Maulid Nabi dan Mata Air Peradaban

Kelahiran Nabi Muhammad saw pada empat belas abad lalu ibarat mata air pemberi energi segar dan perubahan pada ranah kemanusiaan yang sebelumnya terdegradasi oleh bobroknya moral kaum jahiliah. Kebobrokan moral itu nyaris menggerogoti semua sendi kehidupan bangsa Arab hingga mereka tidak lagi dikendalikan oleh nilai-nilai ketuhanan.

Saat itulah Allah menghadirkan Muhammad, bakal calon reformer yang mampu berbuat banyak untk merubah tatanan kehidupan menjadi terbuka akan kebenaran Ilahiyah, yaitu kebenaran yang sepenuhnya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan sebagai spirit utama terciptanya peradaban. Ketingian harkat dan martabat kemanusiaan ini dapat dibuktikan dengan jelas, terutama setelah beliau mengemban tugas sebagai rasul dan kepala negara.

Cukup beralasan jika Nurcholish Madjid dalam Islam Agama Peradaban (1995) menyebutkan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw telah memberikan penghargaan setinggi-tingginya terhadap potensi kemanusiaan yang bertujuan untuk memakmurkan kehidupan bumi. Dalam pandangannya, peran Islam yang begitu tinggi dalam memanusiakan manusia, posisinya tidak sekedar agama, melainkan sebuah sistem peradaban yang sempurna.

Gerakan Perubahan
Arti peradaban yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan substansi ajaran yang mampu mendatangkan perubahan total mengenai kehidupan dalam hitungan waktu lebih kurang 23 tahun, waktu yang terhitung singkat jika dibandingkan dengan rangkaian panjang pembangunan peradaban manusia. Inilah sebenarnya kesuksesan yang luar biasa dalam sejarah, wajar saja kalau pengikutnya (umat) sampai saat ini mengaguminya.

Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika momentum peringatan Maulid Nabi Muhammad saw perlu dijadikan gerakan perubahan peradaban kemanusiaan kita hari ini yang telah kehilangan “ruh” moral akibat kuatnya pengaruh materialisme, hedonisme, konsumerisme dan sejenisnya yang menjadikan hilangnya potensi kemanusiaan dan tidak berdaya untuk tunduk pada hati nurani.

Di antara bentuk perilaku menyimpang dan paling nyata dari hilangnya potensi kemanusiaan dalam diri manusia adalah munculnya kecurangan sosial di segala aspek kehidupan yang semuanya itu didorong oleh keinginan untuk mengeksploitasi orang lain tanpa pernah memikirkan nasib orang yang tertindas, bahkan sampai menzaliminya. Perilaku tercela ini dapat kita saksikan di masyarakat kita yang populer disebut dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan anehnya sulit untuk diberantas.

Kenyataan demikian menunjukkan kalau potensi kemanusiaan dalam diri saat ini tidak berfungsi sehingga dengan tega bergelimang harta di atas penderitaan orang lain, lebih ironis lagi tumpukan harta yang diperoleh dari jalan tercela itu sengaja dihabiskan untuk berfoya-foya dan bermaksiat. Maka dari itu, ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw sengaja untuk mengoreksi segala perilaku yang tak terpuji sekaligus membela mereka yang lemah sebagai korban kejahatan kemanusiaan. Di samping itu, Nabi juga memberikan bimbingan kepada manusia agar melihat orang lain sebagai dirinya sendiri, yaitu jika ada maksud menganiaya orang lain berarti pada hakikatnya dia juga menganiaya dirinya sendiri.

Kita tentu tidak ingin peradaban yang dibangun Nabi saw dan para sababatnya sampai hari ini hancur sehingga tahap demi tahap “kematian kemanusiaan” sesungguhnya tiba, yaitu segala perilaku menyimpang dianggap sebagai sesuatu yang legal. Atas dasar ini, peringatan maulid Nabi sejatinya bisa membuahkan peradaban kemanusiaan yang bermoral dan bermartabat.

Terapi Kemanusiaan
Jika kekosongan moral kemanusiaan terus dibiarkan, kerusakan di segala aspek kehidupan dikhawatirkan akan timbul. Karena jiwa manusia modern saat ini, disadari atau tidak, telah mengidap penyakit “komplikasi akut” dan sulit untuk disembuhkan.

Upaya menghindari gejala tersebut memerlukan suatu terapi kemanusiaan yang ampuh, salah satunya melalui pendekatan peringatan Maulid Nabi saw yang tujuan utamanya adalah untuk memaulidkan peradaban kemanusiaan. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukannya dalam menghadapi segala bentuk penyimpangan ketuhanan, kemasyarakatan dan budaya jahiliyah sebagai biang terjadinya kebobrokan moral. Pada tahap selanjutnya beliau mampu menyadarkan kembali memori kemanusiaan sehingga potensi-potensi fitrah kemanusiaan warisan Tuhan yang telah dibagun oleh para pendahulunya kembali pada posisi dan fungsi yang sesungguhnya yaitu mengarahkan diri pada pada satu kekuatan: Allah swt.

Manifestasi maulid Nabi saw yang berkualitas dalam peradaban kemanusiaan tentu tidak akan terjadi begitu saja tanpa adanya upaya internalilasi makna yang dikandungnya. Internalisasi makna itu sekaligus akan menjadi terapi ampuh jika subjek masyarakat mau dan mampu meneladani nilai ajaran kemanusiaan yang dibawanya Nabi saw sehingga potensi kemanusiaan selalu berdekatan dengan akhlaknya; dan mengusung pola kesamaan harkat dan martabat seraya mengaktualisasikannya dalam pola hidup keseharian, sehingga seolah-olah beliau hidup bersama kita.

Kondisi kehidupan bangsa kita saat ini yang semakin hari semakin kehilangan ruh kemanusiaan bahkan ketuhanan yang dikhawatirkan bisa memutus nilai-nilai kemanusiaan sebagai mata air peradaban. Maka peringatan Maulid Nabi saw yang dilakukan dengan benar tentu secara perlahan akan menjernihkan kembali potensi kemanusiaan yang sejati.

Penulis, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan STAI Alazhari Bandung

Sumber, Galamedia 28 Januari 2013

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter