Marwah Perguruan Tinggi Ditentukan Kualitas Penelitian

Ditjen Pendidikan Islam Kemenag terus mengembangkan kualitas penelitian (riset) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Riset merupakan substansi dari perguruan tinggi. Melalui riset, akan ditentukan seberapa banyak produktivitas perguruan tinggi di dalam melakukan reproduksi ilmu pengetahuan yang dilakukannya.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Ditjen Pendidikan Islam Prof. Dr. Arskal Salim GP, M. Ag saat membuka Biannual Conference On Research Result (BCRR) 2019 di gedung Anwar Musaddad UIN sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, Kampus I, Jl. A. H. Nasution No. 105 Cipadung, Cibiru Kota Bandung, Selasa (03/12/2019).

Menurutnya, perguruan tinggi yang stakeholdernya jarang melakukan riset niscaya ia juga cenderung akan tertinggal dari isu-isu pengetahuan  kekinian. “Melalui riset, wibawa dan muruah perguruan tinggi juga akan sangat ditentukan olehnya. Sebab, derajat akreditasi dan seberapa besarnya pengaruh perguruan tinggi juga akan sangat tergantung dari kualitas riset yang dihasilkannya. Intinya, riset menempati hal yang substansial dari perguruan tinggi itu sendiri,” tegasnya.

Sekurang-kurangnya terdapat empat kompetensi yang dimiliki oleh peneliti (researcher) agar hasilnya maksimal. Pertama, kemampuan di dalam membaca, mengakses, dan menganalisis atas bacaan-bacaan yang otoritatif. “Kebiasaan dalam membaca menjadi prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh peneliti,” paparnya.

Kedua, kemampuan di dalam menuangkan gagasan, ide, dan pemikiran ke dalam tulisan-tulisan yang enak dibaca dan perlu. “Kemampuan dalam menulis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siapapun yang akan menjadi peneliti yang handal,” ujarnya.

Ketiga, daya ktitisisme, nalar-rasional, mencerna hubungan sebab-akibat, dan membaca indikator-indikator secara ajeg melalui metodologi yang dibenarkan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh peneliti. “Kemampuan di dalam menganalisis dan menyimpulkan atas bacaan-bacaan dan sejumlah indikator merupakan bagian penting yang harus dimiliki oleh setiap researcher,” tandasnya.

Keempat, kemampuan di dalam berdialog, mempertahankan pendapat, dan menyampaikan gagasan di muka umum. “Kemampuan menyampaikan secara verbal dengan sejumlah audien, sehingga hasil-hasl risetnya itu dapat dipertahankan dengan basis argumentasi yang valid merupakan keniscayaan,” jelasnya.

Keempat kompetensi ini, menurutnya, merupakan keharusan yang dimiliki peneliti, sehingga hasil risetnya memberikan pengaruh terhadap perguruan tinggi dan produksi keimuan yang digelutinya.  “Keempat kompetensi itulah yang menjadi substansi dari rangkaian proses pendidikan selama di perguruan tinggi, yakni kemampuan membaca, menulis, berfikir, dan mengungkapkan,” paparnya.

Event penilaian dan penganugerahan penelitian terbaik ini digelar bekerjasama dangan UIN SGD Bandung yang diikuti 64 penelitian terpilih dari ribuan hasil riset yang didaftarkan.

BCRR 2019 ini merupakan even yang pertama kalinya diselenggarakan sebagai salah satu inovasi keluarga besar PTKI untuk mempertanggungjawabkan hasil-hasil riset secara akademik.

“Saya selaku Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam sangat bersyukur dan memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh stakeholder perguruan tinggi keagamaan Islam, wa bil khusus Saudara Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan Rektor UIN Sunan Gunung Djati yang menginisiasi penyelenggaraan kegiatan BCRR atau Biannual Conference on Research Result ini,” katanya.

Melalui kegiatan BCRR ini, masyarakat akan mengetahui hasil riset mana saja yang memiliki kualitas yang terbaik, baik di tingkat masing-masing kampus PTKI maupun terbaik secara nasional.

“Oleh karenanya, saya meminta kepada para reviewer untuk menjadikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kriteria dalam menentukan hasil riset yang terbaik itu. Pertama, inovasi, yakni pastikan hasil riset itu memiliki inovasi atau temuan terutama bebentuk produk keilmuan. Kedua, novelty, yakni menemukan teori  atau pengetahuan baru, terutama terhadap keilmuan yang berkembang di PTKI. Ketiga, kemanfaatan, yakni memiliki pengaruh luas pada masyarakat, misalnya bisa diukur dengan sitasi, dijadikan dasar pijakan kebijakan, ditindaklanjuti dunia Industri dan/atau ditindaklanjuti sebagai pengabdian kepada masyarakat,” tegasnya.

Mengenai alokasikan anggaran, sejak 2016, setiap tahunnya Kemenag lebih dari 200M mengalokasikan untuk penelitian PTKI. Setiap tahun penyelenggaraan riset PTKI mendapatkan alokasi sekurang-kurangnya 30% dari anggaran BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri). “Anggaran BOPTN itu berkisar 800 Miliar. Artinya, sekitar 240 Miliar untuk alokasi penelitian  yang diperuntukkan untuk seluruh perguruan tinggi keagamaan Islam secara nasional,” terangnya. 

Anggaran ini masih terbilang sangat kecil dibanding alokasi pada Kementerian/Lembaga yang menangani perguruan tinggi. Namun, sekecil apapun riset, harus berkontribusi bagi pengembangan dunia akademik.

“BCRR menjadi salah satu ikhtiar menentukan hasil riset terbaik di tingkat nasional sekaligus untuk melakukan akuntabilitas secara akademik atas penggunaan anggaran riset serta mengukur kontribusi riset, baik dalam dunia akademik, pengembangan sosial kemasyarakatan, maupun dunia industri,” tuturnya.

Diakuinya, dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan, baik pada aspek kuantitas maupun kualitas riset PTKI. Secara kualitas, Kemenag sudah memiliki Agenda Riset Keagamaan Nasional (ARKAN) yang menjadi basis desain dan arah riset selama 10 tahun ke depan (2028).

Secara kuantitas, terjadi lompatan besar atas jumlah pendaftar riset. Tahun 2018 terdapat 1.208 pendaftar, lalu meningkat menjadi 2.321 pada 2019, dan 2.957 untuk pendaftar tahun 2020.

“Melalui portal Moraref, Diktis telah mampu menghimpun 1.602 jurnal dengan 47.722 artikel hasil riset. Diktis juga menyelenggarakan Program Penerbitan 5000 Buku yang bekerjasama dengan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) dan sejumlah penerbit di tanah air,” ujarnya.

“Walhasil, dinamika dan kualitas riset di lingkungan perguruan tinggi keagamaan Islam amat demikian terasa,” tandasnya.

Rektor, Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si., menuturkan bila kita mengacu kepada Rencana Induk Pengembangan (RIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam bidang riset, maka dapatkan delapan upaya meningatkan kualitas dan mutu perguruan tinggi:
Pertama, peningkatan kuantitas produk hasil penelitian dari tahun ketahun, meliputi : jurnal internasional terakreditasi dan terindeks internasional, proceeding internasional terakreditasi dan terindeks, Jurnal nasional terakreditasi, buku ber-ISBN, HKI, dan Paten, yang mampu bersaing ditingkat nasional; Kedua, peningkatan alokasi anggaran penelitian setiap tahun. Sumber dana diperoleh baik dana pusat (APBN) maupun dan institusi, serta mengembangkan peluang pendanaan pihak ketiga baik negeri maupun swasta;

Ketiga, penguatan dan peningkatan kualitas hasil penelitian yang dapat berkontribusi langsung baik secara teoretis, maupun penerapannya berskala daerah dan nasional; Keempat, penguatan dan pengembangan kolaborasi penelitian minimal antar di dalam negeri yang mendukung visi dan misi institusi berskala daerah dan nasional;

Kelima, penguatan dan pengembangan SDM yang memiliki kemampuan dalam penelitian, penulisan, reviewer, dan penerbitan berskala nasional; Keenam, penguatan dan peningkatan kerjasama penelitian dengan pihak ketiga, dengan prioritas kelompok masyarakat dan pemerintahan daerah;

Ketujuh, peningkatan pelaksanaan seminar dan konferensi nasional dan internasional, yang diselenggarakan minimal 20 % jurusan/prodi; Kedelapan, penguatan dan pengembangan pusat penerbitan institusi dan mampu menghasilkan produk bersekala nasional.

Rektor berharap kehadiran penganugerahan penelitian terbaik dalam BCRR 2019 ini dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi dan memberikan kontribusi positif untuk pengembangan akademik.

“Berikan penilian seobjektif mungkin untuk mendapatkan peneliti terbaik, sehingga tidak ada cerita tuan rumah yang jadi juara umumnya. Untuk itu, mari kita ciptakan cara-cara peningkatan kualitas kampus dengan melakukan kerjasama berbagi pihak dan sama-sama bekerja dalam rangka mewujudkan peningkatan penelitian yang dapat berkontribusi terhadap pengembangan akademik,” tegasnya.     

Apalagi terdapat lima dosen UIN SGD Bandung, Ahmad Ali Nurdin, Ph.D., Irma Riyani, Ph.D., Dr. Asti Meiza, M.S.i., Dr. Hasniah Aliah, M.Si., Mada Sanjaya WS, Ph.D yang masuk nomine peneliti terbaik. “Mudah-mudahan dengan penilain seobjektif mungkin, dari kampus tercinta ini ada yang menjadi peneliti terbaik pada ajang Biannual Conference on Research Result,” pungkasnya.

Sumber, Jabar Bicara 3 Desember 2019

WhatsApp
Facebook
Telegram
Print
Twitter

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *