebudayaan dan keilmuan. Apabila ingin mengenalnya, maka sarananya adalah dengan dialog atau pertukaran pemikiran antara dua masyarakat  yang bisa menjalin hubungan tersebut. Oleh karena itu Islam tidak begitu saja menolak kebudayaan dari tempat tertentu, tapi menggabungkan sehingga menjadi potensi yang sangat besar. Kita lihat di Persia, India, Eropa, dan Indonesia. Sehingga Islam pada beberapa abad kemudian menjadi peradaban besar yang diperhitungkan oleh masyarakat Islam dan dunia”, jelas Ali.

Ia mengamati tentang keilmuan yang ada di Islam tidak terlepas dari kaitannya dengan keilmuan lain.”Apabila kita mengamati keilmuan Islam baik itu teologi, kedokteran, ushl fiqh, atau lainnya, keilmuan tersebut berasa juga dari kebudayaan-kebudayaan lainnya. Kita memiliki logika seperti apa yang disampaikan oleh Imam Ali, ‘lihatlah apa yang disampaikan, bukan siapa yang menyampaikannya. Apabila kebudayaan bagus, bolehlah kita mengambilnya”, ujar Ali.

Ia heran, melihat kehidupan global saat ini masih ada orang yang membangun tembok pembatas antara agama dan budaya. Karena bagi dirinya, hal yang bersifat pemikiran dan ide tidak dapat dibendung, tetapi harus dilawan dengan pemikiran dan keilmuan. “Kebudayaan harus dilawan dengan kebudayaan, bukan dengan kekerasan”,tegasnya.

Muhtar Solihin, yang mewakili Rektor sangat mengapresiasi kegiatan tersebut. “mudah-mudahan ini tidak hanya sekedar testimony belaka, namun ada kegiatan yang lebih besar lagi. Misalnya kita mengirim mahasiswa S2 dan S3 ke Iran,”harapnya.

Pembantu Rektor Bidang Keuangan tersebut bersyukur karena apa yang dirintis dan dibangunnya berjalan lancar.  Apalagi yang menyelenggarakan kerjasama langsung dengan luar negeri hanya fakultas Ushuluddin.

“Jika dilihat hanya Ushuluddin yang real bekerjasama dengan luar negeri. Oleh karena itu Pak Rektor sangat berterima kasih,”ujarnya.

Selesai sambutan, Prof. Muhtar Solihin membuka acara secara resmi dengan menggunting pita pameran kegiatan Public Sharing tersebut dengan menampilkan foto-foto tentang Iran.

Dua pembicara selanjutnya, Tia–alumni mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Mahdiyah, mahasiswa UIN Jakarta bercerita bagaima dirinya bisa berkeliling Iran dan mengenal kebudayaan Iran dari dekat selama 40 hari.***[dudi]

 

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *